Sentani, Jubi – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Kabupaten Jayapura minta kepada pihak eksekutif agar menambah anggaran bagi pemerintah di tingkat kelurahan.
Lima kelurahan di Kabupaten Jayapura selama ini mendapat porsi anggaran yang sangat kecil dibandingkan yang diterima pemerintah kampung.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Jayapura, Rasino, mengatakan setiap kelurahan hanya mendapat anggaran sebesar Rp200 juta setiap tahun yang digunakan untuk operasional.
“Pemerintah kampung bisa mendapat anggaran hingga Rp1 miliar, sementara pemerintah kelurahan sangat sedikit jumlahnya,” ujar Rasino kepada Jubi di Kantor DPRD Kabupaten Jayapura, Selasa (28/11/2023).
Dikatakan, pengusulan penambahan anggaran ini disampaikan dalam rapat Banggar DPRD Kabupaten Jayapura kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dilaksanakan pada Senin (27/11/2023) kemarin di ruang Badan Musyawarah (Bamus).
Menurutnya, dari hasil kunjungan kerja komisi, ada persoalan yang sama ditemui ketika mendatangi kantor kelurahan. Tidak terlihat ada pelayanan di sana, kantornya tertutup, dan halaman kantor yang kotor.
Sementara kantor kampung, sebagian besar juga dalam kondisi yang sama, bahkan ada kepala kampung yang setiap hari berkantor di Gunung Merah (Kantor Bupati Jayapura).
“Dengan alokasi anggaran yang sedikit, sementara jumlah warga kelurahan lebih banyak dibanding jumlah warga di kampung,” katanya.
Rasino mencontohkan Kelurahan Sentani Kota dengan jumlah penduduknya 28 hingga 30 ribu jiwa. Kelurahan Hinekombe penduduknya 29 hingga 32 ribu jiwa. Kelurahan Dobonsolo jumlah penduduknya 23 hingga 25 ribu jiwa. Tiga kelurahan ini berada di bawah Distrik Sentani.
Sementara Kelurahan Hatib dan Tabri di Distrik Nimboran yang akumulasi jumlah penduduknya tidak jauh beda dengan dua kelurahan di bagian kota.
“Operasional Rp200 juta mau dibikin apa? Pemerintah kampung ada dana operasional dan gaji tetap aparatnya,” ujar Rasino yang juga Ketua Fraksi NasDem.
Dia berharap agar ke depannya Pemerintah Kabupaten Jayapura melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) dapat memperhatikan persoalan ini dengan serius.
“Aparat pemerintah di kelurahan yang setiap hari berhadapan dengan keluhan masyarakat. Soal nomenklaturnya, itu adalah urusan pemerintah daerah,” kata Rasino.
“Ini baru pemerintah kelurahan yang kami dapati laporannya. Bagaimana dengan nasib ketua RT/RW yang merupakan perpanjangan tangan tunggal dari pemerintah daerah di tengah masyarakat,” pungkasnya. (*)