Jayapura, Jubi – Puluhan mahasiswa dari Dewan Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nduga se-Indonesia atau DPC-IPMNI meminta Panglima TNI (Tentara Nasional Indonesia) segera menarik pasukan TNI di Kabupaten Nduga. Hal itu disampaikan DPC-IPMNI dengan membacakan pernyataan sikap di halaman Asrama Ninmin, Abepura, Kota Jayapura, Provinsi Papua pada Sabtu (13/4/2024).
Ketua DPC-IPMNI Kota studi Jayapura Harnamin Gwijangge mengatakan pasukan TNI melakukan serangan pengeboman dari udara pada 30 Maret 2024 sekitar pukul 04.00 WIT (subuh) terhadap Kampung Yuguru, Geselema, Mapenduma, dan Paro di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pengunungan.
Militer Indonesia, katanya, menggunakan 20 helikopter, 2 jet tempur pemburu, dan melakukan pemantauan udara menggunakan 2 kamera drone.
“Tindakan pada 30 Maret 2024 itu mengakibatkan salah satu masyarakat sipil bernama Ibu Perina Lokbere tangan kanannya terputus. Dalam operasi itu beberapa kampung jadi sasaran, yakni kampung Yuguru, Geselema, Mapenduma, dan Paro,” ujar Gwijangge.
Karena peristiwa itu, pihaknya meminta kepada Panglima TNI dan Pangdam Cenderawasih segera menarik pasukan organik maupun nonorganik yang beroperasi di wilayah Nduga. Gwijangge juga meminta Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kabupaten Nduga segera bertindak menghentikan operasi udara maupun darat yang dilakukan TNI.
DPC-IPMNI juga meminta Pemkab Nduga segera memfasilitasi jurnalis nasional maupun internasional bisa menjangkau Kabupaten Nduga untuk mengambil bukti bekas pengeboman yang dilakukan TNI pada 30 Maret 2024 itu.
“Kami meminta kepada TNI segera menghentikan serangan udara dan mencari jalan perang sesuai yang sudah tetapkan TPNPB sejak 2017 hingga sekarang, yakni dari Jalan Trans Papua hingga di batas Batu, itu adalah wilayah kawasan perang,” ujar Gwijangge.
Ia menambahkan, akibat perang antara TNI/Polri dan TPNPB-OPM, masyarakat sipil menjadi korban dan pengungsian terus-menerus meningkat. Menurutnya, akibat konflik bersenjata antara militer Indonesia dan TPNPB-OPM sejak 2018 hingga 2024, masyarakat Nduga yang mengungsi sebanyak 63.490 jiwa. Mereka meninggalkan kampung halaman mencari lokasi aman, bahkan sampai ke kabupaten lain seperti Kabupaten Lanny Jaya, Jayawijaya, Tolikara, Yahukimo, dan Pegunungan Bintang.
DPC-IPMNI juga menyinggung keselamatan pilot Kapten Phlips Marten. “Kami mahasiswa Nduga meminta Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Selandia Baru membuka diri bernegosiasi dengan TPNPB-OPM demi keselamatan pilot Kapten Phlips Marten,” katanya.
Gwijangge mengatakan pihaknya siap membuka akses dan memberikan jaminan keamanan tim investigasi Hak Asasi Manusia atau HAM dan pekerja kemanusiaan, baik tingkat nasional maupun internasional untuk segera datang ke Kabupaten Nduga.
Ia juga mendesak TNI/Polri dan TPNPB-OPM segera menghentikan konflik bersenjata dan mendorong perundingan politik untuk mencari jalan solusi penyelesaian akar konflik di Papua yang dimendiasi para pihak ketiga.
“TNI/Polri stop melakukan kekerasan intimindasi dan pembunuhan terhadap warga sipil Kabupaten Nduga,” ujarnya.
Menurut Gwijangge, Operasi Namangkawi yang diubah menjadi Operaso Habema berbahaya bagi masyarakat sipil di Kabupaten Nduga dan Papua. Karena itu Gwijangge meminta operasi tersebut segera dihentikan. (*)