Jayapura, Jubi – Hingga Juli 2023, sudah ada 107 Lembaga Halal Luar Negeri atau LHLN dari berbagai negara yang mengajukan kerja sama Mutual Recognition and Acceptance atau MRA on Halal Quality Assurance ke Indonesia melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal atau BPJPH Kementerian Agama.
Hal ini disampaikan Kepala BPJPH Kementerian Agama Muhammad Aqil Irham saat menjadi salah satu pembicara dalam forum Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) di Seattle, Amerika Serikat, Kamis (10/8/2023).
“Itu mengindikasikan perdagangan produk halal telah menjadi perhatian dunia. Produk halal juga memiliki potensi sebagai katalis perdagangan dunia. Karenanya, sertifikasi produk oleh lembaga halal menjadi langkah penting produsen dunia, tak terkecuali di wilayah Asia Pasisfik,” ujar Aqil dalam rilisnya, Sabtu (12/8/2023).
Ketersediaan produk bersertifikat halal, lanjut Aqil, dapat mendorong aktivitas perdagangan serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Pasifik. “Dalam konteks APEC, perdagangan produk halal akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan,” ujarnya.
Aqil juga mengungkapkan, Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia sejalan dengan strategi pertumbuhan kawasan yang dijalankan APEC. Aqil mengapresiasi pembahasan isu halal yang dilakukan di Forum APEC kali ini.
“Penting untuk kita tegaskan di forum APEC yang strategis, dalam pembahasan isu halal yang baru pertama kalinya dilaksanakan setelah kedatangan delegasi [BPJPH] Indonesia ke kantor USTR di Washington DC tahun lalu, dengan topik bahasan Understanding the Trade Issues Related to Halal Certification,” kata Aqil.
Sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia dilaksanakan atas dasar asas perlindungan, keadilan, kepastian hukum, akuntabilitas dan transparansi, efektivitas dan efisiensi, serta profesionalitas.
“Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan paradigma pertumbuhan berkualitas yang hendak diwujudkan di kawasan APEC melalui lima strategi pertumbuhan, yaitu keseimbangan, iklusif, berkelanjutan, inovatif, dan aman,” ujarnya.
Pemahaman yang memadai diperlukan untuk memastikan serfitikasi halal tidak menjadi penghambat perdagangan dunia. “Kami tegaskan bahwa [sertifikat] halal bukanlah hambatan. [Sertifikat] halal adalah peluang ekonomi yang nilainya sangat besar,” imbuhnya.
Aqil juga mengatakan BPJPH aktif sebagai perwakilan pemerintah Indonesia dalam sidang TBT WTO terkait bidang Jaminan Produk Halal. Peran aktif BPJPH itu juga dilakukan dalam memberikan pencerahan kepada dunia terkait regulasi dan kebijakan Jaminan Produk Halal.
“BPJPH telah menotifikasi regulasi teknis terkait halal kepada WTO TBT Committee melalui BSN. Dalam hal ini, BPJPH juga selalu berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait,” tambah Aqil menjelaskan.
BPJPH memanfaatkan forum APEC bukan hanya untuk membangun pemahaman terkait Jaminan Produk Halal. Namun juga sebagai sarana untuk membangun kepercayaan dan hubungan saling menguntungkan dengan negara atau mitra strategis kita di kawasan Asia Pasifik.
“Tentunya kita juga berkepentingan untuk memastikan jaminan produk halal itu menjadi bagian dari peningkatan kapasitas dan daya saing produk Indonesia di tingkat global. Itu sejalan dengan upaya Indonesia untuk menjadi produsen produk halal terbesar di dunia pada 2024 mendatang,” ujarnya. (*)