Jayapura, Jubi – Konflik bersenjata yang terjadi di Tanah Papua terus menimbulkan korban baik dari pihak warga sipil, kelompok bersenjata, maupun aparat keamanan TNI/Polri. Pembela Hak Asasi Manusia Theo Hesegem menilai Presiden Joko Widodo mengabaikan situasi konflik bersenjata di Tanah Papua, dan sibuk mengurus masalah luar negeri.
Hal itu disampaikan Theo Hesegem melalui keterangan pers tertulisnya pada Rabu (29/11/2023). “Sebagai Pembela Hak Asasi Manusia, saya sangat prihatin sikap Presiden yang tidak bisa memperhatikan situasi konflik bersenjata di Tanah Papua yang semakin parah. Setiap saat ada korban, baik dari masyarakat sipil orang asli Papua, dan juga non Papua, termasuk TNI/Polri, dan [kelompok bersenjata] Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat,” kata Hesegem.
Hesegem menilai Presiden dan Pemerintah Indonesia lebih banyak bergerak dan mengurus perang antar Hamas dan Israel. Padahal di negaranya sendiri ada banyak masalah yang bertumpuk, dan korban terus berjatuhan dari berbagai pihak. “Sebagai Pembela HAM, saya berharap Presiden dan jajarannya perlu mengevalusi dan membahas situasi di Papua yang sudah lama memakan korban jiwa,” ujarnya.
Hesegem menyebut pada 16 Oktober 2023 ada 13 warga non-Papua yang meninggal dunia dalam serangan yang dilakukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) di sebuah tambang di Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan. Pada 22 November 2023, personal Satuan Brigade (Brimob) Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur, tewas dalam kontak senjata dengan TPNPB di Distrik Titigi, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah.
Hesegem juga menyoroti serangan TPNPB yang menewaskan tiga pekerja pembangunan gedung Puskesmas di Distrik Beoga Barat, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah pada 24 November 2023. Pada 25 November 2023, terjadi baku tembak antara TPNPB dan pasukan TNI di Distrik Paro, Kabupaten Nduga yang menewaskan empat personel Satgas Yonif Mekanis Raider 411/Pandawa.
“Seorang Kepala Negara tidak bisa melihat dan memperhatikan eskalasi kekerasan di dalam negeri, lalu lancar urus masalah orang lain. Lalu siapa yang mau mengurus masalah di dalam negeri? Padahal Pemerintah Indonesia tidak mau negara lain ikut campur tangan masalah di Indonesia,” kata Hesegem.
Hesegem berharap Presiden dan Wakil Presiden untuk tidak sibuk mengurus masalah luar negeri. “[Seharusnya keduanya] merasa memiliki beban sedikit untuk menyelesaikan masalah dalam negeri, tidak boleh menganggap biasa-biasa,” tegasnya. (*)