Jayapura, Jubi – Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku kuasa hukum keluarga korban menyayangkan pembatasan dokumentasi yang diberlakukan majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Timika dalam sidang perkara pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Kabupaten Mimika pada Kamis (26/1/2023). Majelis hakim membatasi keluarga korban memotret atau membuat video sidang itu.
Pada Kamis, Pengadilan Negeri Kota Timika menggelar sidang pembacaan dakwaan bahwa empat warga sipil yang menjadi terdakwa ksus pembunuhan dan mutilasi itu. Pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022. Keempat korban pembunuhan dan mutilasi itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.
Keempat terdakwa kasus itu adalah Roy Marten Howay (berkas perkaranya terdaftar dengan nomor perkara 8/Pid.B/2023/PN Kota Timika), Andre Pudjianto Lee alis Jainal alias Jack, Dul Umam alias Ustad alias Umam, dan Rafles Lakasa alis Rafles (berkas perkara ketiganya terdaftar dengan nomor perkara 7/Pid.B/2023/PN Kota Timika). Keempatnya didakwa dengan sejumlah delik, termasuk delik pembunuhan berencana secara bersama-sama yang diancam hukuman terberat pidana mati. Kedua perkara itu diperiksa dan akan diadili majelis hakim yang diketuai Putu Mahendra SH MH, dengan hakim anggota M Khusnul F Zainal SH MH dan Riyan Ardy Pratama SH MH.
Anggota Koalisi Penegak Hukum dan HAM, Advokat Fera Waromi menyatakan langkah majelis hakim membatasi keluarga memotret dan membuat video sidang itu membuat isi persidangan hanya diikuti oleh pengunjung yang hadir di dalam ruang sidang. Padahal, banyak kerabat korban yang ikut datang ke Pengadilan Negeri Kota (PN) Timika dan hanya bisa menunggu di depan halaman pengadilan.
Selain itu, ada pula kerabat korban yang tidak bisa datang ke PN Kota Timika, karena tengah mengawal proses persidangan perkara empat prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo yang menjalani persidangan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Kota Jayapura. “Sebagian keluarga korbanberada di Kota Jayapura mengawal persidangan lainnya terhadap empat terdakwa anggota TNI di Pengadilan Militer III -19 Jayapura atas perkara yang sama,” kata Waromi dalam siaran pers pada Kamis.
Waromi menyatakan pembatasan bagi keluarga koban untuk memotret atau membuat video sidang dapat memunculkan anggapan bahwa PN Kota Timika tidak transparan dan tidak profesional dalam mengadili kasus pembunuhan dan mutilasi itu. Ia berharap majelis hakim PN Kota Timika akan mengikuti langkah majelis hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura yang memberi akses bagi keluarga korban melakukan siaran langsung melalui media sosial, memotret, dan merekam video.
Waromi berharap persidangan kasus pembunuhan dan mutilasi di PN Kota Timika dapat berlangsung dengan transparan, profesional dan komprehensif. Koalisi mengimbau Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial mengawasi seluruh proses persidangan kasus itu hingga selesai.
“Keberatan dari kami kuasa hukum [keluarga korban] atas sikap Ketua Majelis Hakim pemeriksaan perkara empat terdakwa kasus mutilasi tersebut merupakan bentuk masukan agar dapat dipertimbangkan, serta kiranya [dapat mengizinkan keluarga korban mengambil video maupun foto],” ujarnya.
Hakim ketua pemeriksa perkara empat terdakwa warga sipil kasus mutilasi, Putu Mahendra SH MH dalam persidangan Kamis menyatakan foto dan video hanya dapat diambil saat persidangan belum dimulai. Putu melarang pengambilan foto maupun video saat berjalannya persidangan. Menurutnya, pelarangan itu untuk menjaga kelancaran jalannya persidangan kasus mutilasi Mimika. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!