Jayapura, Jubi – Saksi ahli Hernold F Makawimbang menyatakan kerja sama operasional pesawat Cessna Grand Carawan dan helikopter Airbush H-125 milik Pemerintah Kabupaten Mimika oleh PT Asian One Air menimbulkan kerugian negara senilai Rp21.848.875.000 miliar. Kerugian negara itu timbul karena PT Asian One Air tidak membayar biaya sewa pesawat dan helikopter itu.
Hal itu disampaikan Hernold saat bersaksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan pesawat dan helikopter Pemerintah Kabupaten Mimika yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jayapura pada Jumat (21/7/2023). “Hilangnya hak keuangan negara sebesar Rp21 Miliar,” kata Hernold dalam persidangan itu.
Perkara itu terkait dengan dugaan korupsi pengadaan pesawat jenis Cessna Grand Carawan dan helikopter Airbush H-125 yang didakwakan kepada Johannes Rettob selaku pejabat Pemerintah Kabupaten Mimika dan Silvi Herawaty selaku Direktur PT Asian One Air. Berkas perkara Johannes Rettob terdaftar dengan nomor perkara 9/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jap.
Sedangkan berkas perkara Silvi Herawaty yang juga merupakan kakak ipar Johannes Rettob terdaftar di Pengadilan Negeri Jayapura dengan nomor perkara 8/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jap. Kedua perkara itu diperiksa dan akan diadili majelis hakim yang diketuai Thobias Benggian SH, dengan hakim anggota Linn Carol Hamadi SH dan Andi Matalatta SH.
Hernold F Makawimbang merupakan ahli hukum keuangan negara dan ahli perhitungan kerugian keuangan negara. Hernold pernah bekerja selama 25 tahun di Badan Pemeriksa Keuangan.
Hernold dipekerjakan oleh Kantor Publik Akuntan Tarmizi Achmad yang melakukan audit investigasi untuk menghitung kerugian keuangan negara atas pengadaan pesawat dan helikopter Pemerintah Kabupaten Mimika. Dalam kesaksiannya, Hernold menyatakan hak penerimaan keuangan negara itu hilang karena PT Asian One Air tidak membayar biaya sewa pengoperasian pesawat dan helikopter sejak 2019.
Hernold menyatakan pesawat jenis Cessna Grand Carawan dan helikopter Airbush H-125 merupakan aset Pemerintah Kabupaten Mimika, karena dibeli memakai keuangan negara yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Mimika. Hernold menyatakan PT Asian One Air setiap tahun wajib membayar biaya sewa sebagai Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kabupaten Mimika.
“[PT Asian One Air] setiap tahun harus menyetor [biaya sewa yang akan] menjadi Pendapatan Asli daerah atau PAD. Di dalam perjanjian itu, tidak ada sanksi, kapan tanggal pembayaran, sehingga [tidak ada kepastian] kapan batas dia [PT Asian One Air] untuk [dinyatakan] wanprestasi. [PT Asian One Air tidak bayar] sampai tiga tahun, tidak ada sanksi,” ujarnya.
Hernold menyatakan pengertian kerugian negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu berkurangnya uang/barang akibat melawan hukum atau lalai. Hernold menyatakan kerugian keuangan negara dalam wilayah pidana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Parningotan, nilai sewa yang belum dibayar PT Asian One Air selama tiga tahun pemakaian pesawat dan helikopter itu senilai Rp21.848. 875.000. Parningotan menyatakan pihaknya bersurat kepada Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika untuk membicarakan temuan BPK itu. “[Kami] menyurati Organisasi Perangkat Daerah terkait untuk menindaklanjuti temuan BPK,” kata Parningotan dalam persidangan.
Parningotan menyatakan temuan BPK itu bisa diselesaikan dalam tempo 60 hari sejak laporan BPK diterima. Akan tetapi, hingga kini PT Asian Air One hanya membayar uang sewa senilai Rp2 miliar. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!