Opini  

Protes diplomatik untuk Fiji dan dialog Jakarta – Papua (1/2) 

Fiji
Benny Wenda saat bertemu PM Fiji, Sitiveni Rabuka, di Suva, Fiji, Rabu (22/2/2023). - Jubi/Sitiveni Rabuka Twitter

*Oleh: Thomas Ch Syufi

Tanggal 3 Maret 2023, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) secara resmi melayangkan protes lewat nota diplomatik kepada Pemerintah Fiji, atas sikap negara ini melalui Perdana Menteri Sitiveni Rabuka, yang menerima kunjungan Ketua Persatuan Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda di Kota Nadi, Fiji, saat pertemuan para pemimpin negara Pasifik atau Pacific Island Forum (PIF), 20 Februari 2023. Indonesia mengirimkan nota diplomatik ke Fiji sebagai bentuk ekspresi kecewaannya atas pertemuan Rabuka dan Wenda, pemimpin kemerdekaan Papua yang melakukan tur Pasifik dari Eropa.

“Indonesia menyampaikan kekecewaan mendalam atas pertemuan PM Fiji (Rabuka) dengan seseorang (Benny Wenda) yang secara sepihak mengaku mewakili rakyat Papua di Indonesia,” kata Juru Bicara Kemlu Indonesia, Teuku Faizasyah.

Protes Indonesia itu berangkat dari pertemuan formal Rabuka (terpilih 14 Desember 2022) dengan pemimpin kemerdekaan Papua di pengasingan (Oxford, Inggris), Benny Wenda, yang membahas sejumlah hal terpenting tentang masalah Papua. Salah satu agenda krusial yang dibawa oleh Wenda adalah meminta dukungan Fiji, sebagai salah satu negara anggota Melanesian Spearhead Groups (MSG) bersama Front de Liberation Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS)—Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu—untuk menerima dan mendukung aplikasi (proposal) ULMWP, agar beranjak dari status “observer” saat ini menjadi anggota penuh (full members) MSG pada KTT MSG di Port Vila, Vanuatu, Juli mendatang.

Pertemuan resmi Rabuka dengan Wenda yang dihadiri Wakil Perdana Menteri Fiji, Biman Prasad, tersebut memberikan sinyal positif bagi ULMWP, dalam menata masa depannya pada keluarga besar serumpun di Pasifik. Rabuka secara eksplisit dan gamblang mendukung Benny Wenda dan kelompoknya, termasuk menyokong organisasi perhimpunan semua faksi perjuangan kemerdekaan Papua, yaitu ULMWP, masuk sebagai anggota penuh MSG.

Rabuka impulsif untuk mendukung Papua masuk keanggotaan penuh MSG, karena orang-orang Papua yang dimasukkan menjadi bagian dari Indonesia sejak 1 Mei 1963 adalah satu ras dan rumpun, yakni Melanesia.

“Ya, kami mendukung mereka Persatuan Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP) karena mereka juga Melanesia,” kata Rabukan dilansir Benar News, 1 Maret 2023.

Rabuka tetap mendorong keanggotaan Papua dalam blok negara-negara Pasifik. Wenda pun menyambut baik dengan menyatakan bahwa hubungan Fiji dan Papua Barat (West Papua) diperbaharui.

“Suatu kehormatan untuk bertemu dengan Anda berdua (Rabuka dan Prasad) dan mendiskusikan masa depan Melanesia dan Pasifik yang lebih luas,” kata Wenda dilansir Tempo, 3 Maret 2023.

Marape dan Rabuka
James Marape dan Rabuka bermain golf saat turnamen Golf Somare dan Mara di Suva, Fiji. Mr Rabuka kini dihormati sebagai tokoh senior dari Melanesia dan Pasifik. – Jubi/rabuka akun pribadi Twitter

Sikap inklusif PM Sitiveni Rabuka terhadap sowan Benny Wenda ke Fiji, merupakan sebuah kisah dan babak baru dalam sejarah pemerintahan Fiji, dalam menyikapi isu HAM dan kemerdekaan Papua. Tentu langkah Rabuka ini antagonistik dengan pemerintahan Fiji sebelumnya di bawah kepemimpinan PM Frank Bainimarama selama 16 tahun, dan Papua Nugini selama satu dekade memblokade isu HAM dan gerakan kemerdekaan Papua, demi merawat hubungan baik dengan Indonesia.

