Jayapura, Jubi – Kepala Kantor Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Papua, Frits Ramandey pada Selasa (8/11/2022) mengumumkan hasil investigasi Komnas HAM Papua dalam kasus penganiayaan tiga anak di Kabupaten Keerom. Ramandey menyatakan pihaknya menduga penganiayaan tiga anak di Kabupaten Keerom dilakukan belasan prajurit TNI AD.
Ramandey menjelaskan kesimpulan itu merupakan hasil pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM Papua yang dilakukan pada 29 – 30 Oktober 2022 lalu. “Dugaan belasan itu keterangan dari 3 anak itu menyebutkan belasan prajurit TNI AD melakukan penyiksaan. Jadi kami tidak menyebut angka tapi kami menyebut belasan prajurit TNI. Itu pengakuan ketiga saksi,” ujar Ramandey di Kota Jayapura, Selasa.
Rahmat Paisei (15) bersama Bastian Bate (13), dan Laurents Kaung (11) diduga dianiayai di Pos Satuan Tugas (Satgas) Damai Cartenz, Jalan Maleo, Kampung Yuwanain, Arso II, Distrik Arso, Kabupaten Keerom pada 27 Oktober 2022. Ketiga anak itu dianiayai menggunakan rantai, gulungan kawat dan selang air, hingga harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Ramandey menyatakan Komnas HAM Papua menerima pengaduan dari orangtua Rahmat yakni, Jon Paisei pada 28 Oktober 2022. Jon Paisei menyampaikan bahwa bahwa ketiga anak itu dianiaya berulang kali oleh belasan prajurit TNI AD.
Menurut Ramandey, Komnas HAM Papua telah menemui Rahmat Paisei, Bastian Bate dan Laurents Kaung di Rumah Sakit Marthen Indey pada 29 Oktober 2022. Komnas HAM Papua kemudian meminta keterangan dari ketiga anak korban penyiksaan tersebut.
Ramandey menyatakan kasus penganiayaan ini bermula dari peristiwa hilangnya dua ekor burung kakatua di Pos Satgas Damai Cartenz, Jalan Maleo, Kampung Yuwanain, Arso II, Distrik Arso, beberapa hari sebelum penganiayaan terhadap Rahmat Paisei, Bastian Bate, dan Laurents Kaung terjadi. Pos itu dijaga sejumlah prajurit Kopassus.
Menurut Ramandey, oada 27 Oktober 2022 Laurents Kaung mendatangi pos itu, dan menawarkan burung nuri kepada prajurit Kopassus di sana. Ramandey menyatakan burung nuri yang dijual Laurents itu diduga dicuri dari tempat lain.
Para prajurit di pos itu kemudian menahan Laurents, dan menanyakan asal-usul burung nuri yang dijualnya. Laurents kemudian menyebut dua nama lain, yakni Rahmat Paisei dan Bastian Bate. “Sehingga kemudian dilakukan penahanan [terhadap ketiga anak itu], lalu [terjadi] penyiksaan,” ujar Ramandey.
Ramandey menyatakan Rahmat Paisei ditangkap dan dipukuli prajurit Kopassus sekitar jam 07.00 WP, dan kemudian dipulangkan dalam keadaan babak belur. Setelah itu, sekitar jam 19.00 WP, Rahmat kembali dijemput dari rumahnya, dan dibawa kembali ke pos tersebut, dan dianiaya hingga sekitar pukul 24.00 WP.
Ramandey menyatakan Rahmat Paisei mengaku ia ditelanjangi, diborgol lalu dipukul dengan tangan, tapi juga beberapa benda diduga menggunakan selang dan kawat tipis, juga benda lain. Penganiayaan pad waktu pagi tidak disaksikan oleh orangtua Rahmat, tapi penganiayaan pada malam hari itu disaksikan langsung oleh orangtua Rahmat
“Bahkan kedua orangtua [Rahmat] secara histeris meminta tolong anaknya untuk tidak dipukul berulang-ulang. Tetapi diabaikan oleh anggota Kopassus di pos itu. Penganiayaan itu dilanjutkan secara terus menerus. Saksi Rahmat mengaku juga ditelanjangi lalu tangannya diborgol,” kata Ramandey.
Ramandey mengatakan Bastian Bate mengaku bahwa dia dibawa ke pos yang sama pada 27 Oktober 2022 sekitar jam 19.00 WP. Bastian juga mengaku dipukul menggunakan kabel, selang, dan menggunakan tangan kosong oleh belasan prajurit TNI AD. Bastian baru dipulangkan sekitar pukul 24.00 WP, dengan sejumlah bekas-bekas cambukan di beberapa bagian tubuh.
Ramandey menyatakan tim juga meminta keterangan dari Laurents Kaung. “Yang bersangkutan mengatakan ia mengaku kepada kami bahwa dia betul mencuri burung, tapi bukan di Pos Kopassus itu. Dia mencuri burung nuri di tempat yang lain, kemudian dibawa ke pos Kopassus untuk dijual seharga Rp50 ribu. Bukannya dibeli, Laurents diinterogasi dan dianiayai, serta direndam di kolam,” kata Ramandey.
