Jayapura, Jubi – Pengadilan Negeri Jayapura pada Jumat (21/7/2023) kembali menggelar sidang dugaan korupsi pengadaan pesawat jenis Cessna Grand Carawan dan helikopter Airbush H-125 yang didakwakan kepada Johannes Rettob dan Silvi Herawaty. Dalam sidang itu, saksi ahli Hernold F Makawimbang menyatakan ada perbuatan melawan hukum dalam pengadaan pesawat dan helikopter itu.
Hernold menyatakan pengadaan pesawat dan helikopter itu perbuatan melawan hukum sebab menggabungkan proses pembelian dan operasional barang yang dibeli Pemerintah Kabupaten Mimika itu. Hernold menyatakan seharusnya ada pemisahan antara proses pembelian dan operasional pesawat dan helikopter tersebut.
“Pengadaan pesawat dan helikopter itu anomali karena pengadaan yang digabung antara pengadaan dan operasional. [Seharusnya] prosesnya pengadaan barang dulu, selesai semua pengadaan barang baru diserahkan semua kelengkapan bukti-buktinya. Setelah semua diserahkan baru melakukan kontrak pengelolaan aset negara [pesawat dan helikopter]. Jadi tidak bisa digabungkan semua. Sejak awal sudah adanya perbuatan melawan hukum karena sudah tidak sesuai karena menggabungkan barang dan jasa lainnya. Itu perbuatan melawan hukum,” kata Hernold dalam persidangan.
Perkara itu terkait dengan pengadaan pesawat jenis Cessna Grand Carawan dan helikopter Airbush H-125 yang didakwakan kepada Johannes Rettob selaku pejabat Pemerintah Kabupaten Mimika dan Silvi Herawaty selaku Direktur PT Asian One Air. Berkas perkara Johannes Rettob terdaftar dengan nomor perkara 9/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jap.
Sedangkan berkas perkara Silvi Herawaty yang juga merupakan kakak ipar Johannes Rettob terdaftar di Pengadilan Negeri Jayapura dengan nomor perkara 8/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jap. Kedua perkara itu diperiksa dan akan diadili majelis hakim yang diketuai Thobias Benggian SH, dengan hakim anggota Linn Carol Hamadi SH dan Andi Matalatta SH.
Hernold F Makawimbang merupakan ahli hukum keuangan negara dan ahli perhitungan kerugian keuangan negara. Hernold pernah bekerja selama 25 tahun di Badan Pemeriksa Keuangan. Ia dipekerjakan oleh Kantor Publik Akuntan Tarmizi Achmad yang melakukan audit investigasi untuk menghitung kerugian keuangan negara atas pengadaan pesawat dan helikopter Pemerintah Kabupaten Mimika.
Dalam kesaksiannya, Hernold juga menegaskan impor sementara helikopter Airbush H-125 merupakan perbuatan melawan hukum. Hernold menyatakan impor sementara itu berisiko membuat helikopter yang telah dibeli Pemerintah Kabupaten Mimika disita Bea Cukai jika ada keterlambatan pembayaran kewajiban pabean.
“Impor sementara itu perbuatan melawan hukum [sebab helikopter itu harus di terbang keluar Indonesia dan kembali]. Manakala tidak membayar kewajiban pabean, itu akan disita. Pada saat [audit] itu, [helikopter] sudah [disita] dan dikuasai Bea Cukai Mimika [dan] itu sudah siap dilelang. [Ini mengakibatkan] hilangnya hak kepemilikan Pemerintah Kabupaten Mimika atas helikopter Airbush H-125 senilai Rp42.318.716.550,” ujarnya.
Hernold juga menyatakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) pada awal Desember 2014 menunjukkan nilai anggaran untuk pembelian pesawat dan helikopter adalah Rp74 miliar. Akan tetapi, kontrak pengadaan yang dibuat Mei 2015 menyepakati harga pembelian pesawat dan helikopter itu Rp79 miliar.
Hernold menyatakan seharusnya Kepala Dinas Perhubungan Mimika tidak bisa melakukan perikatan kontrak jika anggaran yang ditetapkan tidak cukup. “[Dia] tidak bisa melakukan perjanjian melebih anggaran,” katanya. (*)