Jayapura, Jubi – Majelis hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya menggelar sidang perkara pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika dengan terdakwa Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi di Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Kota Jayapura, Senin (16/1/2023). Dalam persidangan itu, Oditur menghadirkan tiga orang saksi.
Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi adalah satu dari enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo yang menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga yang terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022. Sejumlah lima tersangka lainnya adalah Kapten Inf Dominggus Kainama (telah meninggal dunia pada 24 Desember 2022 karena penyakit jantung), Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Rizky Oktaf Muliawan, Pratu Robertus Putra Clinsman, dan Praka Pargo Rumbouw.
Berbeda dengan lima terdakwa lain yang didakwa dan menjalani persidangan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Dakhi menjalani persidangan kasus pembunuhan dan mutilasi itu di Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya. Perkara itu diperiksa majelis hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya yang dipimpin Hakim Ketua Kolonel Chk Sultan, didampingi Hakim Anggota I Kolonel Chk Agus Husin, dan Hakim Anggota II Kolonel Chk Prastiti Siswayani.
Dalam persidangan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura pada Senin, Hakim Ketua Kolonel Chk Sultan menyatakan sidang perkara Dakhi digelar di Jayapura karena majelis hakim ingin mendapatkan kebenaran materiil atas perkara pembunuhan dan mutilasi itu. Ia menjamin pihaknya tidak memiliki konflik kepentingan apapun atas perkara pembunuhan dan mutilasi itu.
“Kami menggelar sidang di Jayapura, sebab kami majelis hakim ingin melaksanakan sidang secara benar, mendapatkan kebenaran secara materil. Kami tidak ada kepentingan atas perkara ini,” kata Hakim Ketua Kolonel Chk Sultan dalam sidang.
Ia menegaskan pihaknya akan berusaha sebaik mungkin menjalankan persidangan yang obyektif. “Makanya kami jauh-jauh datang dengan biaya besar, kami berusaha semaksimal mungkin menjalankan tugas ini,” tegasnya.
Dalam sidang Senin, Oditur Letnan Kolonel Chk Eri menghadirkan tiga orang saksi perkara pembunuhan dan mutilasi itu. Ketiga saksi itu adalah Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Rizky Oktaf Muliawan, Pratu Robertus Putra Clinsman. Ketiganya juga menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan dan mutilasi itu, dan dikenai dakwaan pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukum terberat pidana mati.
Pada 19 Desember 2022, Dakhi didakwa Oditur Letnan Kolonel Chk Eri dengan dakwaan berlapis atas perkara pembunuhan dan mutilasi itu. Pada dakwaan pertama primer, Oditur mendakwa Dakhi dengan Pasal 480 ke-2 jo 55 ayat (1) KUHP (tentang secara bersama-sama atau sendiri-sendiri menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan), dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama empat tahun.
Pada dakwaan pertama subsidair, Dakhi didakwa dengan Pasal 365 ayat (4) jo 55 ayat (1) KUHP (tentang bersama-sama atau sendiri-sendiri melakukan pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian yang mengakibatkan kematian) yang diancam pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pada dakwaan pertama lebih subsidair, Dakhi didakwa dengan Pasal 340 jo pasal 55 ayat (1) KUHP (secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain) atau pasal pembunuhan berencana yang diancam hukuman maksimal pidana mati.
Oditor juga mengenakan dakwaan kedua yang disusun sebagai dakwaan alternatif. Pertama, Dakhi didakwa dengan Pasal 132 KUHP Militer (sengaja mengizinkan seorang bawahan melakukan suatu kejahatan, atau yang menjadi saksi dari suatu kejahatan yang dilakukan oleh seorang bawahan dengan sengaja tidak mengambil sesuatu “tindakan” (maatregel) kekerasan yang diharuskan sesuai kemampuannya terhadap pelaku tersebut) yang diancam dengan pidana yang sama pada percobaannya.
Kedua, Dakhi didakwa Pasal 121 ayat (1) KUHP Militer (sengaja meneruskan atau menyampaikan suatu pemberitahuan jabatan yang tidak benar kepada penguasa,atau dengan sengaja melalaikan untuk meneruskan suatu pemberitahuan yang semestinya wajib ia teruskan karena jabatan kepada penguasa yang berhak, atau yang karena pendiamannya dapat merugikan kepentingan dinas atau Negara), diancam dengan pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan.
Ketiga, Dakhi didakwa Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP jo pasal 55 ayat (1) KUHP (bersama-sama atau sendiri-sendiri setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat Kehakiman atau Kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan Kepolisian), diancam pidana penjara paling lama sembilan bulan.
Keempat, Pasal 181 jo pasal 56 ke-2 KUHP (barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya yang sengaja memberi kesempatan , sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan), diancam pidana penjara paling lama sembilan bulan. (*)