Merauke, Jubi – Mama-mama suku Marind di Kampung Payum, Kelurahan Samkai, Distrik Merauke, Kabupaten Merauke, Papua yang merupakan perajin itu, meminta pemerintah daerah untuk membantu memasarkan hasil kerajinan tangan mereka.
Mama-mama perajin ini kesehariannya mengerjakan berbagai atribut budaya untuk dijual kembali. Namun selama ini mereka terkendala dalam memasarkan hasil kerajinan tangan tersebut.
Satu di antara perajin atribut budaya di Kampung Payum, Wilhelmina Ndiken kepada Jubi di Merauke, Selasa (16/8/2022), mengatakan selama ini mereka hanya menjual hasil kerajinan tersebut kepada perorangan. Mereka belum memiliki tempat untuk menjual ataupun memasarkan karya tangan tersebut.
“Untuk penjualan itu tergantung dari orang yang memesan. Kalau tidak pesanan juga kami tetap buat pernak-pernik untuk anak-anak. Ini sudah menjadi sebuah tradisi, terutama dipakai saat acara-acara budaya,” kata Ndiken.
Atribut budaya yang dikerjakan Wilhelmina Ndiken antara lain ikat kepala, kalung, selempang, gelang tangan dan kaki, cawat, noken dan sejumlah pernak-pernik lainnya. Bahan baku karya tangan tersebut tersedia banyak di alam. Ada juga benih pohon ditanam untuk kemudian diambil buah atau bijinya untuk pernak-pernik.
“Biasanya satu stel (atribut lengkap mulai dari kepala hingga kaki, termasuk noken), harganya Rp1.500.000. Bule-bule (wisatawan) pernah beberapa kali datang pesan,” kata Ndiken.
Ndiken meminta perhatian pemerintah daerah setempat untuk membantu membuka akses pemasaran hasil kerajinan tangan tersebut, sehingga masyarakat bisa meningkatkan ekonomi keluarganya.
“Dalam satu bulan paling banyak terjual tiga buah, bukan stelan. Untuk stel itu kalau ada yang pesan baru kita buat. Persolaan kami selama ini tidak bisa memasarkan, kami hanya jual di rumah dan menunggu pesanan,” katanya.
Permasalahan serupa disampaikan perajin lainnya, Rosa Basik-Basik. Ia yang juga mengerjakan atribut budaya selama ini, terkendala memasarkan hasil pekerjaannya.
“Kita mama-mama di RT 23 RW 7 ini sebagian besar pengrajin manik-manik dan penganyam. Kendala kita hanya satu, yakni susah memasarkan hasil. Ya kita harapkan pemerintah bisa melihat dan membantu kita,” tutupnya. (*)