Jayapura, Jubi – Anggota Pokja Agama Majelis Rakyat Papua atau MRP Provinsi Papua menggelar diskusi menampung aspirasi Orang Asli Papua dengan melibatkan salah satu organisasi gereja di Tanah Papua. Jaring aspirasi dilakukan untuk memberikan ruang kepada masyarakat menyampaikan isi hati dan keinginan yang menjadi hak dasarnya sebagai OAP.
“Kami pemuda menolak segala bentuk penghargaan adat kepada non Orang Asli Papua yang diangkat sebagai ‘anak adat’. Karena itu pelecehan budaya dan mengkhianati tatanan adat yang sakral,” ujar salah seorang pemuda peserta jaring aspirasi yang dilaksanakan di Aula Garetuan Parmenas Kogoya, Kantor Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis West Papua, Kota Jayapura, Papua pada Selasa (30/4/2024).
Nada suaranya meninggi saat menyampaikan pendapatnya itu di hadapan gembala dan pendeta, jemaat, tokoh pemuda, perempuan, yang hadir mewakili 10 gereja anggota wilayah Baptis Tabi. Dia juga meminta agar OAP tidak menjual tanahnya. “Jika boleh pakai sistem kontrol, jangan lepas tanah, ingat anak cucu mau hidup di mana kalau kita jual semua? Kita harus jadi tuan atas tanah kita sendiri,” tegasnya.
Isu selanjutnya yang disoroti adalah keprihatinan terhadap maraknya generasi muda yang mengonsumsi minuman beralkohol, narkoba dan ganja. MRP diminta mendorong pemerintah agar menutup toko yang menjual minuman beralkohol.
Sekretaris Jenderal BPP-PGBWP, Persekutuan Gereja-Gereja Baptis West Papua, Nilas Kogoya mengatakan aspirasi kepada MRP itu khususnya agar MRP melindungi dan mengutamakan hak-hak OAP di berbagai aspek, seperti politik, agama, pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial budaya, lingkungan alam, tanah, hutan dan sebagainya.
Sekjend BPP-PGWP mengimbau agar pada pilkada mendatang bupati dan wakil bupati, wakil walikota harus OAP. “Kita tidak mungkin menduduki jabatan seperti itu di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Manado dan kita bisa menjadi pemimpin hanya di Tanah Papua,” kata dia.
Dia berharap semua aspirasi yang sudah disampaikan ini dapat diteruskan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah pusat supaya OAP yang ada di tanah Tabi-Saireri mendapat kesempatan perlindungan haknya sebagai OAP. “Mereka yang pemilik tanah dan negeri ini supaya menjadi tuan di atas tanah dan negeri ini. Aspirasi ini benar-benar harus diperjuangkan MRP, itu harapan kami,” kata Sekjen BPP-PGBWP.
Wakil Ketua Pokja Agama MRP Provinsi Papua Daud L Wenda mengatakan semua masukan dan aspirasi tersebut akan dibawa dan didiskusikan dengan pihak terkait.
Wenda meminta agar hak politik OAP ini dapat segera dikawal melalui MRP karena ancaman migrasi dari luar Papua sudah di depan mata. “Banyak non OAP yang datang ke Papua lalu menjadi ketua RT, RW, bupati, camat, DPR dan lain-lain. Secepat itu kah? Padahal sebentar naik kapal tiba di Papua [tak lama] sudah punya KTP, dapat jabatan. [Itu kan] perampasan hak-hak OAP. Karena kita mau jadi RT, RW, bupati di Jawa, Makassar, Sumatera itu tidak mungkin dapat,” kata Daud L Wenda.
Menurut anggota MRP provinsi itu pihaknya akan terus berjuang untuk hak-hak politik. Sehingga pada tahun 2029 itu harapannya adalah 100 persen OAP bisa jadi DPR, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota. Pihaknya akan berjuang mendorong peraturan daerah dan regulasi yang mengatur keberpihakan OAP untuk memberikan kesejahteraan.
Dari kegiatan jaring aspirasi itu telah banyak aspirasi dan masukan yang disampaikan. Ia berharap aspirasi yang ditampung itu dapat menjadi rujukan bagi MRP maupun pemerintah daerah bahkan pemerintah pusat. (*)