Jayapura, Jubi- Musik bambu gaya seniman Kepulauan Solomon dan Bougainville baru saja tampil dalam Festival Seni dan Budaya Melanesia di Port Villa, 19-30 Juli 2023. Bambu bambu disusun rapi sesuai dengan nada. Lalu ada seorang menabuhnya dengan memakai alat tabuh menyerupai sandal jepit.
Sambil menyanyikan lagu lagu khas saat Bougainville dan Kepulauan Solomon tampil dalam Festival Seni dan Budaya Melanesia .
Berbeda dengan Kepulauan Solomon, bagi masyarakat wilayah Daerah Otonom Bougaiville musik bambu lahir karena penindasan dan tekanan militer dalam operasi pemberantasan pemberontakan Bougainville Red Army (BRA) pimpinan Sam Kaouna.
Leonard Fong Roka dalam artikelnya berjudul, “Bamboo Band—war time music and dance in Kieta, Bougainville” menyebutkan sebagian besar wilayah Kieta di Bougainville tengah, tahun-tahun sebelum krisis tidak banyak terlihat alat musik khas Solomon yang terbuat dari bambu yang dikenal oleh orang Kieta dan Nagovis sebagai “Kabaki” dan gerakan tariannya yang semarak umumnya disebut sebagai “Tari Sulaiman”.
Menurut dia, berkurangnya minat terhadap seni yang kemudian semakin sekarat ini karena blokade militer PNG dan Australia di wilayah Bouganville, disambut dengan keras oleh orang-orang Kieta dan Nagovis sejak 1989 dengan teriakan dan syair dalam bermain musik bambu dan tari sulaiman.
Lebih lanjut Roka menulis masa-masa genting tahun 1989 di Bougainville mengubah orang Bougainville menjadi genre musik lokal yang perlahan terhapus oleh kejayaan tambang Panguna.
Krisis tersebut membuat pusat-pusat perkotaan Bougainville khususnya Arawa kehilangan akses penduduk asli. Orang Papua dan New Guinea menguasai jalan-jalan itu dan orang Bougainville harus tetap berada di semak-semak atau pusat perawatan di bawah perlindungan pasukan keamanan PNG; atau tetap tinggal di hutan, bersembunyi.
Di wilayah Arawa di mana sebagian besar penduduk warga Kampung Darenai di Lembah Tumpusiong, mereka terpaksa mengambil beberapa pipa PMV untuk menggantikan pipa bambu mereka di tengah hutan di bawah pengawasan militer PNG dan sering mendapat intimidasi .
Jelang referendum 2019 di Bougainville tim kesenian dan musik bambu juga tampil dalam memeriahkan penentuan suara warga Bougainville saat itu.
Festival musik bambu pun digelar, di Buka Island wilayah otonomi Bougainville.
Festival Empat Hari Bougainville bertitel Yumi Wan (semua bersatu) dibuka secara resmi oleh President Chief Autority Bougainville Governtment (ABG) Dr John Momis di Bel Isi Park di Kota Buka, ibukota Bougainville Otonom.
Festival Yumi Wan bertujuan menyatukan masyarakat Bougainville melalui musik bambu, tari dan seni serta kerajinan dalam persiapan Referendum Bougainville,menghasilkan kemenangan bagi mayoritas warga Bougainville yang memilih merdeka.
Musik bambu dari Raja Ampat dan Biak Numfor
Musik bambu di Provinsi Papua Barat Daya juga terdapat di Kabupaten Raja Ampat yaitu dari Kampung Saproken. Musik dan tradisional mereka namakan kelompok Man Kombon dalam bahasa Biak Raja Ampat atau Betew artinya Burung Cenderawasih.
Mengutip jadesta.kemenparekraf.go.id menyebutkan kalau tarian tersebut menceritakan tentang perilaku Cenderawasih wilson dan merah, yang dianggap sebagai raja penjaga hutan.
Tariannya selalu diiringi musik bambu dan patung cenderawasih. Alat yang digunakan berbahan dasar bambu yang dibuat langsung oleh seniman lokal diiringi oleh gitar dan ukulele, suling dan kerang tronton. Kegiatan ini biasa dilakukan pada saat perayaan hari-hari besar adat atau penyambutan tamu dari berbagai instansi luar kampung.
Pada 2018 silam, sebanyak 237 seniman musik bambu “Kamen Berok” dari Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua tiba di kota Biak untuk berkonvoi keliling kota setelah pulang dari mengisi acara peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Merdeka, Senin (20/8/2018).
Rombongan pemusik bambu dari Biak itu mengisi acara pentas budaya saat perayaan kemerdekaan RI di ibukota Republik Indonesia di Jakarta.(*)