Jayapura, Jubi – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Papua Tengah terpilih melalui mekanisme pengangkatan, John NR Gobai menegaskan bahwa pelaku usaha asli Papua atau OAP mestinya terlibat dalam pengadaan barang, jasa dan pengelolaan sumber daya alam atau SDA di Tanah Papua.
Namun menurutnya, ada berbagai hambatan yang dihadapi pelaku usaha OAP tersebut. Kendala itu di antaranya seperti birokrasi pemerintah di Tanah Papua sering menggunakan ‘sistem pengusaha langganan’ atau ‘rekan abadi’.
Selain itu, pemberian pekerjaan lebih mempertimbangkan ‘fee’ atau ‘uang pelicin’, adanya aparatur sipil negara atau ASN yang berperan ganda sebagai kontraktor, serta pelaku usaha asli Papua yang masih harus berhadapan dengan sistem kongsi pengusaha non Papua.
“[Hal-hal inilah yang] membuat peluang pelaku usaha asli Papua, semakin kecil untuk memperoleh pekerjaan dari dana APBD,” kata John Gobai melalui panggilan teleponnya kepada Jubi, Jumat (14/2/2025).
Akan tetapi di sisi lain menurut Gobai, ada pula pelaku usaha asli Papua yang terkadang menjual atau mengalihkan pekerjaan yang diberikan kepadanya, kepada pelaku usaha lain dan masih bergantung pada pelaku usaha non Papua.
Selain itu, pelaku usaha asli Papua juga belum merata menggunakan teknologi informasi secara daring, seperti yang diatur secara nasional.
Kata Gobai, sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 Pasal 2 Ayat 1 menyatakan setiap orang berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak serta bebas memilih dan/atau pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
Dalam Ayat 2 menyatakan, orang asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah Provinsi Papua berdasarkan pendidikan sistem dan keahliannya.
Ada juga Perpres Nomor 17 Tahun 2019 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah untuk percepatan pembangunan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Berdasarkan berbagai regulasi itu, di Provinsi Papua telah disahkan Peraturan Daerah Provinsi atau Perdasi Papua Nomor 12 Tahun 2023 tentang pengadaan barang/jasa pelaku usaha orang asli Papua.
“Dalam Perdasi itu diatur, penunjukan langsung pengadaan langsung atau jasa untuk pelaku usaha asli Papua dengan nilai Rp 200 juta atau pagu anggaran paling banyak Rp 1 miliar,” ucapnya.
Sementara itu, tender terbatas barang atau jasa untuk pelaku usaha asli Papua bernilai paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 5 miliar.
John Gobai juga meminta Kamar Adat Pengusaha Papua atau KAPP dan pengusaha Papua agar mengerjakan pengelolaan sumber daya alam seperti pertambangan rakyat, pengelolaan laut dan nelayan, hutan dan danau serta pangan lokal.
Katanya, untuk pengelolaan beberapa potensi SDA itu, di Provinsi Papua telah diatur dalam Peraturan Daerah Khusus atau Perdasus, agar pelaku usaha asli Papua dapat menggunakan regulasi itu sebagai dasar melakukan pengelolaan SDA, dan pemerintah daerah wajib tunduk dan taat pada pelaksanaan regulasi tersebut.
“Di sisi lain, pemerintah daerah wajib membuat pembinaan dan pengawasan bagi pelaku usaha asli Papua. Pemda harus melaksanakan peraturan daerah secara sungguh-sungguh. Jangan mengutamakan kepentingan politik dan utang politik. Hentikan kerja ganda atau melalui keluarga atau rekan oleh oknum di pemerintah daerah,” tegas Gobai.
Ketua Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Boven Digoel, Papua Selatan, Vedi Djevly Parauba mengatakan pelaku usaha asli Papua memiliki potensi. Mereka tidak kalah dibandingkan pelaku usaha dari luar Papua.
Namun minimnya pendampingan dan pemberdayaan oleh pemerintah terhadap pelaku usaha asli Papua, dianggap menjadi penyebab mereka kurang optimal hingga membuat mereka kalah bersaing dengan pengusaha dari luar.
“Kalau bicara potensi, pengusaha Asli Papua sangat bagus. Namun minimnya pendampingan dari pemerintah selama ini membuat mereka kalah bersaing,” kata Vedi Djevly Parauba belum lama ini. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!