Jayapura, Jubi – Masyarakat adat Suku Awyu mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Jayapura yang menolak gugatan mereka atas izin kelayakan lingkungan PT Indo Asiana Lestari yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu atau DPMPTSP Papua. Banding itu diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau PTTUN Manado.
Hal itu disampaikan Tim Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua selaku penasehat hukum masyarakat adat Suku Awyu, advokat Tigor Hutapea di Kota Jayapura, Papua, pada Rabu (22/11/2023). “Kami sudah ajukan banding pakai [fasilitas] e-court. Kami punya beberapa alasan banding, tapi pada intinya kami tidak terima dengan putusan PTUN Jayapura,” kata Tigor kepada Jubi.
Perkara itu terkait izin kelayakan lingkungan yang diterbitkan DPMPTSP Papua untuk perkebunan kelapa sawit PT Indo Asiana Lestari atau PT IAL. Izin yang digugat masyarakat adat Suku Awyu itu mencakup rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit seluas 36.096,4 hektare di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan.
Masyarakat adat Suku Awyu selaku penggugat menyatakan izin itu diterbitkan tanpa sepengetahuan mereka. Gugatan TUN atas izin kelayakan lingkungan perkebunan kelapa sawit itu terdaftar di PTUN Jayapura dengan nomor perkara 6/G/LH/2023/PTUN.JPR.
Tigor mengatakan pihaknya menilai hakim salah menerapkan hukum terkait dengan masalah keputusan kelayakan lingkungan. Tigor mengatakan hakim seharusnya menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Menurut Tigor, aturan itu seharusnya dijadikan pedoman dalam membuat keputusan gugatan izin kelayakan lingkungan. “Itu yang harus digunakan. Kami menilai hakim salah mengambil keputusan terkait tidak adanya pelanggaran prinsip-prinsip lingkungan, karena hakim tidak memakai aturan-aturan dalam lingkungan,” ujarnya.
Ia mengatakan hakim salah mengambil keputusan terkait dengan keterlibatan masyarakat dengan memakai surat Lembaga Masyarakat Adat untuk dijadikan alasan bahwa masyarakat adat sudah menerima perusahaan. Padahal masyarakat adat Suku Awyu menolak kehadiran perusahan perkebunan kelapa sawit PT Indo Asiana Lestari atau PT IAL.
“Justru masyarakat adat sendiri yang menyatakan menerima atau tidak? Nah, dalam kasus ini masyarakat adat tidak menerima, sehingga surat LMA itu tidak bisa diterima. Itu yang menjadi alasan-alasan kami,” katanya.
Tigor mengatakan masyarakat adat Suku Awyu sangat berharap Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Manado akan menilai ulang putusan kasus itu. Ia berharap penilaian itu akan memberikan keadilan bagi masyarakat adat Suku Awyu. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!