Jayapura, Jubi – Bahasa ibu atau bahasa daerah tidak kalah pentingnya dengan bahasa nasional maupun bahasa asing, sehingga generasi muda tidak boleh melupakan literasi bahasa ibu.
Hal itu diungkapkan Kepala SMP Negeri 2 Jayapura, Dorthea Carolien Enok saat ditemui di Grand Abe Hotel Jayapura, Kota Jayapura, Rabu (8/11/2023).
Untuk itu, lanjutnya, revitalisasi bahasa daerah harus terus dilakukan mulai dari usia dini khususnya siswa-siswi di SMP Negeri 2 Jayapura, agar terbiasa bertutur kata menggunakan bahasa ibu setiap hari.
“Melalui bahasa daerah kita dapat menentukan dari mana kita berasal. Revitalisasi bahasa daerah bertujuan agar bahasa itu tidak punah dan terus dilestarikan. Di sekolah kami biasanya anak-anak untuk menggunakan bahasa daerah,” ujarnya.
Saat disinggung keikutsertaan peserta didik SMP Negeri 2 pada Festival Tunas Bahasa Ibu (Bahasa Tobati), dikatakannya, SMPN 2 Jayapura meraih juara satu untuk kategori cerpen dan nyanyian rakyat.
“Ini menjadi motivasi dan semangat kami dan peserta didik untuk terus mengaplikasikan penggunaan bahasa daerah di sekolah. Saya berharap orang tua di rumah juga membiasakan menggunakan bahasa daerah,” ujarnya.
“Mereka akan dipersiapkan oleh Balai Bahasa Papua pada minggu kedua November 2023 akan mengikuti kegiatan Gebyar Tunas Bahasa Ibu di Jakarta. Kami bersyukur karena dalam mempersiapkan lomba tersebut kami menyiapkannya kurang lebih satu bulan,” ujarnya.
Widya Bahasa di Balai Bahasa Papua, Antonius Maturbongs mengatakan pembinaan dan pengembangan bahasa turut berkontribusi dalam mendukung proses revitalisasi bahasa daerah baik secara langsung maupun tidak.
“Program revitalisasi bahasa daerah memilki tahapan-tahapan, di antaranya pemetaan bahasa, kajian vitalitas bahasa, konservasi, revitalisasi, dan registrasi,” ujarnya.
Antonius berharap pengembangan bahasa daerah di sekolah sebagai bentuk revitalisasi mulai dari satuan pendidikan jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK untuk bagaimana bahasa daerah yang ada di Kota Jayapura ini diajarkan.
“Anak-anak di Kota Jayapura sekarang sudah sangat jarang ditemui menggunakan bahasa daerah, baik dalam keluarganya maupun dalam lingkungan masyarakat. Artinya, bahasa daerah bukan lagi kebutuhan, untuk itu perlu diangkat kembali salah satunya melalui revitalisasi di sekolah,” ujarnya. (*)