Sorong Selatan, Jubi – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong Selatan (Sorsel), Papua Barat Daya, menunggak pembayaran beras untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) selama empat tahun, dengan total utang mencapai Rp 2.164.235.864. Kantor Cabang (KC) Bulog Teminabuan membenarkan adanya tunggakan tersebut.
Kepala Bulog KC Teminabuan, Dedy Wahyudi, mengungkapkan bahwa berdasarkan berita acara rekonsiliasi piutang antara Bulog Teminabuan dan Pemkab Sorsel pada 1 April 2022, utang tersebut menjadi tanggung jawab Pemkab.
Dalam rekonsiliasi itu, Pemkab diwakili oleh Kepala Bidang Perbendaharaan Badan Pengelola Aset dan Keuangan Daerah, yang hasilnya menyatakan bahwa Pemda harus menyelesaikan piutang sebesar Rp 2,16 miliar.
Menurut Dedy, rekonsiliasi telah dilakukan pada tahun 2022 dan Juli 2023. Namun, sebelum rekonsiliasi 2023, Pemkab Sorsel melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) mengeluarkan surat tanggapan yang tidak mengakui sebagian piutang dari selisih harga beras tahun 2015 hingga 2017, yang mencapai Rp 1.594.630.180. Pemkab hanya mengakui utang rutin tahun 2018 sebesar Rp 759.214.860.
Pada Desember 2022, Pemkab telah membayar Rp 180.599.880, sehingga masih tersisa Rp 569.605.684.
Secara rinci, tunggakan yang masih menjadi perdebatan meliputi Rp 456.937.490 dari tahun 2015, Rp 617.696.670 dari tahun 2016, Rp 591.998.020 dari tahun 2017, dan Rp 569.605.684 dari tahun 2018, dengan total keseluruhan utang mencapai Rp 2.164.235.864.
Dedy menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Sorsel terkait pembayaran utang ini.
Namun, Pemkab meminta waktu untuk berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) guna mendapatkan petunjuk dan rekomendasi pembayaran, mengingat laporan keuangan dari 2015 hingga 2021 telah diperiksa oleh BPK.
“Kami berharap ada solusi pembayaran dalam waktu dekat agar masalah ini bisa segera diselesaikan,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris BPKAD Sorsel, Abdul Hamid Huwalid, menyatakan bahwa Pemkab perlu mengklarifikasi terkait tunggakan ini. Ia mengaku bahwa pihaknya baru mengetahui adanya piutang Rp 2,1 miliar setelah rekonsiliasi dilakukan.
“Selama ini, Pemkab tidak tahu bahwa ada utang tahun 2015, 2016, dan 2017. Setelah tujuh tahun, baru ada rekonsiliasi yang menunjukkan adanya piutang tersebut,” ujarnya.
Hamid juga menambahkan bahwa dalam pemeriksaan BPK sebelumnya, utang tersebut tidak ditemukan. Selain itu, ia mengklaim bahwa kenaikan harga beras oleh Bulog dari 2015 hingga 2017 tidak pernah diberitahukan kepada Pemkab.
“Kami tahunya harga beras sesuai dengan tahun sebelumnya. Kenaikan harga pun tidak ada pemberitahuan. Untuk membayar piutang tersebut, kami butuh rekomendasi dari BPK agar tidak menyalahi aturan,” tutupnya.
Hingga saat ini, Pemkab Sorsel masih menunggu arahan lebih lanjut terkait pembayaran utang tersebut. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!