Makasar,Jubi – Sidang kedua kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat Paniai digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, 28 Spetember 2022. Keterangan saksi menerangkan, Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu minta arahan sebelum penembakan terhadap warga.
Agenda sidang kedua mendengar keterangan saksi. Jaksa menghadirkan empat anggota kepolisian masing-masing, Briptu Abner Onesimus Windesi, Briptu Andy Richo Amir, Brigadir Kepala Riddo Bagaray, Ajun Inspektur Dua Haile S.T Wambrauw.
Saksi Andy Richo adalah anggota Polres Paniai dan berdinas luar sebagai ajudan Asisten I Kabupaten Paniai. Setiap pagi, selama dia bekerja sebagai ajudan pejabat pemerintah kabupaten, kendaraannya di parkir di halaman Koramil 1705-02 Enaroratali, Distrik Paniai Timur.
Parkir mobil di halaman Koramil, menurutnya sudah dilakukan sejak lama oleh pejabat Asisten I bahkan waktu menjadi kepala dinas. Richo juga menjelaskan, jika sang pejabat daerah itu memiliki hubungan keluarga dengan komandan Koramil. “Garasi rumahnya (asisten I) kecil, dan parkir di Koramil dianggap aman,” katanya.
Pada 8 Desember 2014, ketika Richo menuju halaman Koramil, dan memanaskan mobil, sekitar 30 menit, tiba-tiba serombongan massa memenuhi halaman depan Koramil. Dia memperkirakan ada ratusan orang. Mereka berteriak dengan satu irama dan melakukan tarian Waita. Pagar kantor Koramil kemudian ditutup, tapi massa berusaha meringsek masuk. Ada yang menggoyangkan pagar, memanjat.
Jarak Richo dengan pagar tak sampai puluhan meter. Dalam keterangannya dia mengatakannya sekitar 2 meter, tapi kemudian dalam tanggapan Isak Sattu, jaraknya sekitar 6 meter.
Isak Sattu pada peristiwa itu berada di kantor Koramil. Dia, sebagai Perwira Penghubung, meminta anggota koramil tetap tenang. Meski beberapa suara lainnya, meminta Isak Sattu untuk cepat mengambil keputusan. Tapi dia bergeming. Dia kemudian mengangkat telepon genggamnya dan berbicara pada atasannya. “Dia menelpon komandan Koramil yang ada di Nabire dan meminta petunjuk,” kata Richo.
Richo mengatakan, komandan Koramil, Kapten Junaid, saat itu tak berada di kantor Koramil. Sementara kondisi massa semakin panas. Panah dan batu semakin beruntun masuk ke kantor Koramil. Beberapa panah menancap di tanah dan batu telah memecahkan kaca depan kantor itu.
Apel pagi anggota Koramil yang dilaksanakan sekitar lima orang, mulai kalut. Dia meminta pada Isak untuk memberinya perintah agar mengusir massa, untuk menghindari korban dari pihak TNI. Tapi Isak menolak dan tetap berkeras menunggu perintah Komandan Koramil.
Tapi, beberapa anggota Koramil, tetap masuk kantor dan mengambil senjata laras panjang. Richo menirukan perkataan anggota Koramil ke Isak Sattu sebagai Pabung. “Ijin ambil senjata saja dulu,” kata anggota Koramil.
“Tidak usah dulu, tunggu perintah. Tapi kalau mau ambil jangan tembak, kalau ada perintah bilang tembak, baru,” kata Isak.
Massa yang sejak awal teriak, meminta pertanggung jawaban TNI atas kejadian pada malam 7 Desember 2014. Dan tiba-tiba, ketika para anggota Koramil yang telah mengambil senjata menembakkan senjata peringatan mengarah ke langit, seraya meminta massa untuk mundur. Tapi permintaan itu tak digubris. Beberapa orang mulai memanjat. Lalu dengan cepat, tembakan melesat datar. Seorang warga dari barisan aksi terdepan di yang berada tepat di dekat pagar, rubuh.
“Saya di situ dan saya lihat ada anggota Koramil namanya Pak Gatot, anggota provost. Menembak. Ada satu korban yang jatuh, di depan pagar. Saya tidak tahu siapa dia,” kata Richo.
“Apakah anda melihat Pabung di situ?,” tanya hakim.
“Saya tidak lagi melihat Pabung (Isak Sattu).”
Setelah seorang warga terkena tembakan, massa tetap melakukan tarian Waita, tapi dalam posisi mundur. Pada situasi itulah kemudian, pagar koramil yang tadinya tertutup dapat dibuka.