Ramandey menyatakan pihaknya juga menerima kesaksian dari orangtua Rahmat Paisei, yang menyebut bahwa anaknya dijemput di rumah mereka sekitar jam 19.00 WP oleh seorang anggota Kopassus, lalu di bawa masuk ke dalam mobil. Dalam mobil anaknya diminta untuk mengaku, supaya jangan dipukul, namun orangtua Rahmat menolak permintaan itu.
“Sampai di pos, anak-anak tidak ditanya. Rahmat mengalami penganiayaan berulang-ulang. Ibunya sempat meminta melerai, bapaknya sempat meminta ampun dan melerai, tetapi permohonan itu diabaikan oleh anggota Kopassus TNI AD yang ada disitu,” kata Ramandey.
Ramandey menyatakan Komnas HAM Papua telah berkoordinasi dengan Pangdam XVII/Cenderawasih. Ramandey mengaku Pangdam XVIII/Cenderawasih melalui pesan singkat memberikan dukungan atau atensi untuk Komnas HAM Papua melakukan pemantauan dan penyelidikan atas kasus itu.
Ramandey menyatakan Komnas HAM Papua juga telah bertemu Wakil Komandan POM XVII/Cenderawasih. Dalam pertemuan itu, Pomdam XVII/Cenderawasih mengaku bahwa mereka telah meminta keterangan dari sembilan anggota Kopassus. Akan tetapi, sampai sekarang sembilan prajurit TNI itu masih berstatus terperiksa. “Sampai tanggal 5 November 2022, sembilan orang itu masih berstatus masih dimintai keterangan sebagai saksi,” kata Ramandey.
Ia juga menjelaskan hasil pertemuan tim Komnas HAM Papua dengan Kepala Rumah Sakit Angkatan Darat Marthen Indey di Kota Jayapura. Rumah Sakit Angkatan Darat Marthen Indey merawat ketiga anak itu hingga 31 Oktober 2022.
“Ketiga korban itu dirawat lima hari di [Rumah Sakit] Marthen Indey. [Terhadap] salah satu korban, Rahmat Paisei, dilakukan [pemeriksaan] CT Scan di bagian kepala, perut, dan bagian belakang, sebagai tindakan untuk memastikan fisik yang bersangkutan mengalami pendarahan atau tidak. Rahmat yang secara fisik mengalami penyiksaan yang banyak, dan [menderita] beberapa luka. Sedangkan Bastian dan Luarents tidak dilakukan CT Scan,” kata Ramandey.
Ramandey menyatakan tim Komnas HAM Papua juga telah bertemu dengan Komandan Kopassus Pos Satuan Tugas (Satgas) Damai Cartenz, Jalan Maleo, Kampung Yuwanain, Arso II, Distrik Arso, Kabupaten Keerom pada 3 November 2022. Dalam pertemuan itu, Kapten Hamdan selaku Komandan Kopassus di pos itu menyatakan akan mendukung proses hukum terhadap anggotanya.
“Pihaknya juga akan berusaha akan bertemu dengan pihak keluarga untuk menyampaikan permohonan maaf [atas] tindakan anggotanya. Pihaknya berkomitmen untuk menghormati dan menaati semua proses hukum yang sedang berlangsung,” katanya.
Ramandey menyatakan Komnas HAM Papua mendukung komitmen Pangdam XVII/Cenderawasih untuk memproses anggota Kopassus AD yang terlibat penganiayaan itu. Menurutnya, proses hukum itu penting, demi menjaga wibawa TNI dan wibawa Kopassus sebagai tim elit dari TNI AD.
“Komitmen Pangdam XVII/Cenderawasih itu didukung oleh Komnas HAM Papua, karena Pangdam XVII/Cenderawasih melakukan [upaya itu] untuk menjaga wibawa TNI, juga wibawa Kopassus. Panglima TNI dan KSAD telah memberikan instruksi kepada Pangdam XVII/Cenderawasih untuk memproses seluruh anggota yang terlibat dalam kasus penyiksaan itu. Kami berharap proses sidang berlaku terbuka, sebagai sebuah proses metode pembelajaran, juga dalam rangka penegakan hukum,” katanya.
Komnas HAM Papua juga mendorong Kapolres Keerom melakukan penyelidikan dugaan hilangnya satwa piaraan di pos Kopassus yang dituduhkan kepada ketiga korban.
Komnas HAM Papua pun mendorong Bupati Keerom mengambil peran penting dalam penyelesaian terhadap kasus ketiga anak yang menjadi korban penyiksaan itu. Bupati Keerom diharapkan melakukan upaya pemulihan kondisi psikologis ketiga korban, dan mengupayakan mereka untuk kembali sekolah. “Karena ketiga anak ini telah putus sekolah,” ujar Ramandey.
Menurut Ramandey, Bupati Keerom bisa memfasilitasi pertemuan antara ketiga anak yang menjadi korban, keluarga korban, pihak gereja, keondoafian, dan Kopassus. Pertemuan itu dinilai penting, sebab ada trauma masyarakat atas kasus penganiayaan yang melibatkan prajurit Kopassus itu. “Karena itu Bupati berkewajiban melakukan pertemuan itu, sehingga ada klarifikasi,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!