Jayapura, Jubi – Pajak mineral bukan logam dan batuan atau MBLB sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2012 tentang pajak daerah.
“Jadi, kami ingin menyamakan persepsi terhadap aktivitas penambangan di Koya Barat dan Kota Timur, Distrik Muara Tami,” ujar Plt Kepala Bapenda Kota Jayapura, Ali Mas’udi, saat menggelar pertemuan dengan pihak adat dan pengusaha terkait pajak MBLB, di kantor Wali Kota Jayapura, Rabu (15/3/2023).
Pemerintah Kota Jayapura melalui Badan Pendapatan Daerah atau Bapenda menetapkan tarif pajak mineral bukan logam dan bebatuan sebesar 25 persen atau Rp20 ribu sekali penarikan.
“Pengenaan pajak ini guna mengoptimalkan pendapatan asli daerah atau PAD. Pajak MBLB adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan,” ujarnya.
Subjek pengenaan pajak mineral bukan logam dan bebatuan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan, seperti batu karang, batu kapur, batu apung, marmer.
“Dasar pengenaan pajak tersebut berdasarkan nilai jual hasil pengambilan yang dihitung dalam bentuk volume atau tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing yang berlaku di lokasi setempat,” ujarnya.
Pajak MBLB diperkuat juga dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah atau PDRD, sehingga MBLB perlu diatur terutama Perda Tata Ruang Wilayah atau RTRW agar tidak merusak lingkungan.
“Itu sudah kami lakukan sebenarnya, hanya saja wilayah Distrik Muara Tami masih baru, sehingga kami perkuat edukasi dan sosialisasi. Jadi, kami lakukan secara persuasif, tidak langsung menagih. Ada 36 penambang,” ujarnya.
Ali menambahkan Bapenda Kota Jayapura menargetkan pajak MBLB tahun 2023 ditetapkan sebesar Rp50 juta. (*)