Jayapura, Jubi – PT Tandan Sawita Papua (PT TSP) memberikan klarifikasi kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Perwakilan Papua, 12 Agustus 2022 lalu.
Klarifikasi tersebut berkaitan denganΒ pengaduan perwakilan ribuan buruh perusahaan di Arso, Kabupaten Keerom itu kepada Komnas HAM Perwakilan Papua, awal Juli 2022.
Ketika itu perwakilan buruh mengadukan nasib mereka kepada lembaga tersebut mengenaiΒ proses rekrutmen, upah kerja, jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan, serta fasilitas penunjang di perusahaan.
“Kami kemudian mengundang pihak perusahaan sebanyak dua kali, untuk memberikan penjelasan. Mereka akhirnya memenuhi undangan kedua kami dan memberikan klarifikasi secara baik,” kata Kepala Kantor Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey, kepada Jubi, Senin (15/8/2022).
Manajer Personalia Umum PT Tandan Sawita Papua, Yudi Harsono, menjelaskan kepada Komnas HAM Perwakilan Papua, mengenai apa yang diadukan perwakilan buruh. Ada 22 pertanyaan yang diajukan Komnas HAM Perwakilan Papua dalam pertemuan selama tiga jam ketika itu.
“Mereka menjelaskan, PT Tandan Sawita Papua memiliki karyawan 1.400 orang hingga kini. Karyawan itu bekerja di kebun inti dan kebun plasma,” ujarnya.
Katanya,Β persyaratan rekrutmen pekerja dilakukan sesuai standar melalui mandor kebun masing-masing. Biasanya calon pekerja melengkapi persyaratan yang diminta perusahaan.
Persyaratan itu misalnya Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, dan diverifikasi melalui manajemen sekitar dua hari. Apabila pelamar dinyatakan lolos,Β akan diawali dengan tanda tangan perjanjian kerja.
“Akan tetapi manajemen perusahaan mengakui proses perekrutan sebelum-sebelumnya, memang tidak melalui prosedur yang baik,” ucapnya.
Menurut Ramandey, mengenai upah kerja pihak perusahaan menyampaikan gaji buruh dan karyawan tetap berbeda. Upah buruh bisa lebih besarΒ jika produktif dalam kerja.
Sementara itu, untuk BPJS berbeda antara buruh harian lepas, buruh tetap dan karyawan. Namun ditemukan ada masalah di BPJS, dan sedang diperbaiki oleh perusahaan.
“Sebagai tindak lanjut permintaan keterangan pengaduan para buruh, Komnas HAM Perwakilan Papua akan meminta keterangan dan klarifikasi dari Pemkab Keerom, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Keerom, dan para pengawas perburuan di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Papua,” kata Ramadey.
Frits Ramandey mengatakan pihaknya juga akan melakukan pemantauan lapangan untuk memastikan kondisi operasional perusahan, apakah sudah menerapkan standar bisnis dan HAM atau tidak.
Sebab, Pemerintah Indonesia telah menerima standar internasional tentang bisnis dan HAM. Karenanya, pemerintah melalui Komnas HAM berkewajiban melapor secara reguler pada mekanisme HAM PBB, terutama pada fase mekanisme pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. (*)