Jayapura, Jubi – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro menyatakan Komnas HAM terus memantau sidang perkara empat terdakwa kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga yang tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Kota Timika. Hal itu dinyatakan Atnike saat dihubungi Jubi pada Rabu (10/5/2023).
“Komnas HAM telah melakukan pemantauan sidang mutilasi baik [yang berlangsung di] pengadilan militer maupun pengadilan sipil. Sampai hari ini pun tim kami masih berada di Timika untuk pemantauan proses persidangan,” kata Atnike.
Kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga itu terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022. Keempat korban pembunuhan dan mutilasi itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.
Pengadilan Negeri (PN) Kota Timika tengah memeriksa perkara empat warga sipil yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan dan mutilasi itu. Mereka adalah Roy Marten Howay (berkas perkaranya terdaftar dengan nomor perkara 8/Pid.B/2023/PN Kota Timika), Andre Pudjianto Lee alis Jainal alias Jack, Dul Umam alias Ustad alias Umam, dan Rafles Lakasa alis Rafles (berkas perkara ketiganya terdaftar dengan nomor perkara 7/Pid.B/2023/PN Kota Timika).
Kedua perkara itu diperiksa dan akan diadili majelis hakim yang diketuai Putu Mahendra SH MH, dengan hakim anggota M Khusnul F Zainal SH MH dan Riyan Ardy Pratama SH MH. Pada 4 Mei 2023, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Roy Marten Howay dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama, dan dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup. Pada 8 Mei 2023, Jaksa Penuntut Umum menuntut Andre Pudjianto Lee, Dul Umam, dan Rafles Lakasa dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama, dan dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup.
Atnike menyatakan ia belum bisa menyampaikan hasil pemantauan proses sidang empat warga sipil di PN Kota Timika itu. “Terkait hasil temuan, belum bisa kami sampaikan karena kami masih melakukan pemantauan proses sidang yang masih berlangsung,” ujarnya.
Meskipun demikian, Atnike menegaskan bahwa polisi harus menjamin hak dari keluarga korban untuk mengikuti dan menyaksikan persidangan dengan aman tanpa rasa takut. Ia menyatakan penggeledahan yang dilakukan polisi terhadap setiap pengunjung sidang tidak boleh menghalang-halangi hak keluarga korban untuk mengikuti sidang kasus pembunuhan dan mutilasi itu.
“Pemeriksaan bagi orang yang memasuki ruang persidangan bisa dilakukan untuk prinsip keamanan persidangan. Tetapi [pemeriksaan itu] tidak dapat diterapkan secara diskriminatif,” ujarnya.
Atnike menyatakan persidangan harus dilakukan secara terbuka dengan tetap memastikan situasi yang aman dan kondusif bagi tersangka, saksi, dan korban/keluarga. “Saya tidak mengetahui konteks pemeriksaan polisinya seperti apa, tapi hak korban/keluarga untuk mengakses persidangan harus dilindungi,” katanya.
Advokat Koalisi Penegak Hukum dan HAM untuk Papua Helmi selaku kuasa hukum keluarga korban meminta Komisi Yudisial dan Pengawasan Internal Mahkamah Agung mengawal dan memantau proses persidangan kasus pembunuhan dan mutilasi di PN Kota Timika. Menurutnya, pengawasan itu penting untuk menjaga independensi Majelis Hakim mengadili perkara itu.
“[Pengawasan itu] sekaligus [penting] untuk membangun kepercayaan publik, khususnya keluarga korban pada peradilan yang mengadili perkara itu. Kasus ini adalah kasus yang telah mendapat atensi baik nasional maupun internasional. Presiden pun pernah mengomentari dan meminta pengusutannya secara tuntas,” kata Helmi kepada Jubi, Kamis (11/5/2023).
Putusan pengadilan militer
Kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika itu menyedot perhatian publik, karena melibatkan enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo. Mereka telah selesai diadili secara terpisah di diadili Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya dan Pengadilan Militer III-19 Jayapura.
Salah satu dari keenam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo itu adalah Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi, yang perkaranya diperiksa oleh majelis hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya. Dalam persidangan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Kota Jayapura, pada 24 Januari 2023, majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Kolonel Chk Sultan bersama Hakim Anggota I Kolonel Chk Agus Husin dan Kolonel Chk Prastiti Siswayani menyatakan Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana, serta menjatuhkan vonis penjara seumur hidup dan pemecatan dari TNI AD kepadanya.
Sejumlah lima prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo lain yang juga menjadi terdakwa kasus pembunuhan dan mutilasi itu adalah adalah Kapten Inf Dominggus Kainama (telah meninggal dunia pada 24 Desember 2022 karena penyakit jantung), Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Rizky Oktaf Muliawan, Pratu Robertus Putra Clinsman, dan Praka Pargo Rumbouw. Pada 16 Februari 2023, Majelis Hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura menyatakan keempat terdakwa juga terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana.
Majelis Hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura yang diketuai Kolonel Chk Rudy Dwi Prakamto itu menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Pratu Rahmat Amin Sese dan Pratu Risky Oktav Mukiawan, dengan tambahan hukuman dipecat dari dinas TNI AD.
Pratu Robertus Putra Clinsman dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Sementara Praka Pargo Rumbouw 15 tahun penjara. Keduanya juga dipecat dari dinas TNI AD. (*)