Jayapura, Jubi – Masyarakat adat dan juga pemilik hak ulayat di kampung Sahae, Distrik Miyah Selatan, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya menolak dua perusahaan yang beroperasi di wilayah setempat, karena dianggap merugikan masyarakat.
Tokoh masyarakat setempat Yoseph Laurensius Syufi dalam siaran pers yang diterima Jubi, Sabtu (14/10/2023) mengatakan pada April 2023 PT. Fulica Group dan PT. Kuyake Karya Membangun mulai bekerja di tanah adat Marga Sewia, Distrik Miyah Selatan.
Kedua perusahaan itu diketahui bergerak di bidang pelaksanaan konstruksi yang banyak mengerjakan proyek nasional.
Sebelum bekerja, perusahaan bertemu dengan masyarakat adat setempat untuk berbicara tentang bahan material yang dibutuhkan. Dari pertemuan dua kali bersama pihak perusahaan, masyarakat pemilik ulayat menolak perusahaan tersebut untuk beroperasi di wilayahnya. Alasannya, sudah ada pengalaman perusahaan tersebut tidak menghargai masyarakat hak ulayat.
“Contoh kasus Marga Momo, Distrik Miyah perusahaan bekerja tidak menghargai masyarakat adat. Namun karena ada negosiasi dengan berbagai pernyataan yang dianggap menjamin, maka pada tanggal 14 April 2023, pertemuan ketiga kalinya antara perusahaan dan masyarakat hak ulayat dilakukan,” katanya.
Dari hasil pertemuan itu menghasilkan beberapa poin kesepakatan antara perusahaan dan masyarakat hak ulayat, dimana keluarga besar Marga Sewia menyetujui kontraktor yang bersangkutan untuk melaksanakan pekerjaan penanganan longsor di tanah adat Sewia.
Selain itu pun disepakati harga untuk pengambilan material proyek serta pembayaran kompensasi secara adat. Namun, dari kesepakatan tersebut masyarakat pemilik ulayat menunggu waktu yang sudah disepakati bersama untuk penyelesaian pembayaran material di 10 Mei 2023.
“Tetapi hingga waktu yang telah ditentukan tidak ada kejelasan dari perusahaan. Masyarakat ulayat kembali menghubungi pihak perusahaan tetapi perusahaan tidak merespon secara baik, sehingga pemilik ulayat kembali mempertanyakan ke perusahaan,” katanya.
Akibat tidak ada kejelasan, akhirnya masyarakat memilih untuk melakukan pemalangan lokasi proyek, namun pihak perusahaan mendatangkan sejumlah aparat keamanan Brimob untuk membuka pemalangan tersebut.
Sempat ada ketegangan antara masyarakat dengan aparat keamanan, akhirnya pemilik ulayat mengalah dan memilih melaporkan hal itu ke Polres Tambrauw.
Ia menjelaskan, Polres Tambrauw telah menjadwalkan agenda mediasi antara perusahaan dan masyarakat adat pada 25 September dan 2 Oktober 2023. Namun perusahaan tidak hadir diproses mediasi tersebut dengan alasan persoalan ini akan dibicarakan di Polda Papua Barat.
“Seminggu kemudian masyarakat mendatangi perusahaan untuk mediasi yang difasilitasi langsung oleh pemerintah distrik setempat mempertanyakan realisasi perusahaan terhadap kesepakatan, namun tidak diindahkan juga,” katanya.
Justru kata Yoseph Laurensius Syufi, pihak perusahaan bersikukuh menunggu panggilan dari Polda Papua Barat, karena persoalan itu akan diselesaikan di tingkatan Polda.
“Ada apa di balik Polda dengan PT. Fulica group dan PT. Kuyake Karya Membangun sehingga perusahaan menarik persoalan tersebut kepada pihak Polda Papua Barat,” katanya. (*)