Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyampaikan keprihatinan atas peristiwa kekerasan dan konflik bersenjata yang terus terjadi di Tanah Papua. Hal itu disampaikan Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro di Jakarta pada Minggu (14/4/2024).
“Komnas HAM menyatakan keprihatinan dan memberikan atensi terhadap peristiwa kekerasan yang terjadi di Papua,” ujarnya.
Atnike mengatakan Komnas HAM mencatat 12 peristiwa kekerasan yang terjadi di Papua yang menyasar anggota TNI/Polisi maupun warga sipil sepanjang Maret hingga April 2024. Atnike mengatakan belasan peristiwa itu mengakibatkan 4 warga sipil dan 5 anggota TNI/Polisi luka-luka, 5 anggota TNI/Polisi dan 3 warga sipil meninggal dunia dan 2 perempuan mengalami Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Atnike mengatakan kasus-kasus tersebut memperlihatkan bahwa siapapun dapat menjadi korban akibat konflik dan kekerasan yang kerap terjadi di Papua. Komnas HAM mendesak penegakan hukum yang transparan dan akuntabel, khususnya oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (PolriI) selaku aparat penegak hukum.
“Serta penegakan hukum secara akuntabel terhadap pihak-pihak yang terlibat demi tegaknya supremasi hukum,” ujarnya.
Atas dasar itu, Atnike mengatakan Komnas HAM mendorong adanya evaluasi pada tataran operasi, komando, dan pengendalian keamanan dalam penanganan setiap kekerasan bersenjata di Papua untuk memperbaiki kebijakan keamanan. Komnas HAM juga mendorong pemerintah, termasuk TNI dan Polri untuk senantiasa menggunakan pendekatan yang terukur dalam menghadapi konflik dan kekerasan di Papua.
“Bahwa semua pihak, baik aparatur sipil, aparat keamanan, maupun kelompok sipil bersenjata, harus menjamin keselamatan warga sipil. Hal ini penting untuk menjamin keselamatan dan perlindungan HAM warga sipil,” ujarnya.
Atnike mengatakan Komnas HAM juga mendorong pemerintah untuk terus mengupayakan penguatan ekosistem damai di Papua dengan menjamin adanya pelayanan kesehatan, pendidikan, dan perekonomian lokal. Hal ini penting untuk menekan eskalasi konflik bersenjata dan kekerasan di Tanah Papua.
“Komnas HAM akan terus memantau perkembangan situasi Hak Asasi Manusia di Papua,” katanya.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua atau LBH Papua Emanuel Gobay mengatakan polisi harus mengusut tuntas secara khusus kasus yang terjadi saat demonstrasi di Nabire pada 5 April 2024. Gobay berharap polisi profesional dalam penegakan hukum.
“Harapan saya tidak satu-dua kasus saja yang dibuka, ini kan menjadi fakta penegakan hukum yang diskriminatif. Saya harap polisi lebih profesional agar tidak memicu konflik,” ujarnya.
Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia atau Elsham Papua Pdt Matheus Adadikam STh mengatakan sangat penting bagi negara untuk mengubah pendekatan militeristis yang telah digunakan selama bertahun-tahun di atas Tanah Papua. Adadikam mengatakan peristiwa konflik bersenjata dan kekerasan di Papua sebagai gunung es.
“Kita hanya melihat kasus-kasus pelanggaran yang tampak di permukaan dari begitu banyak kasus kekerasan, bahkan kejahatan yang terjadi terhadap warga sipil di Tanah Papua,” kata Adadikam dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (12/4/2024).
Adadikam mengatakan negara harus bertanggung jawab atas peristiwa-peristiwa kekerasan terhadap masyarakat sipil di atas Tanah Papua dan menghentikan praktik impunitas yang mencederai nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Ia mengimbau pihak TNI/Polisi dan TPNPB untuk menjunjung tinggi HAM dan tidak merugikan warga sipil dalam konflik bersenjata. (*)
Discussion about this post