Sentani, Jubi – Sekretaris Eksekutif United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP, Markus Haluk mengatakan perjuangan bangsa West Papua menuntut penentuan nasib sendiri untuk melepaskan diri dari praktik kolonialisme modern Negara Indonesia bukanlah perjuangan yang pro rasisme.
Rakyat West Papua, kata Haluk, hendak melawan sistem negara kolonial yang menindas harkat, martabat dan harga dirinya sebagai bangsa West Papua.
“Perjuangan Bangsa Papua tidak rasis. Rakyat Indonesia mari dukung kami, Bangsa Papua, melawan sistem yang menindas, merendahkan dan menginjak- injak martabat dan harga diri manusia seperti binatang,” katanya melalui layanan aplikasi pesan di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Jumat (3/5/2024).
Sekretaris Eksekutif ULMWP itu menjelaskan bahwa rakyat bangsa West Papua tidak bersikap rasis terhadap ras, suku, agama, atau kelompok manapun bagian dari warga Nusantara. Rakyat bangsa West Papua, menurutnya tahu bagaimana menghargai perbedaan dan keunikan sebagai sesama ciptaan Tuhan yang berharga dan bermartabat.
Haluk mengajak rakyat Indonesia di Tanah Papua dan di Indonesia yang peduli pada kemanusiaan dan penderitaan bangsa West Papua agar mendukung dan berjuang bersama menentukan nasib sendiri bangsa West Papua.
“Saya mengajak tentara dan polisi, akademisi, rohaniawan, pemuka agama, jurnalis, politisi, birokrat, NGO, seniman, swasta, kaum tani, buruh, mahasiswa serta rakyat Indonesia mari dukung perjuangan kami untuk menentukan Nasib Sendiri. Ini perjuang kita bersama untuk masa depan kita, perjuangan kemanusiaan,” kata Haluk.
Markus Haluk menyontohkan bukti sejarah adanyabdukungan orang Belanda kepada kemerdekaan Indonesia. “Sewaktu rakyat Indonesia berjuang merebut kemerdekaan itu, sebagian orang Belanda juga turut berjuang membantu Indonesia merdeka karena peduli terhadap kemanusiaan dan penderitaan rakyat Indonesia,” ujarnya.
Dia menyebutkan seorang Belanda pendiri pasukan elit TNI, Kopassus, Letkol M. Idjon Djanbi atau Rhodes Barendrecht “Rokus” Visser adalah mantan anggota Korps Speciale Troepen KNIL (tentara belanda) yang ikut mendirikan dan menjadi komandan Kopassus pertama. “Ia pasukan elit Belanda tetapi karena kemanusiaan, penderitaan dan perjuangan Rakyat Indonesia, maka ia bergabung dan membantu rakyat Indonesia merdeka,” kata Haluk.
Terkait ajakan mendukung penentuan nasib sendiri untuk West Papua, juru bicara Front Nasional Rakyat Indonesia untuk West Papua atau FRI-West Papua, Surya Anta Ginting, mengakui memang pada umumnya warga Indonesia antipati terhadap perjuangan bangsa Papua.
Namun menurut Ginting sejak gerakan Anti-Rasisme meluas pada tahun 2019 mulai muncul polarisasi. “Ada yang berempati terhadap penderitaan dan perjuangan rakyat Papua tetapi meminta agar Papua tidak berpisah dari Indonesia,” ujar Surya Ginting.
Menurut dia praktik kolonialisme Indonesia terhadap bangsa West Papua yang sudah lama da cukup masif membuat rakyat Indonesia tidak langsung bisa paham. “Praktek yang dilakukan Indonesia di Papua adalah praktik kolonialisme. Karena itu penting kiranya bagi rakyat Indonesia yang pernah mengalami [atau mengetahui] penderitaan dalam masa penjajahan Belanda dan Jepang untuk memberikan solidaritas dan turut serta melawan praktek penjajahan tersebut,” kata jubir FRI-West Papua itu melalui layanan aplikasi pesan kepada Jubi, Sabtu (4/5/2924).
Surya Anta Ginting, yang pernah menjadi tahanan politik Indonesia karena bersolidaritas untuk hak penentuan nasib sendiri Papua, mengajak rakyat Indonesia yang sadar untuk bangkit bersolidaritas melawan sistem kolonialisme yang menindas manusia itu.
Dirinya yakin ketika rakyat Indonesia yang peduli kemanusiaan dan sadar terhadap praktik kolonial negara kepada orang Papua, lalu bangkit mengritik negara, maka akan ada dampak pada proses perjuangan pembebasan rakyat Papua.
“Kritik dari pihak luar [negeri] atas berbagai praktek kekerasan akibat kolonialisme di Papua itu sudah jadi barang biasa. Tapi kritik dari rakyat Indonesia terhadap pemerintahnya itu lebih berdampak,” ujarnya.
Jubir FNRI-West Papua menjelaskan bahwa sikap FRI-West Papua mendukung hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua merujuk pada semangat dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa ‘Kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan’.
“Jadi akar masalah di Papua hanya bisa diselesaikan secara politik, bukan dengan otsus, pendekatan keamanan, Daerah Otonomi Baru (DOB) atau kesejahteraan dan infrastruktur,” kata Surya Anta Ginting.(*)
Discussion about this post