Jayapura, Jubi – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) didesak mengevaluasi kebijakan penanganan konflik dan pengiriman pasukan di Tanah Papua (Papua dan Papua Barat).
Pernyataan itu disampaikan Tim Advokasi Hak Masyarakat Adat Intan Jaya, saat bertemu Komisi I DPR RI di Gedung Nusantara 2 Senayan, Jakarta pada Senin (11/4/2022).
Ketu Tim Advokasi Hak Masyarakat Adat Intan Jaya, Bartolomeus Mirip mengatakan, dalam pertemuan dengan anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono, Yan Mandenas pihaknya menyerahkan rekomendasi berisi empat poin.
Pertama, meminta pimpinan DPR RI dan pimpinan Komisi I mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam penanganan konflik di Provinsi Papua dan Papua Barat, bersama Menteri Koordinator Politik Hukum HAM dan Keamanan, Menteri Pertahanan, Menteri ESDM, Menteri BUMN, Panglima TNI dan Kapolri.
Kedua, meminta pimpinan Komisi I DPR RI mengundang Pemerintah Provinsi Papua, DPR Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP), Kapolda Papua dan Papua Barat, Pangdam XVII Cenderawasih dan Pangdam XVIII Kasuari dan beberapa bupati di Papua dan Papua Barat, untuk menggelar rapat gabungan.
“Pemerintah Kabupaten Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Puncak, Nduga, Yahukimo dan Maybrat di Provinsi Papua Barat, bersama perwakilan masyarakat mesti diundang hadir dalam rapat gabungan bersama para pihak itu,” kata Bartolomeus Mirip melalui keterangan tertulisnya kepada Jubi, Senin (11/4/2022).
Tim Advokasi juga mendesak pemerintah segera menarik seluruh anggota keamanan TNI dan Polri non-organik yang dikirim ke Kabupaten Intan Jaya.
Selain itu, pemerintah dan pemerintah daerah harus mengembalikan pengungsi Intan Jaya kembali ke kampung halamannya, dengan mengutamakan keselamatan, kedamaian di Intan Jaya, serta mengupayakan pelayanan sosial yang baik.
“Konflik bersenjata [antara TPNPB-OPM dan aparat keamanan] di Kabupaten Intan Jaya dimulai dengan pengiriman pasukan non-organik pada 15 Desember 2019. Ketika itu, sejak pagi hingga sore anggota TNI-Polri dikirim Kampung Kulapa, Distrik Hitadipa dan Distrik Ugimba,” ucapnya.
Kata Mirip, pengiriman pasukan organik dan non-organik ketika itu, berawal dari peristiwa penembakan terhadap tiga tukang ojek pada 25 Oktober 2019.
Masyarakat Intan Jaya pun menilai kehadiran pasukan non-organik di sana, semata mata untuk mengamankan rencana investasi di Blok Wabu yang akan dikelola PT Mind ID melalui PT Aneka Tambang.
“Karenanya, pada 5 Oktober 2020 masyarakat Intan Jaya menyatakan menolak rencana eksploitasi Blok Wabu,” ucapnya.
Bartolomeus Mirip mengatakan, tim mediasi konflik antara TNI-Polri dengan TPNPB dan Tim Advokasi Hak Masyarakat Adat Kabupaten Intan Jaya mencatat, hingga 10 November 2021 sebanyak 50 orang menjadi korban di sana.
Sebanyak 33 korban adalah warga sipil, yakni 19 orang meninggal dunia, satu orang dinyatakan hilang, dan 12 mengalami luk tembak.
Dari pihak TNI-Polri sebanyak 15 orang menjadi korban, dimana delapan orang meninggal dunia dan tujuh terluka akibat baku tembak dengan dengan TPNPB.
“Catatan kami, dari pihak TPNPB, ada dua korban dilaporkan meninggal dunia, saat kontak tembak dengan aparat keamanan. Ini data tiga tahun terakhir,” ujarnya.
Ia mengatakan, pada 2021 jumlah penduduk di Distrik Sugapa sebanyak 26.214 jiwa. Mereka tersebar di 17 kampung (desa). Namun kini sebagian besar kampung warganya telah mengungsi ke kampung kampung terdekat yang dianggap aman, ke Kabupaten Nabire dan Mimika.
Selain itu, sebagian besar masyarakat dari distrik Hitadipa, Agisiga dan Ugimba juga telah mengungsi. Namun, hingga kini belum ada data valid tentang jumlah pengungsi dari Kabupaten Intan Jaya.
“Sejak Januari 2020 hingga November 2021, jumlah pengungsi dari Intan Jaya diperkirakan 2.914 orang,” kata Bartolomeus Mirip.
Sementara itu, Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, John NR Gobai yang mendampingi perwakilan masyarakat Intan Jaya bertemu DPR RI berharap, Komisi I DPR RI dapat menindaklanjuti rekomendasi itu.
“Kami minta DPR RI khususnya Komisi I segera segera mengundang semua pihak terkait, untuk membicarakan aspirasi masyarakat Intan Jaya itu,” kata John Gobai.
Menurutnya, konflik berkepanjangan di Intan Jaya telah menyebabkan jatuhnya puluhan korban. Ribuan warga mengungsi, anak anak tidak mendapat pendidikan layak.
“Sampai kapan situasi ini akan terjadi. Jangan dibiarkan, mesti segera ada langkah yang diambil DPR RI dan pemerintah,” ujarnya.
Pertemuan dengan Komisi I DPR RI ini juga dihadiri Ketua LMA Intan Jaya, Thobias Kobogau, perwakilan masyarakat dan mahasiswa Intan Jaya. (*)
Artikel ini telah diterbitkan di Jubi TV dengan judul DPR RI didesak mengevaluasi kebijakan penanganan konflik di Tanah Papua