Jayapura, Jubi – Puluhan mahasiswa yang menggelar demonstrasi penolakan pemekaran di depan gerbang kampus Uncen (Universitas Cenderawasih) pada Jumat (29/7/2022) akhirnya bubar. Mereka membubarkan diri lantaran pihak kepolisian tidak memberikan izin massa berpawai ke kantor DPRD Papua.
Demonstrasi para mahasiswa itu merupakan bagian dari demonstrasi menolak pemekaran Papua yang dimobilisasi oleh Petisi Rakyat Papua. Para mahasiswa itu membawa spanduk dengan tulisan “Cabut Otsus, Tolak DOB, dan Gelar Referendum”.
Para demonstran itu juga membawa berbagai poster, yang antara lain bertuliskan “DOB surga bagi Jakarta (tapi) neraka bagi Papua, maka berikan hak politik yang menjamin kehidupan manusia Papua”.
Sebelum turun ke gerbang Uncen Waena, massa sempat berorasi di depan jalan masuk kampus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih (Uncen), Perumnas 3, Waena. Massa aksi menilai pemekaran tidak akan memberikan kesejahteraan bagi orang asli Papua.
Sekitar pukul 10.30 Waktu Papua, massa demostrasi mulai bergerak turun dari kampus menuju gerbang Uncen Waena sambil berorasi. Mereka juga mengajak teman-teman di fakultas lain untuk berunjuk rasa.
“Bagi mahasiswa yang benar-benar paham dengan kondisi masyarakat Papua mari kawan-kawan bergabung. Karena rencana pemekaran daerah otonomi baru bukan untuk mensejahterakan orang asli Papua tetapi membunuh orang asli Papua,” kata salah seorang orator, Muru Wonda.
Massa kemudian bergerak ke gerbang Universitas Cenderawasih dan berorasi. Sementara polisi berjaga di depan gerbang Uncen Waena. Polisi menempatkan sejumlah kendaraan di jalan menuju kampus Uncen sekitar 10 kendaraan baik truk, watercanon, kendaraan taktis, dan kendaraan lain.
Sejumlah polisi yang membawa tongkat rotan dan senjata gas air mata berjaga di depan gerbang Uncen Waena. Di depan gapura Uncen koordinator aksi, Kristian Kobak, dan kawan-kawannya terlibat negosiasi dengan Kasat Binmas Polresta Jayapura Kota, Pieter Kendek.
Kobak dan kawan-kawannya memperotes karena pihak kepolisian memasuki area kampus untuk membubarkan aksi mereka.
Akan tetapi, Pieter menyatakan pihak kepolisian berhak untuk masuk kampus untuk memberikan rasa aman. Dan juga telah mendapatkan izin dari Rektor Universitas Cenderawasih, Apolo Safanpo.
“Polisi bisa masuk [dalam kampus]. Kasih tahu undang-undang mana yang melarang [polisi masuk kampus]. Kami mau memberikan rasa aman. Saya mau kasih tahu, kita ke sini [kampus] itu ada seizin Rektor [Uncen],” kata Pieter Kendek.
Pihak kepolisian juga beralasan massa tidak memiliki izin untuk melakukan aksi demonstrasi. Polisi meminta massa untuk tidak boleh berorasi di gerbang kampus Uncen karena menghalangi mahasiswa yang hendak ke kampus.
“Sudah ko tidak bicara hak sepenuhnya. Kita menghormati tidak usah bernegosiasi. Ini ada orang [mahasiswa] mau lewat, tidak boleh ditutup. Jangan pele jalan. Saya kasih tau ko baik-baik. Ikut saja,” kata Pieter Kendek.
Koordinator aksi, Kristian Kobak, berusaha bernegosiasi dengan polisi. Ia menyatakan aksi mereka tidak menghalangi jalan masuk ke kampus Universitas Cenderawasih.
“Kami aksi di sebelah sini, kan mereka [mahasiswa] bisa lewat di sebelahnya,” kata Kobak.
Negosiasi antara polisi dan massa gagal. Permintaan untuk melakukan pawai ke DPR Papua tidak diizinkan. Polisi hanya memberikan waktu 30 menit untuk masa menyampaikan orasi.
“Kita menghormati, saya sudah berikan ko waktu 30 menit. Setelah itu bubar,” ujar Pieter.
Massa kemudian melanjutkan demonstrasi di depan gerbang Universitas Cenderawasih di Waena. Mereka mengajukan tuntutan kepada Pemerintah Indonesia untuk mencabut Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Para mahasiswa itu membawa spanduk “Cabut Otsus, Tolak DOB, dan Gelar Referendum”.
“Berikan kebebasan [masyarakat Papua] untuk hidup di atas tanah ini sendiri,” kata salah seorang orator.
Mahasiswa kemudian membubarkan diri pada pukul 11.54 Waktu Papua. Mereka kemudian beristirahat di Gedung Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Cenderawasih. (*)
Discussion about this post