Jayapura, Jubi – Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua Emanuel Gobay mengatakan ada pihak yang mempunyai kepentingan ekonomi dalam Pembangunan Rumah Sakit Unit Pelayan Terpadu (RS-UPT) Vertikal Universitas Cenderawasih atau Uncen Papua.
Hal itu dinyatakan dalam diskusi perlindungan kawasan resapan air bersama warga Dusun Konya, di Kota Jayapura, Provinsi Papua pada Sabtu (09/03/2024).
“Saya ingin mengatakan terkait pembangunan rumah sakit ini ada beberapa pihak yang punya kepentingan ekonomi di dalam yang pertama adalah pihak Uncen. Itu tanah sertifikatnya adalah tanah milik Uncen dan rumah sakit ini dibangun milik pemerintah. Di mana pihak Uncen akan menerima uang sewa setelah lima tahun berjalan. Jadi lima tahun sekali mereka akan bayar tapi saya tidak tahu berapa harganya begitu. Itu keuntungan ekonomi pertama yang akan diterima Uncen,” katanya.
Gobay menjelaskan, hal ini bisa dimungkinkan karena universitas adalah badan hukum pendidikan dan sebagai subjek hukum bisa melakukan perbuatan hukum perdata perjanjian dan sebagainya. Di atas itu, ini akan menjadi rumah sakit nomor satu di Papua maupun Indonesia. Jadi rujukan pasien nanti ke sini dan kemudian seperti apa jumlah pasiennya bisa dibayangkan saja. Yang pasti pemerintah yang akan mendapatkan keuntungan dari pembangunan rumah sakit ini.
“Kondisi keuntungan ekonomi yang menggiurkan kemudian ada pihak lain yang sedang berpikir membangun bangunan lain, karena rumah sakit membutuhkan penunjang seperti kios, penginapan, rumah perawat, dan rumah dokter. Seorang ibu merupakan warga konya mengatakan ada pihak yang datang pegang empat sertifikat tanah dan kalau kita lihat secara ekonomi politik berarti orang tersebut sedang berpikir untuk bagaimana mendulang keuntungan dari fasilitas pendukung nantinya,” terangnya.
Gobay mengatakan hal tersebut dalam konteks siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan kemudian siapa saja yang menjadi musuh atau bahkan bertentangan dengan warga konya. Dengan kondisi itu saya harap kepada teman-teman semua perlu untuk kerja sama. Karena yang pasti warga Konya akan terus diganggu ke depan. Orang yang punya kepentingan dalam pembangunan rumah sakit itu akan datang dengan segala macam cara dan warga akan jadi seperti yang ada sekarang tidak mampu menghadapi orang-orang tersebut.
“Selanjutnya berkaitan dengan kawasan resapan air yang mana dibangun rumah sakit tersebut, Menteri Kesehatan sudah mengeluarkan Peraturan nomor 40 tahun 2022 tentang Persyaratan Teknis Bangunan, Prasarana dan Peralatan Kesehatan Rumah Sakit. Di dalam peraturan menteri kesehatan ada menyebutkan kriteria-kriteria kelayakan pembangunan rumah sakit harus dibangun di mana,” katanya.
Ia menjelaskan, syarat untuk membangun sebuah rumah sakit, yang paling pertama rumah sakit harus dibangun di tanah yang keras dan juga harus memiliki tempat pengelolaan limbah yang baik. Pengelolaan limbahnya ada dua yang satu limbah medis dan satunya limbah non medis. Dan sementara yang dibangun ini di kawasan resapan air, pertanyaannya adalah kawasan resapan air ini tanah keras atau tidak. Kalau tidak secara peraturan menteri kesehatan pembangunan rumah sakit tersebut tidak sesuai atau sudah melanggar peraturan.
“Yang dipertanyakan lagi adalah di atas tanah rawa atau kawasan resapan air ini kira-kira mereka akan lakukan tempat pengelolaan limbah dimana dan seperti apa kita belum tahu dan kita bisa bayangkan kawasan ini layak atau tidak untuk membangun rumah sakit. kita bayangkan saja dampaknya bagi warga konya seperti bagaimana jika terjadi banjir,” katanya.
Gobay juga menduga dampak dari pembangunan rumah sakit bisa saja menghilangkan rumah warga jika terjadi banjir. Dan juga limbah dari rumah sakit mengandung bahan kimia yang sangat berbahaya.
“Pembangunan rumah sakit ini tanpa ada izin kelayakan lingkungan sampai hari ini belum ada izin yang dikeluarkan hingga sekarang. Saya katakan demikian karena dalam bulan Februari kita baru tahu ada undangan yang keluar yang mana undangan itu dibuat atau dikeluarkan tim penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL. Bahkan AMDAL itu baru sedang merumuskan atau dibuat,” katanya.
Ia menjelaskan memang AMDAL belum dibuat kalau sudah dibuat sejak kapan dan masyarakat siapa yang dimintai keterangan dan pengambilan keterangan seperti apa. Warga di sini mengakui tidak pernah ada pertemuan dengan pihak pembangunan rumah sakit atau tim pembuat AMDAL yang dilakukan di sini. Warga hanya mengatakan, kalau tim yang mengatasnamakan Uncen datang menyerahkan kuesioner dan minta warga isi dan itu terjadi di bulan November 2023. Kemudian di bulan Januari 2024 ada tim dari pembangunan rumah sakit juga datang ke lubang batu untuk melihat debit air.
“Itu menunjukkan bahwa ini bagian dari dalam mereka merumuskan AMDAL dan itu membuktikan bahwa bentuk AMDAL ini dibuat tanpa melibatkan masyarakat tidak ada pertemuan yang demokratis dan terbuka dan dialog antara warga dan pihak tersebut,” katanya.
Gobay yang juga merupakan pendamping hukum warga Konya mengatakan kalau memang tim penilai AMDAL sudah membuat AMDAL pasti ada surat kelayakan yang dikeluarkan tapi belum ada jadi dapat dikatakan bahwa rumah sakit ini dibangun tanpa izin lingkungan.
“Pertanyaannya itu bisa atau tidak secara undang-undang perlindungan lingkungan hidup itu tidak bisa tapi menurut undang-undang cipta kerja itu bisa sambil pembangunan jalan sambil buat AMDAL,” kata Gobay. (*)
Discussion about this post