Jayapura, Jubi – Sejumlah empat musisi muda Papua menjadikan mitos penciptaan manusia dari suku Asmat Papua dan alam Papua sebagai inspirasi untuk berkolaborasi musik pada ajang Temu Seni yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura, pada 11 – 17 Juli 2022. Temu Seni itu mempertemukan 14 musisi muda Indonesia.
“Kelompok kami sudah memiliki gambaran untuk membuat suatu kolaborasi musik, yaitu menggabungkan suara soundscape dengan instrumen tradisional Papua dan suara yang sudah diubah ke dalam bentuk sampel, serta ditambahkan nyanyian dan senandung khas Papua,” kata musisi muda Papua, Yudhi Kaiwa dikutip dari siaran pers yang diterima Jubi di Jayapura, Kamis (14/7/2022).
Selain Kaiwa, musisi muda Papua lainnya adalah Christian Setyo Adi, Melfritin Waimbo, dan Bastian Marani. Keempat musisi muda Papua itu berbagi kesempatan istimewa dengan musisi muda peserta Temu Seni lainnnya. Mereka saling bertukar pengalaman pada sesi Laboratorium Musik dan Diskusi Kelompok Terpumpun kolaborasi karya musik di Suni Garden Lake Hotel & Resort Sentani, Jayapura, pada 13-14 Juli 2022.
Sepanjang Temu Seni, Kaiwa dan tiga musisi Papua lainnya akan bertukar pengalaman dengan 10 musisi muda dari berbagai daerah lain. Mereka adalah Wahyu Thoyyib Pambayun, Rani Jambak, Halida Bungan Fisandra, Sraya Murtikanti, I Gede Yogi Sukawiadnyana, Presley Talaut, Purwoko Ryan Ajayanto, Sri Hanuraga, Ana Adila Putri dan Yuddan Fijar SugmaTimur.
Christian Setyo Adi mengatakan kelompoknya berupaya menuangkan ide karya dan metode dalam pembuatan karya yang sesuai dengan latar seni budaya peserta yang berbeda. Kemudian, setiap musisi menggambarkan pengalaman masing-masing dari perjalanan ke Pasar Pharaa dan Sanggar Hirosi. Para peserta juga berbagai pengalaman maupun metode dalam pembuatan karya bersama.
Kunjungan ke Pasar Pharaa Sentani dan Club Pecinta Alam Hirosi di Cycloop dilaksanakan sehari sebelum 14 musisi muda memasuki sesi laboratorium dan diskusi. Kunjungan itu menjadi sumber inspirasi yang cukup kuat ditangkap dan dirasakan dalam proses pengkaryaan musik yang ada.
Pada sesi laboratorium dan diskusi itu, 14 musisi dari berbagai latar belakang genre musik yang mendapatkan arahan dan bimbingan dari fasilitator dan budayawan Sutanto dan etnomusikolog Joko Suranto.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan menggelar Temu Seni di kota Jayapura, Papua, 11 – 17 Juli 2022. Sejumlah 14 seniman muda hadir di Kota Jayapura untuk silaturahmi, apresiasi, dan membangun jejaring musik. Para seniman muda itu juga memperkenalkan Indonesia Bertutur 2022 di daerah cagar budaya di Indonesia.
Dosen dan etnomusikolog sekaligus fasilitator dalam ajang Temu Seni, Joko Suranto Gombloh mengatakan Temu Seni adalah momen menarik dan istimewa. Meskipun hanya lima hari, 14 pesertanya membawa tubuh-tubuh musiknya yang memiliki jejak dan sejarah. Dengan tubuh musik seperti itu, hasil kolaborasi 14 musisi muda itu bukan sesuatu yang instan.
“Alih-alih, karya yang ada merupakan sebuah bagian dari proses akumulasi dan formulasi panjang. Mereka adalah komposer muda terpilih, yang masih memiliki passion, semangat, dan etos yang luar biasa. [Mereka] cukup mewakili ragam warna Nusantara yang penuh dengan kebhinekaan,” kata Joko.
Seniman dan budayawan, Sutanto “Tanto Mendut” menjelaskan bahwa Temu Seni di Papua adalah perhelatan yang patut disyukuri. Nyanyian dan tarian yang dibawakan dengan semangat kesukacitaan dan positivitas semakin dirasakan. Itu adalah momen peleburan yang apik, dengan semangat keberagaman yang kaya berkumpul menjadi satu.
“Musisi dan alat-alat musik dari Medan, Minang, Solo, Dayak Kalimantan dan Papua biarlah menjadi unsur-unsur dengan kemungkinan bebas merdekanya, itu berkumpul dan bermusik dalam kebahagiaan, kejujuran dan kemurnian. Eksistensi utamanya adalah saat mereka bersama bermusik. Ajang Temu Seni itu adalah sebuah ‘pancingan’ untuk kreatifitas komposer muda,” kata Tanto Mendut.
Antropolog sekaligus musisi peserta ajang Temu Seni, Halida Bunga Fisandra menuturkan pengalaman berjumpa dan mengenal Papua pertama kalinya secara langsung. Kesan kunjungannya ke Pasar Pharaa menjadi inspirasi utama kolaborasi komponis kali ini, meski dirinya bukan orang asli Papua.
“Pertemuan dengan Papua justru kami jadikan momentum yang dapat mengejawantahkan ekspresi bunyi yang lekat dekat latar belakang tubuh musik kami masing-masing,” kata Halida.
Halida mengakui bahwa waktu yang singkat tak cukup untuk memperdalam kekayaan seni Papua. Konstruksi musiknya muncul dari pengalaman panca indera, yang kemudian ditransmisi lewat vokal dan instrumen yang beragam; seperti sapek, slompret, kendang, dan biola.
Kegiatan Temu Seni itu merupakan salah satu bagian dari rangkaian Festival Mega Event Indonesia Bertutur 2022. Festival itu dihelat sebagai bagian dari Pertemuan Menteri-Menteri Kebudayaan G20 (G20 Ministerial Meeting on Culture) yang akan dilaksanakan di Kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada September 2022.
Temu Seni Jayapura itu melibatkan 14 peserta dari berbagai provinsi yang difasilitasi maestro musik Indonesia yang telah mendapat berbagai penghargaan, yaitu Tanto Mendut dan Joko Suranto (Gombloh). Temu Seni itu juga menghadirkan dua narasumber yang merupakan antropolog, yaitu praktisi, peneliti seni, dan dosen, Enrico Yosi Kondologit, serta Prof DR Djohan Salim. Temu Seni juga melibatkan komunitas seni di Papua, yaitu Action Papua.
Temu Seni Musik menjadi topik utama yang akan diangkat pada pelaksanaan di Jayapura. Hal itu mengingat bahwa seni musik di Indonesia perlu diperhatikan dan dikembangkan sebagai salah satu objek pemajuan kebudayaan. Peserta saling berbagi metode, praktik, dan gagasan dalam proses penciptaan karya. (*)
Discussion about this post