Hakim Pra Peradilan diminta batalkan penetapan Plt Bupati Mimika sebagai tersangka korupsi

Pra Peradilan
Sidang pemeriksaan saksi ahli yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang Pra Peradilan di Pengadilan Negeri Jayapura, Senin (13/3/2023). - Jubi/Theo Kelen

Jayapura, Jubi – Dalam sidang Pra Peradilan di Pengadilan Negeri Jayapura pada Selasa (14/3/2023), para penasehat hukum Pelaksana Tugas Bupati Mimika,  Johannes Rettob dan Direktur Asian One, Silvi Herawaty selaku pemohon Pra Peradilan menyampaikan kesimpulannya. Dalam kesimpulan itu, mereka meminta hakim menyatakan penetapan Rettob dan Silvi sebagai tersangka korupsi tidak sah dan batal demi hukum, karena tanpa bukti yang cukup.

Penasehat hukum Rettob dan Silvi meminta hakim mengabulkan seluruh permohonan Pra Peradilan yang diajukan Rettob dan Silvi. Mereka mendalilkan bahwa penetapan Rettob dan Silvi sebagai tersangka tidak memiliki bukti awal yang cukup, karena tidak dilengkapi audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan adanya kerugian keuangan negara dalam pengadaan Operasional Pesawat Terbang Cesna Grand Caravan C 208 B EX dan Helicopter Airbus H 125 untuk Pemerintah Kabupaten Mimika.

Penasehat hukum juga meminta hakim memerintahkan Kejaksaan Tinggi Papua menghentikan penyidikan terhadap Rettob dan Silvi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat dan helikopter itu. Mereka juga meminta Kejaksaan Tinggi Papua memulihkan nama baik Rettob dan Silvi.

“[Kami meminta hakim] menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Kejaksaan Tinggi Papua yang berkaitan  dengan penyidikan dan penetapan tersangka terhadap Rettob dan Silvi, [dan] memerintahkan Kejaksaan Tinggi Papua untuk memulihkan nama baik  Rettob dan Silvi dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabat seperti sebelum di tetapkan sebagai tersangka,” demikian isi kesimpulan.

Pra Peradilan yang disidangkan di PN Jayapura itu terkait dengan langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua yang pada 26 Januari 2023 menetapkan Pelaksana Tugas Bupati Mimika, Johannes Rettob dan Direktur Asian One, Silvi Herawaty sebagai tersangka korupsi  kasus pengadaan pesawat jenis Cessna Grand Carawan dan helikopter Airbush H-125. Hingga kini, Kejati Papua tidak menahan keduanya.

Rettob dan Silvi Herawati kemudian mengajukan Pra Peradilan di Pengadilan Negeri Jayapura, pada 24 Februari 2013. Pra Peradilan itu terkait dengan keabsahan penetepan keduanya sebagai tersangka korupsi oleh penyidik Kejati Papua. Perkara itu terdaftar dengan nomor perkara 1/Pid.Pra/2023/PN Jap. Sidang diperiksa dan diadili Hakim Tunggal Zaka Talpatty.

Sebelumnya, dalam sidang Pra Peradilan pada Senin (13/3/2023), pihak Kejaksaan Tinggi Papua menghadirkan saksi ahli, Abdul Rofiek dan Hernold F Makawimbang untuk mematahkan permohonan Pra Peradilan Rettob dan Silvi mereka. Abdul Rofiek merupakan ahli auditing keuangan yang bekerja di BPK dan Pembangunan atau BPKP Provinsi Papua. Sementara Hernold adalah ahli hukum keuangan negara dan ahli penghitungan kerugian keuangan negara yang berpengalaman 25 tahun bekerja di BPK.

Dalam kesaksiaannya, Abdul Rofiek menyatakan perhitungan kerugian keuangan negara tidak hanya dilakukan BPK. Ia menyatakan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), BPKP, inspektorat, maupun akuntan publik dapat melakukan penghitungan kerugian keuangan negara.

Abdul menyatakan ia adalah pihak mengaudit perjanjian kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Mimika dan PT Asian One Air terkait sewa menyewa pesawat jenis Cessna Grand Carawan dan helikopter Airbush H-125 pada 2022. Ia menyatakan audit itu menemukan bahwa PT Asian One Air belum melakukan kewajiban membayarkan hasil operasional kedua pesawat yang mencapai Rp21.848.875.000.

“Kami melakukan pemeriksaan terhadap dokumen pembayaran maupun tagihan yang diberikan Pemerintah Kabupaten Mimika kepada kami. Jadi tidak harus meminta keterangan terhadap yang bersangkutan. Laporan hasil audit kemudian diserahkan kepada pemohon, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Mimika dan ditembuskan kepada BPK,” kata Abdul.

Menurut Abdul jika ada permintaan audit investigatif dari aparat penegak hukum seperti kepolisian atau kejaksaan terkait penghitungan kerugian negara, hal itu dapat dilakukan akuntan publik, BPKP maupun instansi lainnya. Ia menyatakan jika audit investigasi yang dilakukan bersama-sama penyidik itu menemukan dugaan pelanggaran hukum, maka aparat penegak hukum dapat menyatakan itu kerugian keuangan negara. “Jadi tidak hanya BPK [yang nyatakan kerugian negera]. Aparat penegak hukum dapat nyatakan itu kerugian keuangan negara bila terkait tindak pidana korupsi,” ujar Abdul.

Saksi lainnya, Hernold F Makawimbang juga menyatakan bahwa BPK bukan satu-satunya lembaga negara yang bisa menyatakan adanya kerugian keuangan negara. Ia menyatakan BPKP, akuntan publik, maupun aparat penegak hukum pun dapat menyatakan adanya kerugian keuangan negara.

Hernold menyatakan kerugian keuangan negara itu mencakup ada empat unsur yakni hilangnya kewajiban membayar kepada yang berhak,  perbuatan melawan hukum dalam hal melanggar pengelolaan keuangan negara, adanya kerugian nyata, dan unsur memperkaya diri.

Hernold juga menyatakan ada banyak audit keuangan yang dilakukan oleh lembaga selain BPK, dan telah menyatakan adanya kerugian keuangan negara. Hal itu bahkan menjadi obyek penelitian dalam disertasinya yang menyigi 1.050 audit penghitungan kerugian keuangan negara.

“Makanya dalam disertasi saya, 10 persen [audit itu] BPK [yang] menghitung. [Sekitar] 37 persen dihitung BPKP, 35 persen dihitung jaksa, dan sisanya yang menentukan hakim yang mengambil ahli menyatakan kerugian keuangan negara seorang hakim. Hakim yang mempunyai kewenangan kemerdekaan, karena bisa saja jumlah yang dihitung berbeda di pengadilan,” kata Hernold mencontohkan. (*)

Comments Box

Dapatkan update berita terbaru setiap hari dari News Room Jubi. Mari bergabung di Grup Telegram “News Room Jubi” dengan cara klik link https://t.me/jubipapua , lalu join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
banner 400x130
banner 728x250