Jayapura, Jubi – Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri kembali menemukan kesalahan data penerima beasiswa Otonomi Khusus atau Otsus Papua yang disusun Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia atau BPSDM Papua. Hal itu dinyatakan Ketua Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri, Jhon Reba di Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Senin (16/10/2023).
Reba mengatakan pihaknya menemukan semakin banyak kesalahan data dalam data BPSDM Papua yang telah diverifikasi Kementerian Dalam Negeri. Kesalahan itu ditemukan setelah data itu dicocokkan dengan data dan dokumen orangtua penerima beasiswa Otsus Papua.
Pencocokan silang dokumen itu dilakukan setelah Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri menerima informasi bahwa ratusan penerima Siswa Unggul Papua beasiswa belum menerima uang biaya hidup maupun biaya kuliah, sehingga mendapat peringatan dari pihak kampus. Sejumlah mahasiswa bahkan terancam dideportasi atau dikeluarkan dari asrama kampus gara-gara telat membayar uang kuliah/uang sewa asrama.
Reba mengatakan hingga Agustus 2023 pihaknya telah membandingkan 943 data dan dokumen mahasiswa/orangtua mahasiswa dengan data BPSDM Papua yang memuat data 3.718 penerima beasiswa Siswa Unggul Papua. “Verifikasi dimulai sekitar Februari 2023, [dan] berlanjut hingga Agustus 2023,” ujarnya.
Reba mengatakan dari 943 penerima beasiswa itu, hanya 881 penerima beasiswa yang terdaftar dalam data BPSDM Papua. Sedangkan 62 mahasiswa yang masih aktif kuliah tidak lagi tercantum dalam data BPSDM.
Pencocokan silang itu juga menemukan ratusan kesalahan pencatatan nama. Jumlah kesalahan pencatatan nama itu terjadi pada pencatatan nama 64 mahasiswa di luar negeri dan 55 mahasiswa di dalam negeri.
“Itu kan lumayan banyak, penulisan nama yang salah. Itu mempersulit kami cari data [di BPSDM Papua], karena pengetikan nama salah,” katanya.
Menurutnya, di dalam data BPSDM Papua juga ada kesalahan pencatatan domisili asal 59 mahasiswa yang berkuliah di luar negeri dan 73 mahasiswa yang kuliah di dalam negeri. Kesalahan itu membuat banyak kesalahan dalam pengelompokan provinsi asal pasca pemekaran Provinsi Papua.
“Mahasiswa yang KTP-nya sudah domisili Kota Jayapura, namanya muncul di Kabupaten Merauke. Jadi [pencatatannya] tidak sesuai dengan domisili [berdasar dokumen kependudukan yang telah ada]. Kenapa terjadi begitu? Karena pengelompokan data [asal penerima mahasiswa] berdasarkan [kode] wilayah dalam Nomor Induk Kependudukan, bukan berdasarkan alamat KTP,” kata Reba.
Ada juga kesalahan pencatatan negara studi dalam data 31 mahasiswa di luar negeri. Reba mencontohkan mahasiswa yang berkuliah di Singapura dicatat BPSDM berkuliah di Australia. Kesalahan pencatatan nama negara studi berdampak terhadap besaran beasiswa, baik biaya studi maupun biaya hidup yang dibayarkan BPSDM Papua.
Selain itu terdapat ratusan kesalahan pencatatan nama universitas dan jurusan 79 mahasiswa yang sedang berkuliah di luar negeri, dan 18 mahasiswa yang sedang berkuliah di dalam negeri. Kesalahan pencatatan jurusan dialami 203 mahasiswa yang berkuliah di luar negeri dan 39 mahasiswa yang berkuliah di dalam negeri.
Menurut Reba, jenis kesalahan data yang paling banyak ditemukan adalah kesalahan pencatatan nomor rekening penerima beasiswa. Ia menyatakan Forum Komunikasi Orangtua Penerima Beasiswa Dalam Negeri dan Luar Negeri menemukan 389 rekening mahasiswa yang salah dicatat. Kesalahan pencatatan nomor rekening itu dialami 308 mahasiswa yang sedang berkuliah di luar negeri, dan 81 mahasiswa yang sedang berkuliah di dalam negeri.
“Itu [data nomor rekening] yang paling besar tingkat ketidaksesuaian,” katanya.
Reba mengatakan data yang tidak valid itu kemudian dibagikan ke provinsi baru hasil pemekaran Papua, dan sekarang menimbulkan masalah dalam pembayaran beasiswa dari provinsi baru.
Reba mengatakan pada 21 Juli 2023 pihaknya telah bersurat secara resmi kepada BPSDM Papua meminta dilakukan verifikasi data. “Kita bersurat resmi [ke BPSDM Papua] atas anjuran dari Kemendagri. [Kami] sudah minta untuk duduk sama-sama, [agar data BPSDM Papua dapat] diperbarui karena kami sudah punya data lapangan. [Tapi] BPSDM [Papua] tidak mau [merespon kami], sampai hari ini,” ujarnya. (*)