Jayapura, Jubi – Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Abepura, Petrus Benyamin Pepuho mengatakan Pemerintah Provinsi Papua sudah membayar sebagian ganti rugi tanah RSUD Abepura kepada pemilik hak ulayat suku Awi Merahabia. Hal itu disampaikan Pepuho, di Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Selasa (31/10/2023).
“[Sudah pernah] ada pembayaran dari Pemerintah Provinsi Papua,” ujarnya.
Pada Selasa pagi, sejumlah masyarakat pemilik hak ulayat dari suku Awi Merahabia melakukan pemalangan RSUD Abepura. Masyarakat adat membentangkan dua spanduk berukuran besar di gerbang utama dan gerbang masuk Unit Gawat Darurat, menuntut diselesaikan ganti rugi tanah. Mereka meminta ganti rugi sebesar Rp56 miliar untuk tanah seluas 5,6 hektar yang dipakai RSUD Abepura.
Pepuho mengatakan sudah tiga kali dilakukan pembayaran ganti rugi tanah yaitu pada 1975, 1980 dan sekitar 2002-2003. Kayame mengatakan pembayaran pertama pada 1975 dibayarkan kepada suku Awi sebesar Rp5.000.000 dan sekitar 2002-2003 kepada suku Merahabia sebesar Rp800 juta. Pepuho mengaku lupa berapa nominal besaran yang dibayarkan pada 1980.
“Pada 1975 ada pembayaran dari Pemerintah Provinsi Papua untuk suku Awi sebesar Rp5.000.000 [dan] di tahun 1980 ada pembayaran tetapi nominal saya lupa. Di sekitar 2002 atau 2003 ada pembayaran sekitar Rp800 juta di masa Sekda Constant Karma itu diterima Suku Merahabia,” katanya.
Setelah pembayaran pada 2002-2003, menurut Pepuho masyarakat suku Awi Merahabia menyatakan pembayaran ganti rugi telah selesai. Akan tetapi Pepuho mengatakan setelah itu gugatan tetap dilakukan pemilik hak ulayat.
“Pada sekitar 2002 atau 2003 [setelah pembayaran] sekitar Rp800 juta diterima salah satu kepala suku. Dan mereka sampaikan proses pembayaran dan lain-lain sampai di situ. Hanya setelah itu sempat ada gugatan dari almarhum Apolos Merahabia, terus ada gugatan dari almarhum bapak Yehuda dan seterusnya,” ujarnya.
Pepuho mengatakan luasan tanah RSUD Abepura itu hanya 4,2 hektar. Pepuho mengatakan sisa 1,4 hektar yang berada di luar rumah sakit telah ditempati pensiunan pegawai rumah sakit dan telah memiliki sertifikat.
“Cuma 4,2 hektar. 5,6 hektar sampai dengan jalan Sarmi. [Tapi] Tanah-tanah itu sudah didiami pensiun-pensiunan PNS dan sudah ada sertifikat. Dulu mereka bekerja di rumah sakit,” katanya.(*)