Jayapura, Jubi – Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan atau KontraS dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM RI mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK segera memberikan perlindungan bagi saksi dan keluarga korban kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika. Desakan serupa juga disampaikan Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku penasehat hukum keluarga korban.
Staf Divisi Hukum KontraS, Andrie Yunus menyatakan pihaknya telah mengirimkan surat permohonan perlindungan saksi ke LPSK pada 3 November 2023. Permohonan perlindungan diajukan setelah KontraS melakukan investigasi kasus dan rapat bersama dengan advokat dari Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua.
“Setelah kami investigasi di Timika, ternyata empat keluarga korban diperiksa di Kepolisian Resor Timika dan Sub Detasemen Polisi Militer Timika. Maka dari itu, salah satu upaya memberikan jaminan kepada keluarga korban yang diperiksa sebagai saksi, kami mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK,” kata Andrie saat dihubungi Jubi pada Minggu (22/1/2023) malam.
Andrie menyatakan sudah hampir tiga bulan sejak surat permohonan perlindungan diajukan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Namun, menurut Andrie, hingga saat ini pihaknya belum menerima informasi apakah permohonan perlindungan diputuskan diterima atau ditolak pihak LPSK.
“Hingga detik ini LPSK belum memberikan keputusan apakah permohonan kami ajukan diputuskan diterima atau ditolak. Sejauh ini belum ada konfirmasi dari LPSK,” ujarnya.
Andrie menyatakan setidaknya ada lima permohonan perlindungan yang diajukan ke LPSK. Kelima permohonan perlindungan itu, yakni perlindungan fisik, perlindungan prosedural, perlindungan hukum, bantuan psikologis dan fasilitas restitusi dan kompensasi. Menurutnya, permohonan perlindungan hukum bagi saksi keluarga korban supaya mereka bisa terlindungi hukum ketika ada laporan balik terhadap mereka.
“Salah satu saksi ini menjadi pelapor dugaan tindakan pidana pembunuhan. Rentan kemudian pelapor dilaporkan balik bisa terjadi karena tidak cukup alat bukti dan kasusnya dihentikan, pihak yang kemudian dilaporkan dalam konteks terlapor bisa saja melaporkan balik orang yang melapor. Nah, makanya kami ajukan juga layanan perlindungan hukum kepada para saksi dalam hal ini keluarga korban mutilasi,” ujarnya.
Andrie menyatakan penting perlindungan bagi saksi supaya ketika menyampaikan kesaksian di depan majelis hakim tanpa adanya tekanan atau ancaman lain. Menurut Andrie, dari beberapa kasus lain, ada tekanan pihak tertentu terhadap saksi agar tidak menyampaikan keterangan yang sebenarnya.
“Karena beberapa pola yang kami temukan sebagai pembelajaran kasus. Saksi ditekan pihak tertentu, bisa dia [saksi] disuruh tidak mengatakan sesuatu atau kemudian disuruh tidak berkata jujur. Belajar dari situ menjadi penting saksi, yaitu keluarga korban yang hendak diperiksa di persidangan, mendapatkan perlindungan dari LPSK. Itu juga sudah diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban. Itu menjadi ranah dan kewenangan LPSK,” katanya.
Andrie menyatakan ada permohonan dari keluarga korban agar salah satu terdakwa, Roy Marthen Howay, diajukan sebagai justice collaborator. Andrie menyatakan permohonan ini disampaikan karena Roy memberikan keterangan yang berbeda dengan terdakwa lainnya.
“Informasi yang kami peroleh ada perbedaan keterangan [dari Roy] dengan terdakwa-dakwa lain. Yang menurut hemat kami ini terdakwa Roy Marthen Howay meneruskan surat permohonan dari keluarga soal permohonan sebagai justice collaborator bagi Roy Marthen Howay ke LPSK RI,” katanya.
Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku penasehat hukum keluarga korban menyampaikan hingga kini Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban tidak memberikan perlindungan, baik mulai dari proses pemeriksaan di kepolisian maupun di POM Mimika, kejaksaan hingga ke sidang Pengadilan Militer. Advokat Gustaf Kawer dari Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua menyatakan LPSK terlalu lambat dalam memberi perlindungan saksi dan keluarga korban mutilasi di Mimika.
“Sebenarnya perlindungan [diberikan] terhadap mereka sejak ditahan sampai pengambilan keterangan hingga sidang, dalam proses itu harus ada LPSK, jangan terlalu birokratis. Kalau saya bilang, dalam tanda kutip, ‘orang di rumah sakit sudah mati, baru dokter datang’,” kata Kawer beranalogi.
Kawer berharap LPSK hadir mendampingi dalam proses persidangan baik kepada keluarga korban maupun Roy Marthen Howay di di persidangan di Pengadilan Negeri Kota Timika. “Harapannya di persidang sipil mereka [LPSK] bisa memberikan perlindungan keluarga korban dan Roy Marthen Howay,” ujarnya.
Ketua Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro menyatakan keluarga korban mutilasi di Mimika memerlukan jaminan perlindungan dan pemulihan dari LPSK. “Komnas HAM RI meminta LPSK untuk memberikan perlindungan bagi keluarga para korban,” kata Atnike di Jakarta, pada 21 Januari 2023. (*)