Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM RI mendesak Panglima TNI mengevaluasi keberadaan Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo, kesatuan asal enam tersangka pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika. Permintaan itu disampaikan di Jakarta pada Selasa (20/9/2022), sebagai bagian dari pengumuman hasil pemantauan dan penyelidikan awal Komnas HAM RI atas kasus pembunuhan dan mutilasi itu.
Komisioner Komnas HAM RI, Choirul Anam melakukan pemantauan dan penyelidikan awal kasus mutilasi empat warga Nduga di Mimika dengan menurunkan tim ke Kabupaten Mimika pada pada 2- 4 September 2022 dan 12 – 16 September 2022. Tim itu menemukan sejumlah persoalan dalam kesatuan Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo.
Kasus yang diselidiki Komnas HAM RI itu adalah pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.
Polisi Militer Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih telah menetapkan enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo sebagai tersangka kasus itu, yaitu Mayor Hf, Kapten Dk, Praka Pr, Pratu Ras, Pratu Pc, dan Pratu R. Sementara penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Papua telah menetapkan empat warga sipil sebagai tersangka kasus yang sama, yaitu APL alias Jeck, DU, R, dan RMH yang hingga saat ini masih menjadi buronan.
Choirul menyatakan Komnas HAM RI menemukan sejumlah fakta pelanggaran maupun kejahatan yang melibatkan prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo. Keterlibatan Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo dalam berbagai pelanggaran dan kejahatan itu merentang hingga tahun 2019. “Sejak 2019 ada rekam kasusnya,” kata Choirul
Choirul meminta Panglima TNI mengevaluasi keterlibatan prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo dalam bisnis di Mimika. Ia menjelaskan prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo yang terlibat pembunuhan dan mutilasi di Mimika ternyata terlibat dalam bisnis perdagangan solar di Timika.
Bisnis perdagangan solar itu pula yang membuat enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo memiliki relasi dengan empat warga sipil yang terlibat pembunuhan dan mutilasi di Mimika. Pemantauan dan penyelidikan awal Komnas HAM di Timika menemukan gudang penimbunan solar berkapasitas 28.000 liter.
“Tempat [menyimpan solar] itu dekat dengan pelabuhan. Jadi kami temukan ada rekanan bisnis terkait solar. Ada grup WhatsApp yang memang membicarakan bisnis solar itu,” kata Choirul.
Selain bisnis solar, pemantauan dan penyelidikan awal Komnas HAM RI juga menemukan bahwa salah satu prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo memiliki senjata rakitan yang diduga buatan Bandung, Jawa Barat. Kepemilikan senjata rakitan oleh salah satu prajurit itu diketahui atasannya yang berpangkat mayor, yang juga menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan dan mutilasi itu.
“Salah satu anggota TNI memiliki senjata rakitan, dan diketahui pelaku berpangkat mayor, jadi atasannya tahu. Jadi itu adalah senjata rakitan yang diduga diproduksi di Bandung, dengan sejumlah amunisi,” ujarnya.
Komnas HAM RI juga menemukan rekam jejak keterlibatan prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo dalam perdagangan amunisi di Tanah Papua. Choirul menjelaskan bahwa kasus perdagangan senjata oleh prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo itu telah diproses secara hukum.
Akan tetapi, keterlibatan enam prajurit dalam pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga, kepemilikan senjata api rakitan oleh salah satu prajurit, berikut rekam jejak keterlibatan prajurit dalam perdagangan amunisi di Papua menunjukkan ada persoalan dalam penegakan disiplin dan pengawasan Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo. Komnas HAM RI berpandangan penting bagi Panglima TNI untuk mengevaluasi kesatuan itu, guna mendukung upaya TNI membentuk prajurit yang profesional dan tidak melanggar hukum.
“Komnas HAM RI mendorong adanya evaluasi Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo terkait bisnis anggota, kepemilikan senjata oleh anggota, dan penjualan amunisi oleh anggotanya. Ada rekam jejaknya. Kami melihat langsung senjatanya, yang dimiliki anggota Brigif itu, ternyata senjatanya rakitan. Jadi penting lakukan evaluasi kesatuan itu, termasuk dalam kaitan bisnis solar. Kami yakin Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan Darat, Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat mendukung penuh TNI yang profesional, dan ingin menjauhkan TNI dari bisnis yang melanggar hukum,” kata Choirul. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!