Timika, Jubi – Jaksa Penuntut Umum menuntut Roy Marten Howay, salah satu satu terdakwa pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Kabupaten Mimika, dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup. Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum Febiana Wilma Sorbu SH di Pengadilan Negeri Kota Timika pada Kamis (4/5/2023).
Dalam pembacaan tuntutan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan Howay telah turut serta dan melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama. Pembunuhan itu dilakukan bersama enam prajurit TNI dari Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo yang telah divonis bersalah dalam persidangan terpisah, serta tiga orang warga sipil lainnya yang sedang diperiksa Pengadilan Negeri (PN) Kota Timika.
Perkara Roy Marten Howay terdaftar di PN Kota Timika dengan nomor 8/Pid.B/2023/PN Kota Timika. Perkara itu diperiksa Majelis Hakim yang diketuai Putu Mahendra SH MH, dengan hakim anggota M Khusnul F Zainal SH MH dan Riyan Ardy Pratama SH MH.
Kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022. Keempat korban pembunuhan dan mutilasi itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.
Dalam tuntutannya, JPU Febiana Wilma Sorbu SH menyatakan pembunuhan berencana yang dilakukan Roy Marten Howay mengganggu keamanan Kota Timika. Menurut Sorbu, pembunuhan dan mutilasi itu dilatarbelakangi sentimen negatif perlakuan diskriminatif, dan penggunaan kekerasan berdasarkan perbedaan identitas dan kesukuan.
JPU juga menyatakan perbuatan Roy Marten Howay menimbulkan keresahan di masyarakat dan penderitaan bagi keluarga korban. JPU meminta Majelis Hakim menyatakan Roy Marten Howay terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama, sebagaimana ketentuan Pasal 340 jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP. Delik itu merupakan dakwaan pertama JPU kepada Howay.
JPU meminta Majelis Hakim menghukum Howay dengan pidana penjara seumur hidup, dan memerintahkan Howay tetap berada ditahan. JPU juga meminta Majelis Hakim menghukum Howay untuk membayar biaya perkara senilai Rp5 ribu.
Setelah mendengarkan pembacaan tuntutan itu, Hakim Ketua Putu Mahendra SH MH menunda sidang hingga Kamis (11/5/2023). Pada sidang berikutnya itu, Howay diberi kesempatan untuk menyampaikan nota pembelaan atau pledoinya atas tuntutan JPU.
Seusai persidangan, advokat Koalisi Hukum dan HAM untuk Papua Gustaf Kawer selaku kuasa hukum keluarga korban menyatakan tuntutan JPU sesuai dengan harapan keluarga keempat korban. Menurut Kawer, tuntutan JPU itu telah sesuai dengan fakta persidangan.
“[Tuntutan itu] sudah mewakili kemauan keluarga korban, karena dari pertimbangan fakta persidangan dan unsur-unsur itu, [telah] terbukti secara sah dan menyakinkan terdakwa melakukan pembunuhan berencana,” kata Kawer kepada wartawan.
Salah satu kerabat korban pembunuhan dan mutilasi itu, Pale Gwijangge berterima kasih banyak kepada semua pihak yang telah mengawal kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga itu. Ia mengapresi JPU yang sudah menuntut Howay dengan hukuman penjara seumur hidup.
“Mau bilang kecewa ada kecewanya. Yang keluarga harapkan tuntutan mati. Itu dari awal kami bicara [dan sepakati] sampai hari,” ujarnya.
3 terdakwa dituntut terpisah
Dalam kasus pembunuhan dan mutilasi itu, ada tiga warga sipil lain yang sedang diperiksa dan akan diadili di PN Kota Timika. Mereka adalah Andre Pudjianto Lee alis Jainal alias Jack, Dul Umam alias Ustad alias Umam, dan Rafles Lakasa alis Rafles.
Ketiganya diperiksa dalam berkas perkara yang sama, terdaftar di PN Kota Timika dengan nomor perkara 7/Pid.B/2023/PN Kota Timika. Ketiganya juga didakwa dengan delik pembunuhan berencana secara bersama-sama, dan perkaranya juga diperiksa Majelis Hakim yang diketuai Putu Mahendra SH MH, dengan hakim anggota M Khusnul F Zainal SH MH dan Riyan Ardy Pratama SH MH.
Akan tetapi, JPU menyatakan surat tuntutan untuk Andre Pudjianto Lee, Dul Umam, maupun Rafles Lakasa. Surat dakwaan bagi Andre Pudjianto Lee dan kawan-kawan rencananya akan dibacakan pada Jumat (5/5/2023) besok.
Putusan pengadilan militer
Kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika itu menyedot perhatian publik, karena melibatkan enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo. Mereka telah selesai diadili secara terpisah di diadili Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya dan Pengadilan Militer III-19 Jayapura.
Salah satu dari keenam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo itu adalah Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi, yang perkaranya diperiksa oleh majelis hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya. Dalam persidangan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Kota Jayapura, pada 24 Januari 2023, majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Kolonel Chk Sultan bersama Hakim Anggota I Kolonel Chk Agus Husin dan Kolonel Chk Prastiti Siswayani menyatakan Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana, serta menjatuhkan vonis penjara seumur hidup dan pemecatan dari TNI AD kepadanya.
Sejumlah lima prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo lain yang juga menjadi terdakwa kasus pembunuhan dan mutilasi itu adalah adalah Kapten Inf Dominggus Kainama (telah meninggal dunia pada 24 Desember 2022 karena penyakit jantung), Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Rizky Oktaf Muliawan, Pratu Robertus Putra Clinsman, dan Praka Pargo Rumbouw. Pada 16 Februari 2023, Majelis Hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura menyatakan keempat terdakwa juga terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana.
Majelis Hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura yang diketuai Kolonel Chk Rudy Dwi Prakamto itu menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Pratu Rahmat Amin Sese dan Pratu Risky Oktav Mukiawan, dengan tambahan hukuman dipecat dari dinas TNI AD.
Pratu Robertus Putra Clinsman dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Sementara Praka Pargo Rumbouw 15 tahun penjara. Keduanya juga dipecat dari dinas TNI AD. (*)