Jayapura, Jubi – Petisi Rakyat Papua atau PRP akan terus memobilisasi demonstrasi penolakan pemekaran Papua dan Otonomi Khusus Papua. Hal itu dinyatakan Juru Bicara Petisi Rakyat Papua, Jefri Wenda di Kota Jayapura, Jumat (13/5/2022), menyikapi pembubaran demonstrasi menolak pemekaran dan Otonomi Khusus Papua di Kota Jayapura pada Selasa (10/5/2022).
Jefri Wenda menilai pemekaran Papua akan menjadi ancaman bagi masyarakat Papua. Menurutnya, berbagai kajian sudah menunjukkan bahwa pemekaran wilayah di Papua tidak serta merta mengangkat kesejahteraan Orang Asli Papua.
Akan tetapi, pemerintah pusat dan DPR RI terus memaksakan pemekaran Papua. Hal itu dinilai Wenda serupa dengan berbagai kebijakan dan langkah yang dibuat Indonesia tanpa melibatkan Orang Asli Papua. Ia mencontohkan Perjanjian New York 1962, Penentuan Pendapat Rakyat 1969 yang intimidatif, maupun perpanjangan masa berlaku Otonomi Khusus Papua melalui Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua Baru).
“[Semua itu dibuat tanpa mempertanyakan apakah masyarakat [Papua] terima atau tidak? Jadi, Jakarta tidak melihat masyarakat Papua sebagai manusia yang bisa menentukan pilihan secara bebas,” ujarnya.
Wenda mengatakan Indonesia harus memberikan ruang bagi Orang Asli Papua untuk menyampaikan pendapat. Ruang yang dimaksud Wenda adalah ruang bagi Orang Asli Papua untuk menentukan nasib sendiri.
Petisi Rakyat Papua menuntut adanya referendum sebagai solusi demokratis atas permasalahan Papua. “[Referendum akan menentukan] apakah Papua akan bergabung dengan Indonesia, atau memilih merdeka. Ruang ini yang harus dibuka bagi rakyat Papua,” katanya.
Jurus Bicara Komite Nasional Papua Barat atau KNPB, Ones Suhuniap mengatakan pihaknya tetap konsisten menolak rencana pemekaran dan Otonomi Khusus Papua. Suhuniap menyatakan polisi tidak mempunyai wewenang untuk melarang orang Papua menyatakan pendapatnya hanya dengan dalih akan menimbulkan kericuhan.
“Buktinya aksi berjalan damai, tertib, aman, dan tidak terjadi apa-apa. Kami melihat ini ada upaya kriminalisasi [atas mobilisasi aksi itu],” ujarnya. (*)
Discussion about this post