Sentani, Jubi – Desi Kula (14) seorang pasien remaja yang melahirkan di usia dini asal Kampung Bina, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah berhasil diselamatkan di RSUD Yowari di Kabupaten Sentani, Provinsi Papua pada 8 April 2024. Kula mengalami ‘partus abnormal’ karena plasenta atau ari-arinya tertahan di dalam rahim, tak bisa keluar dengan sendirinya.
Membutuhkan waktu hingga 8 hari perjalanan sejak Desi melahirkan di Kampung Bina, 1 April 2024, hingga operasi pengeluaran plasenta selesai dilakukan di RSUD Yowari Sentani pada 8 April 2024.
Membawa Desi bersama bayinya dan didampingi ayahnya lebih 350 km dan hanya bisa lewat jalur udara memungkinkan berkat program Kartu Otsus Sehat di Provinsi Papua Tengah. Program ini bekerja sama dengan penerbangan misi Yayasan Mission Aviation Fellowship (MAF) yang membawa Desi bersama bayi dan ayahnya, Las Kula dari Kampung Bina ke RSUD Mulia, lalu dirujuk ke RSUD Yowari di Kabupaten Sentani.
Public Relations MAF Elisabeth Boikole kepada Jubi, Senin (15/4/2024) mengatakan penerbangan itu bisa dilakukan berkat kerja sama dengan Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Papua Tengah dalam skema program Kartu Otsus Sehat di Papua Tengah.
“Sehingga biaya penerbangan, transportasi darat seperti ambulance, dan sebagainya dibantu oleh dinas terkait. Kerja sama tersebut sudah berjalan dua tahun sejak digulirkan,” katanya.
MAF, kata Boikole hanyalah perpanjangan tangan Pemprov Papua Tengah. “Semua itu dari pemerintah, kami hanya mendukung supaya program pemerintah ini bisa berjalan dengan baik, khusus melayani masyarakat di pedalaman,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Papua Tengah dr Siliwanus Sumule mengatakan ketika mendapat informasi dari pihak RS Mulia terkait kasus perempuan melahirkan, tetapi plasenta ari-arinya masih tertahan, maka RS Mulia meminta penerbangan agar pasien dirujuk ke RSUD Yowari di Sentani.
Pemprov Papua Tengah, jelas Sumule, telah memiliki program Kartu Otsus Sehat (KO Sehat) dengan sumber pembiayaan dari Dana Otonomi Khusus. Program ini diprioritaskan untuk Orang Asli Papua (OAP) dari Papua Tengah.
“Berdasarkan program itu, kami bekerja sama dengan sejumlah lembaga keagamaan, salah satunya MAF. Kami malam itu [setelah mendapat kabar soal kasus plasenta abnormal di Kampung Bina] menelepon pihak MAF karena sudah deposito uang sehingga mereka atur jadwal penerbangan. Lalu mereka jemput dan bawa ke Rumah Sakit Yowari yang paling dekat,” kata dr Sumule saat dikonfirmasi Jubi melalui telepon, Selasa (16/4/2024).
Ia menjelaskan bahwa keluarga Desi Kula ada di sekitaran areal RSUD Yowari sehingga pasien itu dirujuk ke sana, agar dekat dengan keluarganya yang ada di sana. Meski begitu, KO Sehat memiliki kantor cabang di Jayapura yang disebut Liaison Officer (LO) untuk menangani pasien rujukan dari delapan kabupaten di Provinsi Papua Tengah.
Biaya tambahan di RSUD Yowari
Las Kula (41), ayah kandung Desi Kula, menjelaskan selama perawatan anaknya dan cucunya di RSUD Yowari, ia sempat harus mengeluarkan biaya tambahan. Sebelum operasi pengeluaran plasenta anaknya, dari pihak Rumah Sakit Yowari meminta agar keluarga menyiapkan empat kantong darah. Las Kula mendapatkan empat kantung darah di Abepura seharga Rp500 ribu per kantong.
Saat itu Kula mengaku tak terbayang harus menyiapkan uang sampai tiba di Jayapura. Dari Kampung Bina, 1 April 2024, terbang ke RSUD Mulia ia tanpa membawa bekal apa-apa, uang pun tidak ada. Ia hanya memikirkan Desi yang sedang menahan sakit agar segera bisa tertolong.
“Saya telepon Dokter Wonda di Mulia, baru Ibu Dokter turun bantu untuk bayar darah empat kantong itu, Rp2 juta. Baru dorang [RSUD Yowari] minta lagi untuk bayar susu ke anak yang dirawat itu, saya bayar Rp120 ribu. Saya tidak bisa hubungi siapa-siapa, waktu saya hubungi orang yang tangani kami [Liason Officer KO Sehat] tapi tidak ada nomor HP lagi. Mereka hanya hari pertama urus kami, setelah itu sampai sekarang tidak pernah datang, sampai kita keluar dari RS Yowari, Jumat lalu [12/4/2024],” katanya.
Meskipun begitu, lanjut Las Kula, ia mengakui dengan Program KO Sehat itu sangat membantu keselamatan anak dan cucunya. Menurutnya, di Kampung Bina banyak orang perlu ditolong dalam hal kesehatan. Ia meminta kepada Pemprov Papua Tengah agar kantor cabang LO di Jayapura juga menyediakan rumah singgah bagi pasien rujukan dari Papua Tengah.
“Puji Tuhan, anak sudah selamat, terima kasih. Sekarang saya tinggal karena kebetulan keluarga dekat di sini, kalau tidak mungkin tidur di luar ka? Saya harap pemerintah bangun rumah untuk orang sakit datang, karena ada yang tidak punya keluarga di Jayapura, supaya dengan adanya rumah itu mereka bisa tinggal kalau sudah selesai [dari rumah sakit] sebelum pulang [ke kampung asal] begitu,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Tengah menjelaskan secara prinsip RSUD Yowari seharusnya bertanggung jawab karena sudah ada MoU atau perjanjian kerja sama antara Pemrov Papua Tengah dengan beberapa rumah sakit di Jayapura, salah satunya RSUD Yowari Sentani.
“Semua kebutuhan atau keperluan pasien menjadi tanggung jawab pihak rumah sakit, khusus pasien OAP rujukan dari Provinsi Papua Tengah,” katanya.
Terkait adanya tagihan biaya tambahan kepada pasien rujukan, Desi Kula dan ayahnya, Sumule menilai sudah terjadi miskomunikasi antara Dinkes Papua Tengah dengan pihak Rumah Sakit sehingga ke depan bisa diperbaiki lagi.
“Itu Rumah sakit bertanggung Jawab, nanti rumah sakit menagihkan kepada kami [Pemprov Papua tengah], ini mungkin ada miskomunikasi di sini. Jadi pada prinsipnya rumah sakit menangani semuanya, itu yang ada dalam MoU,” ujarnya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!