Massa yang terus menari mundur menuju lapangan Karel Gobay. Anggota Koramil kemudian melakukan penyisiran. Richo ikut di belakang Jusman, seorang anggota Koramil. Tak jauh dari tiang bendera lapangan, seorang warga, yang dalam keterangan Richo, mungkin tertinggal sendirian, dihadapi oleh Jusman.
Jusman, membuka pisau sangkur dan menikamnya, sembari mengucapkan, “mati kau.”
Saat kesaksian Richo selesai dalam ruang persidangan yang dimulai pukul 11.00 itu, hakim memberi kesempatan pada Isak Sattu mengajukan pertanyaan dan tanggapan. “Tidak ada anggota Koramil yang mengejar massa,” kata Isak.
Beberapa Sumber Suara Tembakan
Agenda sidang kali ini mendengarkan saksi pada pelanggaran HAM berat Paniai, dilakukan dalam dua sesi. Dua saksi dihadirkan pada pukul 11.00 hingga 14.00 WITA, masing-masing Briptu Abner Onesimus Windesi, Briptu Andy Richo Amir.
Keterangan Dua saksi lainnya dilanjutkan pada pukul 15.30 hingga 18.20, yakni Brigadir Kepala Riddo Bagaray, Ajun Inspektur Dua Haile S.T Wambrauw.
Saksi, Briptu Abner Onesimus Windesi, juga menjelaskan jika jarak kantor Koramil dan Polsek Eranotali, hanya dipisahkan satu kantor distrik Paniai Timur. Jaraknya sekitar 100 meter.
Ketika, massa mundur dari kantor Koramil, anggota Polsek bersama tim Dalmas Polres berjumlah empat orang, juga mengeluarkan senjata peringatan menggunakan senjata jenis AK 47 dari dalam kantor Polsek. Komandan regu Brigadir Kepala Riddo Bagaray, dalam keterangannya mengeluarkan puluhan kali tembakan peringatan.
Setelah peristiwa Paniai berdarah itu, Riddo Bagaray, dikenai hukum mengenai penyalahgunaan senjata api, setelah tim laboratorium forensik memeriksa kesatuan itu di kantor Polres Paniai. “Saya tak ada sanksi hanya sidang,” katanya.
Regu Riddo Bagaray, tinggal di Polsek Enarotali selama delapan hari untuk memastikan keadaan dan aksi susulan yang akan terjadi. “Apakah saudara membuat laporan atau kronologi ke pimpinan, mengenai peristiwa itu?,” kata hakim.
Riddo Bagaray mengatakan, jika selama ini dia tak membuat laporan tertulis semacam itu, hanya secara lisan. Mengenai, uji balistik dan laporan berapa jumlah peluru yang keluar, juga dikatakannya tak dilakukan.
Peristiwa di lapangan Karel Gobay, pagi itu begitu kisruh. Sebuah video amatir yang dipertontonkan dalam persidangan oleh Hakim untuk mengkonfirmasi pernyataan saksi, menggambarkan bagaimana massa berjalan di sebuah jalan aspal di dekat persimpangan. Terlihat lapangan, searah dengan bandara. “Setelah kejadian, saya baru tahu dan mendengar kalau ada empat korban,” kata Riddo Bagaray.
Di dekat lapangan itu, tak hanya kantor Koramil dan Polsek. terdapat pula posko Kopassus dan Paskhas (Korps pasukan elit TNI Angkatan Udara, kini bernama Korps Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat). Keterangan empat saksi menyatakan, ketika keadaan kisruh, suara tembakan terdengar dari beberapa sisi. Termasuk dari arah lapangan, yang didekatnya ada posko Kopassus dan Paskhas .
Jaksa kemudian menjelaskan gambaran dan sketsa dalam BAP lengkap setiap saksi. Baginya, kejadian dalam peristiwa Paniai harus disamakan dengan berkas perkara. Tapi, kemudian kuasa hukum terdakwa, Syarir Cakkari memotong dan mengatakan, sampai sidang kedua, dengan waktu selama 7 hari, dia belum menerima berkas perkara itu.
Syarir Cakkari mengingatkan, jika itu merugikan klien dan kuasa hukum, untuk bersama menelisik bagaimana salinan berkas itu dalam ruang persidangan. “Kami hanya dapat salinan pendek beberapa lembar ini, untuk saksi hari ini,” katanya.
Jaks kemudian membawa sketsa atau denah keadaan Enarotali itu ke meja hakim. Diperlihatkan kepada saksi dan kuasa hukum. “Seharusnya, kami bisa mempelajari berita acara itu di luar persidangan, agar kami bisa memahami dan membela klien kami,” kata Syarir.
Akhirnya, salinan berkas perkara itu diserahkan jaksa kepada kuasa hukum, menjelang akhir pemeriksaan saksi kedua, jelang pukul 14.00. (*)