Jayapura, Jubi – Pemerintah Kota atau Pemkot Jayapura melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menyerahkan benda-benda budaya kepada masyarakat kampung adat dalam rangka pelestarian kesenian tradisional Port Numbay.
“Pemerintah memberikan bantuan benda-benda budaya supaya masyarakat termotivasi untuk menemukan budaya masing-masing,” ujar Kepala Bidang Kebudayaan, Grace Linda Yoku, mewakili Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura, Abdul Majid, di Kantor Wali Kota Jayapura, Kamis (10/8/2023).
Pemberian benda-benda budaya kepada masyarakat adat merupakan upaya pelestarian kebudayaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
“Pemberian benda-benda budaya kepada lima tim tari tradisional dari lima kampung yang merupakan generasi milenial. Pemerintah beli dari masyarakat dan dikembalikan lagi kepada masyarakat,” ujarnya.
Pelestarian benda-benda budaya dibuat sendiri oleh masyarakat kampung, lanjut Grace Yoku, kesenian tradisional itu dibuat sendiri, sehingga mereka menjadi pelaku dalam melestarikannya.
“Benda-benda budaya ini diajarkan orang tua kepada anak-anak mereka, sehingga tetap dilestarikan dan kembangkan, karena setiap benda budaya yang ada di kampung mempunyai cerita dan artinya masing-masing,” ujarnya.
Dinas Pendidikan Kota Jayapura melibatkan rumah sanggar tradisional yang berada di lima kampung adat, yaitu Kampung Yoka, Kampung Kayu Batu, Kampung Enggros, Kampung Skouw Mabo, dan Kampung Nafri.
“Ada lima benda-benda budaya yang harus dilestarikan, seperti tifa, hiasan kepala untuk menari [laki-laki dan perempuan] noken [tas khas Papua], rumbai-rumbai, dan aksesoris untuk ditampilkan,” ujarnya.
Dalam melestarikan budaya, dikatakan Grace Yoku, karena budaya merupakan sebuah identitas bangsa beranekaragam di setiap daerah yang menjadi hal terpenting dalam perjalanan peradaban manusia dalam mengenal leluhurnya.
“Jadi, ini masuk ke dalam benda-benda yang harus dilestarikan dan dikembangkan serta didokumentasikan. Pelestarian budaya adalah sebuah sistem yang besar sehingga melibatkan masyarakat agar saling terhubung antar sesama,” ujarnya.
Dinas Pendidikan Kota Jayapura melibatkan pemuda dan masyarakat kampung agar nilai-nilai leluhur budaya yang ada dalam suatu tradisi dapat tetap dipertahankan di tengah gempuran era globalisasi.
“Kami upayakan diambil dari kampung adat masing-masing, karena mempunyai ciri khas yang berbeda, sehingga muncullah khasanah budaya yang begitu luar biasa dapat muncul sesuai dengan budaya masing-masing,” ujarnya.
Melalui kegiatan ini, dikatakan Grace Yoku, ada pelestarian nilai-nilai budaya yang tadinya akan hilang bisa diajarkan dan dikembangkan kembali dari generasi tua ke generasi muda.
“Jadi, kami tidak ambil dari satu tempat tetapi masing-masing disiapkan oleh ibu-ibu di kampung itu dan diajarkan kepada generasi penerus. Jadi ada kerjasama antara bapak, mama, dan anak dalam mempersiapkan benda-benda budaya,” ujarnya.
Begitupun juga dengan tari-tarian, lanjut Grace Yoku, diiringi lagu tradisional yang akan ditampilkan oleh anak-anak mulai usia dari 10-18 tahun, sehingga mereka bisa mengetahui makna dan isi cerita dalam tarian itu
“Satu kampung yang menari ada 20 orang. Dengan adanya perayaan HUT ke-78 kemerdekaan Indonesia, harapan kami agar kebudayaan Port Numbay [Kota Jayapura] semakin dicintai, dicari, digali, dan diperkenalkan kembali,” ujarnya.
Nilai-nilai budaya mereka, lanjut Grace Yoku, yang selama ini mereka lihat tapi tidak paham, mereka mengenali dan menjadi generasi milenial dan bisa melestarikan nilai-nilai budaya yang berada di kampung masing-masing sekaligus merawat demokrasi dan kebangsaan di kampung.
“Jadi, bicara budaya adalah bicara tentang identitas diri, tentang integritas, tentang siapa kamu dan siapa saya. Saya mengajak generasi Port Numbay yang tersebar di 14 kampung agar melestarikan budaya agar tidak hilang,” katanya.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Keuangan Setda Kota Jayapura, Widhi Hartanti, mewakili Penjabat Wali Kota Jayapura, Frans Pekey, mengatakan pemberian benda budaya untuk generasi muda di Port Numbay agar bisa dilestarikan.
“Bukan hanya dipakai tapi membuat, menjaga, dan mempelajarinya karena masing-masing kampung mempunyai ciri khas, arti, dan makna yang berbeda-beda,” ujarnya.
Widhi berharap masyarakat Port Numbay yang tersebar di 14 kampung memiliki kepedulian, rasa tanggung jawab sebagai bukti jati diri dalam menjaga, merawat, dan melestarikan baik benda budaya dan bahasa agar tidak punah.
“Anak-anak muda yang menerima benda-benda budaya ini bisa menggunakan sesuai peruntukkannya dan sesuai ketentuan yang ada agar budaya masing-masing kampung tetap dilestarikan dan tidak hilang,” katanya.
Kepala Suku Kampung Enggros, Zeth Itaar, menambahkan budaya dan bahasa daerah khususnya di Kampung Enggros terus diajarkan kepada generasi muda baik di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat demi menjaga dan melestarikan warisan leluhur.
“Kami ada sanggar tari tradisional yang melibatkan anak-anak kampung. Kami latih mereka agar ke depannya mereka bisa ajarkan kepada anak-anak mereka, supaya benda budaya dan bahasa tidak hilang,” katanya. (*)