Jayapura, Jubi – Hari ini Jumat 22 Maret 2024 publik telah dikejutkan dengan beredarnya dua cuplikan video terkait penyiksaan sadis tidak berperikemanusiaan yang diduga dilakukan Pemerintah Indonesia melalui Anggota TNI di Kabupaten Puncak, Papua.
Korban tersebut dimasukkan di dalam drum warna biru yang terisi penuh dengan air. Lalu ia disiksa dan dipukul bergantian oleh aparat TNI, hingga badan korban disayat dengan pisau hingga korban mengalami luka yang serius.
Dari video yang beredar itu, di bagian kepala korban sudah penuh dengan luka-luka berlumuran darah akibat pukulan..
United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pada Jumat, (22/3/2024) menyatakan hal itu sesuai laporan awal yang diperoleh. Peristiwa tersebut terjadi pada 3 Februari 2024 lalu yang diduga dilakukan oleh anggota TNI dari Satgas Pamtas Yonif 330/BWJ di Kabupaten Puncak, Papua.
Presiden Eksekutif ULMWP, Menase Tabuni kepada Jubi mengatakan, pada saat itu dalam penyisiran anggota Pemtas Yonif 330 telah menangkap tiga orang Papua yang namanya masih dalam tahap konfirmasi. Korban dibawa ke Pos TNI kemudian dilakukan interogasi dan terjadilah penyiksaan terhadap korban.
“Setelah itu, saat diserahkan ke Polres Puncak Papua sudah dalam keadaan luka-luka maka Kasat Reskrim saat itu menyarankan di bawa ke rumah sakit Ilaga di mana akhirnya salah satu dari mereka meninggal dunia sedangkan dua lainnya dikembalikan kepada keluarga mereka,” ujar Menase Tabuni.
Tabuni menegaskan, peristiwa penyiksaan sadis terhadap tiga orang korban yang diketahui publik melalui dua cuplikan video hari ini merupakan potret terkecil dari apa yang telah dilakukan pemerintah Indonesia selama 61 tahun yaitu sejak Mei 1963 hingga Maret 2024 atau terjadi selama keberadaan Indonesia di West Papua.
Dalam kurun waktu tersebut ancaman genosida, etnosida dan ekosida sudah didepan mata bagi bangsa Papua. Publik pasti akan mengenang kembali beberapa peristiwa penyiksaan dan pembunuhan tidak manusiawi pada rakyat sipil Papua telah menjadi perhatian setelah dipublikasikan melalui cuplikan video di sosial media.
Ia menjelaskan, kasus sadis yang dilakukan Indonesia melalui aparat keamanan seperti pada 13 Agustus 2009, di Serui West Papua anggota Brimob Polda Papua melakukan penembakan dan penyiksaan yang menyebabkan terbunuhnya Yawan Wayeni.
Pada 27 Mei 2010, di Puncak Jaya, West Papua, Anggota TNI melakukan penyiksaan terhadap dua orang warga sipil Papua, (Telenggen Gire dan Tunaliwor Kiwo atau Anggen Pugukiwo). Mereka disiksa Anggota TNI dengan diikat menggunakan tali jemuran dan disundut kemaluannya menggunakan bara api. Korban juga sempat ditutup wajahnya memakai plastik kresek warna hitam.
Pada 8 Desember 2014, di Pania West Papua, Anggota TNI telah menembak mati lima orang Papua (Otianus Gobai, Simon Degei, Yulian Yeimo, Abia Gobay dan Alfius You).
Pada Juni 2021, di Merauke West Papua, dua anggota TNI AU telah melakukan kekerasan fisik terhadap Steven Yadohamang di depan warung bubur ayam milik salah satu pedagang dari warga Indonesia. Pada 22 Agustus 2022, di Timika West Papua anggota TNI melakukan tindakan tidak berperikemanusiaan dengan melakukan mutilasi terhadap 4 warga sipil orang Papua (Arnold Lokbere, Lemanion Nirigi, Iryan Nirigi dan Jenius Tini).
Menyikapi situasi ini dan peristiwa penyiksaan terhadap warga sipil di Kabupaten Puncak Papua, Presiden Eksekutif ULMWP Menase Tabuni dengan tegas menyatakan mengutuk keras tindakan militer Indonesia terhadap warga sipil seperti ini di West Papua.
“Tindakan macam ini telah melanggar nilai kemanusiaan. Hukum manapun tidak membenarkan tindakan penyiksaan keji seperti terlihat dalam dua cuplikan video yang sedang viral,” ujarnya tegas.
Sebagai tindak lanjut dari keprihatinan dan desakan berbagai pihak komunitas internasional atas fakta pelanggaran HAM di West Papua oleh Pemerintah Indonesia termasuk laporan sekretaris penasehat pelapor khusus Dewan HAM PBB sehubungan dengan situasi ancaman genosida di West Papua maka ia menyerukan agar Komisi Tinggi HAM PBB, segera membentuk tim investigasi untuk melakukan penyelidikan pelanggaran HAM dan ancaman genosida pada Bangsa Papua.
ULMWP juga meminta rakyat bangsa Papua bangkit melakukan upaya pembelaan diri secara konkrit sebagai upaya membela diri atas setiap kejahatan dan ancaman nyata yang terus terjadi pada orang Papua di atas tanah leluhurnya.
Sementara, Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem mengatakan, pelaku penyiksaan segera diproses sesuai hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia sebab dilakukan dengan sadar.
“Yang lebih sadis adalah mengalami pukulan, disayat pakai pisau oleh aparat TNI dengan bergantian, dan sambil mengatakan ‘angkat muka, angkat muka, angkat muka anjing, dasar,” katanya menirukan.
Perlakuan tersebut kata dia, tidak jauh berbeda dengan orde lama dan orde baru di mana Indonesia menggerakkan militer operasi di seluruh tanah Papua.
“Dari waktu ke waktu Indonesia perlakukan kami seperti binatang,” ucapnya. (*)
Discussion about this post