Jayapura, Jubi – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua meminta pelaku kekerasan seksual terhadap korban berinisial AK yang meninggal dunia dan SN yang masih dirawat dalam kondisi kritis di RSUD Dekai, Kabupaten Yahukimo, harus segera ditangkap. Hal ini penting agar memberikan hak atas keadilan bagi korban dan keluarga korban.
“Saya mohon untuk kasus ini juga, harus ada pelaku yang ditangkap,” kata Direktur LBH Emanuel Gobay dalam jumpa pers di Kantor LBH Papua, Kota Jayapura, Provinsi Papua, Selasa (17/10/2023).
Gobay mengatakan, dalam kasus kekerasan seksual tersebut, Polres Yahukimo telah langsung melakukan evakuasi dan olah TKP serta mengantar kedua korban ke RSUD Dekai, untuk dilakukan pemeriksaan dan perawatan setelah mendengar laporan dari keluarga korban.
“Sudah ada rekam medis atau visum yang polisi bisa pegang sebagai petunjuk, jadi harus diungkap kasus ini,” ujarnya.
Ia mengatakan Polres Yahukimo juga bisa mendengar keterangan dari SN yang dalam kondisi kritis, sebab korbanlah yang dapat memberikan penjelasan terkait kronologi dan siapa yang melakukan kekerasan terhadap dirinya.
“Ciri-cirinya bisa diperoleh dari ibu yang sekarat maupun anaknya yang 12 tahun. Anak sudah 12 tahun cara berpikirnya sudah bagus dan daya ingatnya juga bagus, saya pikir kita bisa dapat keterangan dengan tegas,” ujarnya.
Menurutnya, Polres Yahukimo terkesan justru berlarut-larut dalam mengungkap pelaku kekerasan seksual itu. Pihaknya mempertanyakan profesionalisme dari kepolisian Polres Yahukimo. Dia berharap jangan ada ada praktik diskriminasi dalam penegakan hukum.
“Dua orang perempuan yang menjadi korban kekerasan yang sangat biadab ini, pelakunya harus diungkap agar tidak melahirkan keresahan di tengah masyarakat” ujarnya.
Dari foto yang dipajang keluarga korban dalam jumpa pers menunjukkan di bagian alat vital ada plester, tanpa busana bagian bawah, selain itu ada juga beberapa luka-luka di sekujur tubuh dua perempuan yang menjadi korban kekerasan.
“Bukan hanya mencabik-cabik tapi berujung pada si ibu ini meninggal,” ujarnya sambil menunjukkan foto korban.
Dugaan pelanggaran hukum
Gobay juga mengatakan ada temuan pelanggaran hukum di antaranya tindakan penganiayaan berat yang mengakibatkan meninggalnya seseorang sebagaimana diatur pada Pasal 351 ayat 3, adanya tindak pidana pembunuhan berencana yang diatur dalam Pasal 340 KUHP, dan adanya tindakan penyalahgunaan alat tajam yang melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 tentang Undang-Undang Darurat.
Selain itu, dengan melihat kondisi korban yang tidak berpakaian ada dugaan pemerkosaan sebagaimana diatur dalam Pasal 285 KUHP, dan adanya dugaan pelanggaran tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022.
Ia juga menyampaikan adanya dugaan pelanggaran hak hidup karena adanya penyiksaan yang dialami korban. Selain itu adanya pelanggaran deklarasi internasional tentang antikekerasan terhadap perempuan, apalagi kedua korban juga sebagai korban pengungsian akibat konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI/Polri.
“Tempat ditemukannya kedua korban ini adalah wilayah yang menjadi basis konflik bersenjata, maka secara langsung menunjukan bahwa ada pelanggaran Pasal 3 Konvensi Jenewa tentang perlindungan masyarakat sipil di tengah konflik bersenjata,” ujarnya.
Gobay meminta Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan untuk langsung turun ke Yahukimo, guna menindaklanjuti kasus kekerasan terhadap perempuan yang berujung pada korban meninggal dunia tersebut. Menurutnya hal ini penting untuk membatasi dan mengakhiri, atau membatasi tindakan-tindakan kekerasan terhadap perempuan agar nasibnya tidak sama seperti para pengungsi perempuan lainnya dari Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, dan Maybrat.
“Komnas Perempuan bisa turun ke lapangan melakukan investigasi atas kasus ini yang semata-mata untuk memberikan hak atas keadilan bagi perempuan,” ujarnya. (*)