Jayapura, Jubi – Ketua Front Peduli Masyarakat Adat Papua Tengah atau FPMAPT, Yabet Degei, mendesak gubernur definitif, DPR Papua Tengah dan MRPT, segera menginvestigasi dugaan gratifikasi di Provinsi Papua Tengah.
Degei mengatakan, Papua Tengah dikejutkan dengan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak 53 izin tambang, yang dikeluarkan tanpa sepengetahuan masyarakat adat, 2013 lalu.
Pasalnya bahwa temuan-temuan tersebut belum ada benang merah, terkait proses hukum dugaan gratifikasi terhadap oknum-oknum pejabat.
“Temuan tersebut dibeberkan oleh Direktur LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Papua dalam seminar sehari yang dilakukan FPMAPT, 7 Januari 2025,” kata Degei dikutip dari siaran pers yang diterima Jubi di Jayapura, Papua, Senin (10/3/2025).
Menurut Degei, dalam temuan dugaan gratifikasi itu, belum ada oknum-oknum pejabat yang dijerat hukum, sehingga harus diinvestigasi.
Degei juga mendesak DPR Papua Tengah, MRPT dan pejabat Pemerintah Provinsi Papua Tengah yang baru dilantik, segera berkoordinasi satu sama lain, dan menindaklanjuti 44 poin aspirasi dan rekomendasi, tentang perlindungan hak-hak orang asli Papua atau OAP dan masyarakat adat. Aspirasi itu diserahkan FPMAPT pada 8 Januari 2025.
“Pemerintah Provinsi Papua Tengah wajib menghormati keberadaan masyarakat adat. Masyarakat adat adalah pemilik tetap hak ulayat, yang sekaligus memiliki hak atas penguasaan SDA, di tempat di mana masyarakat adat berada,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Degei, setiap persoalan atau izin pertambangan yang akan berdampak kepada masyarakat adat, harus diputuskan melalui musyawarah adat, bukan atas dasar izin pemerintah dengan dalih wilayah administrasi.
Selanjutnya, kata dia, Pemerintah Provinsi Papua segera membentuk tim investigasi demi menyelamatkan SDA dan tanah adat. Pemerintah Provinsi Papua juga harus berkoordinasi dengan Menteri ESDM, dan segera mencabut 53 izin tambang, yang masuk sebagai daftar kasus gratifikasi.
“Karena sudah terbukti ada pelanggaran gratifikasi,” katanya.
Degei berpandangan bahwa perlindungan hak masyarakat adat secara internasional, telah dijamin melalui Deklarasi Internasional Tentang Hak Asasi Masyarakat Adat Internasional pada tahun 2009.
“Selanjutnya hak masyarakat adat juga dilindungi dalam Undang-Undang Dasar 1945, Kemudian di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, secara khusus bagi hak masyarakat adat Papua, dilindungi dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 Atas perubahan UU tentang Otonomi Khusus Papua Nomor 2 Tahun 2021,” ujarnya.
Degei mengharapkan agar 44 poin yang sudah diserahkan kepada DPR PT bisa diakomodir ke dalam Perda Provinsi Papua Tengah, terutama masalah hak ekonomi dan sosial budaya atau ekosob masyarakat di Papua. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!