Putusan banding terdakwa mutilasi Mimika lecehkan rasa keadilan keluarga korban

Sidang Kasus Pembunuhan dan Mutilasi Mimika
Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia atau PAHAM Papua, Gustaf R Kawer. Jubi/Dok

Jayapura, Jubi –  Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Gustaf R Kawer mengatakan putusan Majelis Hakim Banding Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya yang mengurangi hukuman terdakwa kasus pembunuhan dan mutilasi Mimika Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi melecehkan rasa keadilan keluarga korban. Hal itu dinyatakan Kawer melalui keterangan pers tertulisnya, Selasa (30/5/2023).

“Koalisi Masyarakat Sipil mengecam keras putusan itu, karena memberikan keringanan hukuman kepada Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi. Hukuman Helmanto F Dakhi yang semula penjara seumur hidup [dikurangi] menjadi [pidana penjara] 15 tahun,” kata Kawer.

Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi adalah satu dari enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo yang menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga yang terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika  pada 22 Agustus 2022. Keempat korban pembunuhan dan mutilasi itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.

Dalam persidangan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Kota Jayapura, pada 24 Januari 2023, Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya yang dipimpin Hakim Ketua Kolonel Chk Sultan bersama Hakim Anggota I Kolonel Chk Agus Husin dan Kolonel Chk Prastiti Siswayani menyatakan Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana, serta menjatuhkan vonis penjara seumur hidup dan pemecatan dari TNI AD kepadanya. Helmanto kemudian mengajukan banding atas putusan itu.

Baca juga :   Soal kasus mutilasi Mimika, LBH Papua akan surati PT Jayapura dan Kanwil Kemenkumham Papua

Kawer menyatakan banding yang diajukan Helmanto telah diputus Majelis Hakim Banding Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya pada 12 April 2023. Putusan itu membatalkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya pada 24 Januari 2023.

Majelis Hakim Banding itu juga menyatakan Helmanto hanya terbukti bersalah melakukan pembunuhan secara bersama-sama yang diikuti, disertai, atau didahului perbuatan pidana dengan maksud mempermudah penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum. Hukuman Helmanto pun dikurangi dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 15 tahun. Majelis Hakim Banding Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya juga menjatuhkan pidana tambahan memecat Helmanto dari TNI.

Baca juga :   John NR Gobai tanyakan perkembangan penyempurnaan Naskah Akademik draft Raperdasus KKR

Kawer yang menjadi kuasa hukum keluarga keempat korban pembunuhan dan mutilasi itu mengingatkan bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya pada 24 Januari 2023 telah mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan terdakwa Helmanto F Dakhi. Hal yang memberatkan itu termasuk tindakan pembunuhan dan mutilasi itu meresahkan dan memberikan trauma kepada korban dan masyarakat, merusak hubungan antara TNI dan masyarakat Papua, dan merusak citra TNI di masyarakat. Pembunuhan dan mutilasi itu juga dinilai sebagai perbuatan itu sadis, tidak berperikemanusiaan, dan melanggar HAM.

“Kami sepakat dengan putusan [24 Januari 2023] tersebut, karena setimpal dengan apa yang dilakukan oleh terdakwa Mayor Helmanto. Jika ditelisik lebih dalam, peran yang dilakukan Mayor Helmanto Dakhi sangat krusial, dan [hal itu] terbukti pada pembuktian di persidangan, sehingga pantas dapat mendapatkan hukuman yang sama dengan pelaku lainnya,” kata Kawer.

Kawer mengatakan dalam dunia kemiliteran dan pelanggaran HAM dikenal konsep pertanggungjawaban komando, di mana setiap orang yang memiliki kewenangan atau memegang komando namun gagal untuk mencegah atau menghukum tindakan ilegal bawahannya dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Ia menyatakan pertanggungjawaban komando itu berlaku bagi Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi.

Baca juga :   Nikolaus Degei; Indonesia tidak sepenuh hati selesaikan kasus pelanggaran HAM Paniai

“Hal itu tentu berlaku kepada Mayor Dakhi selaku pimpinan kesatuan yang tidak dapat melakukan kontrol efektif terhadap anak buahnya [yang] melakukan pelanggaran fatal. Dalam kasus itu, Mayor Dakhi hanya tidak terlibat dalam proses mutilasi dan pembuangan saja. Sejak awal bahkan [ia mengikuti rapat] perencanaan, ikut terlibat sepenuhnya. Kami mengecam keras Putusan Pengadilan Militer Tinggi Ill Surabaya Nomor 37-K/PMT.III/AD/Xll/2022 yang meringankan hukuman Mayor Helmanto F Dakhi,” kata Kawer yang mendesak Oditur Militer mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. (*)

Komentar
banner 728x250