Jayapura, Jubi – Komisi Yudisial Perwakilan Papua akan mendalami laporan Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua atas dugaan pelanggaran kode etik majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Jayapura yang mengadili gugatan masyarakat adat suku Awyu. Hal itu disampaikan Koordinator Penghubung Komisi Yudisial Perwakilan Papua, Methodius Kossay di Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Selasa (27/2/2024).
“Jadi, kami menerima laporan pengaduan dugaan pelanggaran kode etik majelis hakim PTUN Jayapura yang dilaporkan LBH Papua,” ujar Kossay.
Perkara itu terkait izin kelayakan lingkungan yang diterbitkan DPMPTSP Papua untuk perkebunan kelapa sawit PT Indo Asiana Lestari atau PT IAL. Izin yang digugat masyarakat adat Suku Awyu itu mencakup rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit seluas 36.096,4 hektare di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan. Masyarakat adat Suku Awyu selaku penggugat menyatakan izin itu diterbitkan tanpa sepengetahuan mereka.
Pada 2 November 2023, majelis hakim yang yang dipimpin Merna Cinthia SH MH bersama hakim anggota Yusup Klemen SH dan Donny Poja SH menyatakan gugatan masyarakat adat Suku Awyu tidak beralasan hukum dan ditolak. Pada 22 November 2023 Tim Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua selaku penasehat hukum masyarakat adat Suku Awyu mengajukan banding ke PTTUN Manado.
Pada 26 Februari 2024, LBH Papua mengadukan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku majelis hakim mengadili gugatan masyarakat adat Suku Awyu itu ke Komisi Yudisial Perwakilan Papua. Kossay mengatakan berkas laporan LBH Papua itu akan dikirim ke Kantor Komisi Yudisial RI di Jakarta.
Methodius Kossay mengatakan pihaknya membutuhkan waktu sepekan guna mendalami dan memverifikasi berkas laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim itu. “Proses selanjutnya berkas kami kirim ke pusat dan diperiksa. Kami akan didalami selama satu minggu. Sekarang ini kami dalami ada indikasi pelanggaran kode etik atau tidak?,” katanya.
Kossay mengatakan apabila dalam proses pendalaman ditemukan dugaan ada indikasi pelanggaran, pihaknya akan memanggil saksi dan majelis hakim terlapor untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Kossay mengatakan pemeriksan ini sesuai dengan kewenangan Komisi Yudisial d Pasal 22 ayat (1), Undang Undang Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. “Kalau ada indikasi temuan pelanggaran kode etik [akan diperiksa] sesuai tugas pokok dan kewenangan Komisi Yudisial,” ujarnya.
Dalam pelaporannya ke Komisi Yudisial Perwakilan Papua, Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay menyatakan majelis hakim yang mengadili gugatan masyarakat adat Suku Awyu tidak menggunakan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup. Gobay menyatakan pengabaian itulah yang membuat pihaknya menilai majelis hakim melanggar prinsip dasar kode etik dan pedoman perilaku hakim. (*)
Discussion about this post