Nabire, Jubi – Akademisi Universitas Cenderawasih, Yakobus Muraver menilai pernyataan Gubernur Papua, Lukas Enembe terkait rencana pemekaran Papua merupakan pernyataan yang bersifat politik. Muraver mendesak Gubernur Papua, Majelis Rakyat Papua atau MRP, dan DPR Papua menyamakan persepsi mereka untuk menyikapi rencana pemekaran Papua.
“Akan lebih baik lagi apabila Gubernur bersama-sama DPR Papua dan MRP membahas pemekaran Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua,โ kata Muraver.
Muraver mengatakan sampai saat ini ketiga lembaga tersebutโPemerintah Provinsi Papua, DPR Papua, dan MRPโbelum pernah berkoordinasi secara khusus untuk membahas rencana pemekaran Papua untuk membentuk tiga provinsi baru. Ia menyatakan seharusnya ketiga lembaga itu lebih cepat merespon aspirasi yang mendukung maupun menolak pemekaran Papua.
“Seharusnya aspirasi yang datang dari masyarakat, baik yang mendukung dan menolak Daerah Otonom Baru direspon secara cepat oleh ketiga lembaga tersebut. [Jika berbagai aspirasi itu direspon dengan cepat], tidak akan menimbulkan ketidakharmonisan diantara ketiga lembaga tersebut,” katanya.
Terkait pernyataan Gubernur Papua yang menyatakan pemekaran di Tanah Papua seharusnya didasarkan tujuh wilayah adat, Muraver menyatakan seharusnya Gubernur Papua melibatkan perguruan tinggi untuk melakukan kajian akademik atas gagasan pembentukan provinsi berdasarkan tujuh wilayah adat di Tanah Papua.
“[Gubernur Papua bisa] melibatkan akademisi dari berbagai kampusย terkait wacana pembentukan provinsi di 7 wilayah adat. Nanti hasil kajian tersebut dapat menjadi usulan yang bisa disampaikan ke pemerintah pusat dan DPR RI,” katanya.
Anggota DPR Papua, Namantus Gwijangge mengatakan Pemerintah Provinsi Papua harusย mempertimbangkan aspirasi masyarakat Papua terkait rencana pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB). ย “Jika pemekaran benar-benar terjadi, masyarakat yangย akanย merasakan dampaknya. Pemerintah, MRP, dan DPR Papua perlu mendengar aspirasi masyarakat Papua,” katanya.
Gwijangge mengatakan tidak elok apabila aspirasi masyarakat Papua ditolak atau tidakย digubris oleh Pemerintah Provinsi Papua. “Kami DPR Papua sementara menampungย aspirasi untuk diserahkan kembali kepada DPR RI dan pemerintah pusat, agar aspirasi dari masyarakat Papua itu dipertimbangkan,”katanya.
Pada Sabtu (18/6/2022), Kantor Berita Antara melansir berita bahwa Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Gubernur Papua Lukas Enembe menyepakati bahwa pemekaran provinsi di Tanah Papua akan dilakukan sesuai wilayah adat. Gubernur Papua menyatakan sejak tahun 2014 pihaknya sudah pernah mengajukan pemekaran Provinsi Papua berdasarkan wilayah adat. “Harapannya ketika pemekaran ini terjadi, maka otomatis diikuti dengan percepatan pembangunannya dan kebijakan anggarannya,”ย kata Enembe, sebagaimana dilansir Kantor Berita Antara.
Pernyataan Enembe itu muncul di tengah polemik keras di antara pihak yang menyetujui dan menolak rencana pemekaran Papua. MRP meminta pemerintah pusat menunda pemekaran Papua, karena menerima banyak aspirasi dari Orang Asli Papua yang menolak rencana pemekaran itu. Petisi Rakyat Papua juga berulang kali memobilisasi demonstrasi untuk menyuarakan aspirasi menolak pemekaran Papua.
Di pihak lain, Komisi II DPR RI terus menjalankan proses pembahasan tiga Rancangan Undang-undang pembentukan provinsi baru di Papua. Laman resmi DPR RI pada Selasa (21/6/2022) melansir pernyataan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia yang menyampaikan bahwa Komisi II menargetkan pembahasan tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) pembentukan tiga provinsi baru di Papua selesai pada 30 Juni 2022.
“RUU ini bisa segera efektif kalau bisa diselesaikan sebelum 30 Juni 2022. Kami sudah susun jadwal pembahasan RUU, dan tanggal 30 Juni 2022 ada Rapat Paripurna sehingga diharapkan pembahasan RUU ini bisa selesai sebelum tanggal 30 Juni 2022,” papar Ahmad seusai rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Pimpinan Komite I DPD RI Filep Wamafma pada Selasa (21/6/2022).
Ketiga RUU itu adalah RUU pembentukan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah. Ahmad mengungkapkan, Komisi II secara resmi telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Pembahasan Tiga RUU Pembentukan Provinsi di Papua. (*)
Discussion about this post