Jayapura, Jubi – Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua atau AlDP, Latifah Anum Siregar mengatakan kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga Nduga di Kabupaten Mimika memenuhi unsur pelanggaran HAM berat. Siregar menyatakan kasus pembunuhan dan mutilasi itu harus ditangani sebagai kasus pelanggaran HAM berat, karena melibatkan perwira TNI AD, dan terjadi karena ada komando dari perwira kepada bawahannya.
Siregar menyatakan di antara enam prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo yang terlibat dalam pembunuhan dan mutilasi itu, ada yang berpangkat mayor, kapten, sersan, dan prajurit. “Kalau melihat peristiwa mutilasi seperti itu, itu bagian dari pelanggaran HAM berat. Karena [ada] lebih dari satu orang TNI, jelas ada komandonya,” kata Siregar saat ditemui di Kota Jayapura, Senin (5/9/2022).
Siregar meyakini ada komando perwira kepada bawahannya dalam kasus pembunuhan dan mutilasi yang terjadi pada 22 Agustus 2022 itu. “Jika kita melihat kronologi, mereka [para pelaku] mempunyai kualifikasi perbuatan yang berbeda. Siapa yang memanggil, siapa yang mengeksekusi, ada yang bertindak sebagai pemimpin atau [pemberi] komando. Bisa terlihat bahwa unsur pelanggaran ham masuk di situ,” tegasnya.
Siregar berharap agar pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga Nduga ditangani sebagai kasus pelanggaran HAM berat. “Jadi, tidak saja melalui proses kepolisian pelaku sipilnya, atau polisi militer untuk pelaku dari TNI. Kami minta agar peristiwa itu diterapkan [penanganan kasus] pelanggaran HAM berat. Apalagi korban yang dimutilasi seperti itu,” tegasnya.
Siregar menyatakan munculnya pengakuan para pelaku yang mengklaim bahwa ada iming-iming transaksi senjata api yang mendahului peristiwa itu justru semakin menguatkan unsur pelanggaran HAM berat dalam kasus itu. “Kita bisa melihat bahwa itu memenuhi unsur dari perbuatan pelanggaran HAM berat,” katanya.
Ia meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua segera membuka hasil investigasi mereka dalam pembunuhan dan mutilasi itu.
“Kalau kita baca kronologis dari TNI itu, mayor dan kapten ikut ke lapangan, sempat pulang, dan dijemput lagi untuk melihat eksekusi dan mutilasi. Meskipun [mereka] bukan mereka pelakunya, anak buah [mereka] yang melakukan, tetapi mereka berdua ada di situ. Itu menggambarkan bahwa mereka memegang kekuasaan. Ada unsur komando kelihatan,” katanya.
Anggota DPR Papua, Namantus Gwijangge juga menilai pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga Nduga di Kabupaten Mimika merupakan pelanggaran HAM berat. Gwijangge menyatakan keluarga keempat korban berharap para pelaku pembunuhan dan mutilasi itu dihukum mati. “Itu kesepakatan keluarga korban yang mereka teruskan kepada kami. Kami menyampaikannya kepada publik,”kata Gwijangge. (*)