Jayapura, Jubi – Moderator Dewan Gereja Papua, Pdt Benny Giay mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi atau Kejati Papua di Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Selasa (16/5/2023). Ia datang untuk meminta Kejaksaan Tinggi Papua menghentikan upaya banding atas putusan Pengadilan Negeri Jayapura dalam kasus makar yang didakwakan kepada Viktor Yeimo.
Pendeta Benny mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Papua sekitar pukul 12.05 WP. Di sana ia ditemui seorang jaksa, dan membicarakan putusan Pengadilan Negeri Jayapura atas kasus Juru Bicara Internasional Komite Nasional Papua Barat atau KNPB, Viktor Yeimo.
Menurut Giay, pertemuan itu berlangsung sekitar 90 menit. Giay menyatakan dalam pertemuan itu ia menyerahkan surat Dewan Gereja Papua kepada pimpinan Kejaksaan Tinggi Papua. Giay menekankan bahwa Pengadilan Negeri Jayapura telah menyatakan Viktor Yeimo tidak terbukti melakukan makar, dan meminta Kejaksaan Tinggi Papua tidak mengajukan banding atas putusan itu.
“Pertemuan berjalan baik. [Dewan Gereja Papua sudah serahkan surat], dan dia [jaksa itu] akan meneruskan ke atasannya. Pokoknya langkah Kejaksaan Tinggi Papua naik banding itu kami minta dihentikan,” kata Giay saat ditemui Jubi di Kantor Kejaksaan Tinggi Papua, Selasa.
Perkara Viktor Yeimo itu terkait dengan demonstrasi anti rasisme Papua untuk memprotes ujaran rasial yang ditujukan kepada mahasiswa Papua di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan III Surabaya pada 16 Agustus 2019. Perkara itu diperiksa Majelis Hakim yang diketuai Mathius SH MH, dengan Hakim Anggota Andi Asmuruf SH dan Linn Carol Hamadi SH.
Pada 21 Februari 2021, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Viktor Yeimo dengan delik makar, karena dianggap memotori demonstrasi yang terjadi di Kota Jayapura pada 19 dan 29 Agustus 2019. Pada dakwaan pertama, Yeimo didakwa secara bersama-sama melakukan, menyuruh lakukan, dan turut serta melakukan perbuatan makar sebagaimana diatur Pasal 106 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada dakwaan kedua, Yeimo didakwa delik permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan makar sebagaimana diatur Pasal 110 ayat (1) KUHP.Pada dakwaan ketiga, Yeimo didakwa delik menggerakkan orang lain untuk melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan, agar memberi bantuan atau memberi kesempatan makar sebagaimana diatur Pasal 110 ayat (2) ke-1 KUHP. Pada dakwaan keempat, Yeimo didakwa secara bersama-sama melakukan penghasutan secara lisan atau tulisan untuk melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum, atau tidak menuruti ketentuan undang-undang atau perintah jabatan sebagaimana diatur Pasal 160 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam putusan yang dibacakan pada 5 Mei 2023, Majelis Hakim menyatakan keempat dakwaan Jaksa Penuntut Umum kepada Viktor Yeimo tidak terbukti. Akan tetapi, Majelis Hakim menyatakan Yeimo terbukti bersalah melanggar Pasal 155 ayat (1) KUHP, dan menghukum Yeimo dengan pidana penjara 8 bulan.
Akan tetapi, pasal yang dipakai untuk menjatuhkan hukuman terhadap Viktor Yeimo itu ternyata sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-V/2007 yang dibacakan pada 17 Juli 2007. Melalui putusan itu, Mahkaman Konstitusi menyatakan Pasal 154 dan Pasal 155 KUHP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat lagi
Pada 12 Mei 2023, Kejaksaan Tinggi Papua mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jayapura. Banding itu diajukan Jaksa Penuntut Umum Yanuar Fihawiano.
Dewan Gereja Papua menilai upaya banding yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Papua menunjukan bahwa Negara berupaya mempraktikkan rasisme terhadap Orang Asli Papua. “Ada niat negara untuk mempertahankan rasisme terhadap orang asli Papua,” ujarnya.
Giay menyatakan Kejaksaan Tinggi Papua harus menghormati hak orang Papua, termasuk Viktor Yeimo, untuk mengekspresikan pendapatnya menentang praktik diskriminasi rasial terhadap orang Papua. “Viktor Yeimo inikan korban dari sistem yang tidak berpihak kepada Hak Asasi Manusia orang Papua,” ujarnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!