Enarotali, Jubi – Suburnya konflik kekerasan dan pembunuhan terhadap warga sipil orang asli Papua (OAP) yang dilakukan oleh aparat kemarin (TNI dan Polri) menunjukkan Presiden Jokowi dan pemerintahannya justru memposisikan manusia Papua layaknya binatang yang sedang hidup di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Karena itu Koalisi Masyarakat Sipil Papua Barat Untuk Kemanusiaan menegaskan, negara melalui aparat TNI terus merenggut nyawa rakyat Papua dalam berbagai kasus dari waktu ke waktu tanpa hentinya.
“Pemerintah Jokowi pun melanjutkan praktek pendahulu-pendahulunya, yaitu melakukan kebijakan politik pembangunan infrastruktur dengan pendekatan militeristik, serta mengobar janji manis menyelesaikan kasus-kasus Pelanggaran HAM di Papua, dan membangun perdamaian,” kata Pastor Dr. Bernard Baru dari SKP-OSA Sorong kepada Jubi melalui keterangannya, Rabu, (7/9/2022)
Rutinitas kunjungan Jokowi ke Papua dan proses hukum kasus pelanggaran HAM Paniai Berdarah 2014 pada Pengadilan HAM yang saat ini sedang di dorong pun dijadikan argumentasi utama pemerintahan Jokowi dengan menyatakan berkomitmen membangun Manusia Papua dan perdamaian hidupnya.
Menurut dia, dari kasus terbaru tindakan kekerasan oleh aparat terjadi lagi. Dalam kurun waktu 10 hari, tujuh orang warga sipil Papua mengalami tindakan kekerasan aparat TNI yang sangat keji dan menunjukkan sifat tidak manusiawinya aparat TNI.
Tindakan ini berujung matinya lima orang warga Papua di antaranya empat orang warga sipil Papua, Arnold Lokbere (29), Irian Nirigi (38), Lemaniol Nirigi (29) dan Atis Tini (13) dibunuh secara keji dengan cara ditembak dan dimutilasi oleh delapan orang anggota TNI Satuan Brigif 20 Raider Devisi 3 Kostrad Timika yang bekerja sama dengan 4 Warga Sipil sebagai pelaku, dua orang diantara pelakunya merupakan perwira menengah berpangkat Mayor dan Kapten.
“Peristiwa ini terjadi pada 22 Agustus 2022 di Kota Timika. Kasus ini terjadi 10 hari sebelum Presiden Jokowi mendatangi Kota Timika atau mengunjungi PT Freeport. Kasus yang sama juga terjadi di kampung Mememu, Kabupaten Mappi, pada 30 Agustus 2022, satu hari sebelum Jokowi mendatangi kota Timika,” ujarnya.
“Tiga orang warga sipil Papua setempat atas nama Bruno Amenim Kimko, Yohanes Kanggun, (seorang pemuda), disiksa secara brutal oleh anggota TNI Satgas Yonif Raider 600/Modang, dua orang korban mengalami luka berat pada bagian belakangnya, satu di antaranya Bruno Amenim Kimko meninggal pascatindakan penyiksaan keji itu,” sambungnya.
Berbagai kekerasan di Papua ini tak kunjung usai, sejak Papua dianeksasi oleh pemerintah Indonesia tahun 1963, sejak itu kekerasan militer lahir dan terus terjadi di Papua.
Sementara, Advokat Simon Banundi dari LP3BH Manokwari mengatakan, OAP bagaikan ditakdirkan hidup untuk disiksa dan dibunuh oleh aparat TNI Polri.
Pembantaian terhadap rakyat Papua berulang kali dilakukan dalam berbagai operasi militer meluas di seluruh bumi Papua, maupun tindakan sewenang-wenang dari aparat.
“Pembunuhan, penyiksaan, penculikan, serta perampasan tanah dan pemindahan paksa masyarakat adat Papua itu merupakan perbuatan yang ditentang oleh hukum-hukum HAM maupun hukum perang atau humaniter dan juga etika sosial dan agama, namun tetap saja tindakan tidak manusiawi itu dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan militernya,” kata dia.
Kondisi ini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup rakyat Papua di atas tanah leluhurnya.
Kekerasan yang meningkat tinggi ini telah banyak menghilangkan nyawa orang Papua, dan dengan pendekatan pemerintah Indonesia dan militernya yang tak peduli terhadap kehidupan rakyat Papua ini membuat masa depan kehidupan rakyat Papua dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin suram, kondisi ini dapat berkontribusi terhadap pemusnahan etnis bangsa Papua.
Untuk itu, Koalisi Masyarakat Sipil Papua Barat Untuk Kemanusiaan menyatakan mengutuk keras tindakan tidak manusiawi TNI dalam kasus pembunuhan empat warga Nduga (Papua) di Timika dengan cara ditembak dan dimutilasi, serta Penganiayaan tiga warga Mappi yang berujung tewasnya seseorang
“Kami juga mendesak Komnas HAM RI membentuk KPP HAM melakukan penyelidikan independen dan mengungkap sebenar-benarnya kasus ini. Pemerintah Indonesia, TNI dan Polri wajib memecat dan memproses hukum anggota TNI para pelaku pembunuhan empat warga Papua di Timika dan Penganiayaan tiga warga Papua di Mapi dengan sanksi yang maximal bagi pelakunya,” katanya.
Presiden dan Panglima TNI sudah saatnya menghentikan pengiriman pasukan TNI organik dan non organik di seluruh tanah Papua.
Pihaknya juga menyerukan kepada badan-badan HAM PBB yakni Dewan HAM PBB, Pelapor Khusus PBB Untuk Penyiksaan, Penghilangan Orang Secara Paksa, pembunuhan di luar hukum untuk melakukan intervensi HAM di Papua terhadap tindakan perlakuan hukum yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia ini.
Selain itu, pihaknya juga menyerukan kepada seluruh komunitas dunia pemerhati HAM diantaranya lembaga gereja, lembaga atau kelompok HAM internasional, dan komunitas masyarakat sipil internasional lainnya untuk turut bersolidaritas dengan rakyat Papua, mendesak Pemerintah Indonesia menyelesaikan konflik Papua secara damai melalui mekanisme dialog antara Pemerintah Indonesia dan kelompok pro kemerdekaan. (*)