Jayapura, Jubi – Komunitas Mahasiswa dan Pelajar Kabupaten Puncak Jaya atau KMPPJ di Kota Studi se-Jayapura mendesak Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya di Provinsi Papua Tengah mengambil langkah konkret untuk menyelamatkan ‘nasib’ pelajar kelas 3 di SMA dan SMK yang tidak bisa belajar karena konflik di kabupaten itu.
Bendahara KMPPJ Herlin Wonda saat konferensi pers di Asrama Pemda Puncak Jaya di Abepura, Kota Jayapura, Jumat (7/3/2025) mengatakan beberapa aktivitas masyarakat Puncak Jaya tidak berjalan baik, bahkan beberapa aktivitas masyarakat lumpuh total, karena bentrokan antar massa pendukung pasangan calon bupati Pilkada 2024.
“Di sektor pendidikan, ekonomi, dan keamanan tidak berjalan dengan baik. Kami menilai situasi tersebut kepada pendidikan siswa kelas 3 SMA dan SMK yang akan melaksanakan ujian dalam beberapa bulan ke depan,” ujarnya.
Sebagai jalan keluar, KMPPJ meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Puncak untuk meluluskan siswa kelas 3 SMA dan SMK tanpa syarat.
Selain menyorot nasib siswa kelas 3 SMA dan SMK yang terimbas konflik, KMPPJ Kota Studi se-Jayapura juga menyorot nasib masyarakat yang mengungsi.
“Kami minta Pemprov Papua Tengah dan Pemkab Puncak Jaya menyiapkan sembako untuk warga pengungsi di beberapa tempat,” ujarnya.
KMPPJ juga mendesak Kapolda Paua, Pemprov Papua Tengah, dan Pemkab Puncak Jaya untuk mengambil langkah konkret menangani bentrokan antar massa pendukung paslon tersebut.
“Kami berharap, Pemkab Puncak Jaya, Pemprov Papua Tengah, dan DPR RI segera membentuk tim untuk melihat kondisi di sana,” kata Wonda.
Nepron Enumbi, mewakili senior KMPPJ Kota Studi se-Jayapura menjelaskan sampai sekarang situasi di Puncak Jaya belum kondusif. Masyarakat masih pengungsian di tiga tempat, yaitu di Aula Pertemuan Klasis Mulia Puncak Jaya, Markas Polres Puncak Jaya, dan kompleks Komando Distrik Militer 1714 Puncak Jaya.
“Kami berharap Pemkab Puncak Jaya segera memperhatikan dan amankan situasi di sana, karena dengan situasi itu mereka membutuhkan pertolongan dan Kapolres Puncak Jaya agar mendrop personell untuk amankan bentrokan antar massa,” ujarnya.
Menurut aktivis HAM Papua Lince Tabuni kondisi di Kabupaten Puncak Jaya merupakan skenario yang sudah di-setting oleh oknum-oknum yang mempunyai kepentingan. Ia mencontohkan pada 26 November 2024, sebelum pemungutan suara sempat ricuh, namun kembali kondusif.
“Pandangan saya sebagai aktivis HAM di Papua terhadap situasi di sana, sengaja dipelihara oleh oknum-oknum. Mengapa penegak hukum tidak mengungkap pelaku pembakaran rumah warga? Di sini saya tekankan agar pimpinan gereja GIDI segera selamatkan umat di sana,” ujarnya.
Tabuni menilai Kapolres Puncak Jaya gagal dalam menangani bentrokan antar massa pasangan calon bupati.
“Anak-anak pelajar terganggu secara mental atau psikis, sementara di tempat pengungsian warga bertahan hidup dengan mi instan, tentunya akan datang gizi buruk terhadap pelajar,” katanya.
Bentrokan massa pendukung dua paslon bupati dan wakil bupati Puncak Jaya terjadi di kota Mulia, Kabupaten Puncak Jaya pada Senin (3/3/2025) menyebabkan puluhan rumah warga dan kantor pemerintah hangus terbakar. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!
Anggota TNI-POLRI membiarkan masyarakat Puncak Jaya baku bunuh, malah anggota TNI-POLRI menjadi Provokator dalam konflik Kekerasan Pilkada Puncak Jaya, terlihat dari berbagai video rekaman yang beredar di media sosial.
TNI-POLRI berniat Jahat maka ada pembiaran, oleh karena itu Semua Pihak segera ambil langkah selamatkan Masyarakat Puncak Jaya, para Tokoh-tokoh Politik yang terlibat dalam pilkada maupun tidak, Pejabat Pemerintah Daerah, Pemuda dan Mahasiswa, Tokoh-tokoh Adat, Tokoh-tokoh Agama, Tokoh-tokoh Perempuan, serta Aktivis berkumpul mendamaikan Situasi Yang Kacau di sana.
Saya pikir konflik yg terjadi itu bukan lagi hanya karena calon bupati dan wakilnya yg berkompetisi, tapi sudah ada kelompok lain yang memanfaatkan situasi tersebut. Karena kalau hanya karena pilkada, saya pikir masyarakat tidak sampai seperti itu mengganggu sekolah dan aktivitas di sekolah. Kalau tidak salah ada kelompok yg pernah menolak sekolah/pendidikan didaerah itu. Jangan kita hanya menyalahkan pemerintah atau aparat keamanan kalau masyarakat juga tidak perduli.