Hal itu terlihat dalam beberapa tahun terakhir. Demi menetralkan kritik dan menangkal dukungan untuk gerakan kemerdekaan Papua, Indonesia gencar menggelontorkan bantuan ke negara-negara Pasifik, termasuk Fiji dan Papua Nugini. Bantuan Jakarta mungkin relatif kecil dibandingkan donor lama seperti Australia, tetapi masih signifikan untuk negara kepulauan yang tertinggal secara ekonomi. Fiji, misalnya, Indonesia baru-baru ini mendanai rekonstruksi dua asrama sekolah senilai US$ 1,9 juta setelah badai tropis (Winston) pada 2019 menghancurkannya (BenarNews, 1 Maret 2023).

Pemerintah Indonesia juga memberi bantuan dana penanganan Covid-19 kepada Fiji bersama Kepulauan Solomon, dan Timor Leste dengan masing-masing 2,88 miliar, dan bantuan senilai 7.500 dolar AS untuk para korban topan tropis yang menghantam Fiji 8 April 2020 (Antara, 22 April 2020).

Namun, semua bantuan Indonesia kepada Fiji itu seperti menggarami lautan, setelah terjadi perubahan atmosfer politik di negara yang meraih kemerdekaan dari Kerajaan Inggris 10 Oktober 1970 tersebut. Kini lanskap politik di Pasifik, khususnya Fiji tentang isu Papua, telah berubah setelah Rabuka memenangi pemilihan umum Fiji pada 14 Desember 2022. Padahal selama 16 tahun sejak tahun 2006 mantan Perdana Menteri Frank Bainimarama mengambil alih tampuk kekuasaan melalui kudeta, yang membuat Fiji terperosok dalam lembah kelam dan kerapuhan demokrasi. Termasuk isu Papua pun terkunci rapi, demi miliran-triliunan anggaran yang disodorkan oleh pemerintah Indonesia kepada Fiji.

Laporan pemerintah AS tahun 2021 tentang HAM di Fiji membenarkan bahwa rezim Bainimarama sangat otoriter, dengan membatasi kebebasan berekspresi, pers, dan hak berkumpul secara damai. Tahun 2021, sembilan tokoh oposisi, termasuk Rabuka, ditangkap karena mengkritik undang-undang pemerintah (United States Institute of Peace, 22 Desember 2022).

Indonesia
Pertemuan Benny Wenda dengan PM Vanuatu, Ishmael Kalsakau. – Jubi/IST

Pelanggaran HAM

Masalah kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua tak pernah mengenal batas dan akhir. Darah dan air mata orang Papua terus mengalir di berbagai pelosok negeri untuk meneriakkan keadilan dan perdamaian. Tak bisa diestimasikan lagi berapa ribu orang Papua yang telah mati dibunuh oleh militer Indonesia, sejak Papua secara faktual diambil alih oleh pemerintah Indonesia 1 Mei 1963, dan diperkuat dengan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969—yang hingga sekarang masih digugat oleh mayoritas orang Papua karena dinilai manipulatif dan ilegal.

Kekerasan demi kekerasan di negeri ini terus menjadi persoalan ketidakadilan dan dehumanisasi yang aktual dan relevan di setiap derap hidup orang Papua, bahkan berpotensi terus terjadi ke depan. Beragam kekerasaan yang dilakukan terhadap orang Papua, baik itu kriminalisasi, penangkapan, penculikan, pemenjaraan, dan pembunuhan semena-mena (di luar hukum). Militer Indonesia terus membunuh orang Papua dengan stereotip yang variatif, baik sebagai separatis, Organisasi Papua Merdeka (OPM), maupun kelompok pengacau keamanan atau antipemerintah.

Padahal berbagai tuduhan itu tidak mendasar. Terbukti banyak orang Papua yang tak berdosa mudah dibunuh oleh militer Indonesia. Ketika mereka ke kebun atau di kandang ternak, mereka ditembak oleh aparat keamanan. Ketika rakyat Papua, termasuk para aktivis mahasiswa, mengekspresikan pandangan politiknya secara damai juga ditangkap, ditendang, dipukul hingga cacat, dijebloskan ke penjara, bahkan dibunuh.

Padahal, orang Papua memiliki hak mutlak untuk berjuang dan bersuara demi mempertahankan eksistensinya di tanah air mereka (Papua), atas berbagai kebijakan politik pemerintah Indonesia yang kerap kontroversial dan merugikan rakyat Papua. Bersambung. (*)

*Penulis adalah Koordinator Papuan Observatory for Human Rights (POHR)

Comments Box

Dapatkan update berita terbaru setiap hari dari News Room Jubi. Mari bergabung di Grup Telegram “News Room Jubi” dengan cara klik link https://t.me/jubipapua , lalu join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
banner 400x130
banner 728x250