Jayapura, Jubi – Pemerintah Kabupaten Sarmi bersama Balai Bahasa Provinsi Papua menggelar bimbingan teknis guru utama revitalisasi bahasa Sobey. Kegiatan itu bagian dari Program Tunas Bahasa Ibu di Papua.
Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Sarmi Agus Festus Moar mengatakan mereka menerapkan pendekatan holistis dalam merevitalisasi atau pelestarian bahasa Sobey. Pendekatan itu berperan penting dalam memantau, mengadvokasi, serta mengimplementasikan situasi inisiatif untuk menjaga, dan melestarikan bahasa daerah.
“Revitalisasi merupakan wujud perlindungan terhadap bahasa daerah, yang tertuang dalam [diamanatkan] Undang Undang Dasar 1945, serta Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pendekatan holistis diharapkan memicu dan memacu pelestarian bahasa daerah serta mendorong para pemangku kepentingan untuk memulai langkah yang sama dalam merevitalisasi bahasa daerah,” kata Moar saat dihubungi Jubi pada Kamis (25/4/2024).
Pendekatan holistis selalu melibatkan organisasi masyarakat dan komunitas tutur dalam revitalisasi bahasa daerah. Pelibatan itu untuk mewujudkan empat prinsip revitalisasi bahasa daerah, yakni dinamis, adaptif, regenerasi, dan merdeka dalam berkreasi.
Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 menempatkan pemerintah daerah sebagai pembina bahasa dan sastra di wilayah masing-masing. Mereka wajib mengembangkan, membina, serta melindungi bahasa, dan sastra daerah. Itu supaya kedudukan bahasa dan sastra daerah tetap berfungsi dalam kehidupan bermasyarakat serta menjadi kekayaan budaya bangsa.
Revitalisasi bahasa daerah juga menjadi salah satu program nasional Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Mereka memandatkan pelaksanaannya kepada Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Koordinator Kelompok Kerja dan Layanan Profesional Pemodernan Bahasa dan Sastra Balai Bahasa Provinsi Papua Anton Maturbongs mengatakan revitalisasi bahasa daerah membutuhkan keterlibatan masyarakat di semua tingkatan. Selain itu, kebijakan pemerintah daerah, dan dukungan internasional.
“Berdasarkan data Balai Bahasa Papua, ada 428 bahasa daerah di [Tanah] Papua, termasuk 32 di Sarmi. Revitalisasi bahasa daerah membutuhkan pendekatan komprehensif dan keterlibatan masyarakat di berbagai tingkatan, dukungan pemerintah daerah, dan internasional, serta penggunaan media, dan teknologi,” kata Maturbongs.
Dari 428 bahasa daerah di Tanah Papua tersebut, sebanyak 10 di antaranya masuk dalam program revitalisasi. Bahasa daerah itu ialah bahasa Tobati di Kota Jayapura, Sentani di Kabupaten Jayapura, Biyokwek di Keerom, Sobey di Sarmi, dan Kamoro di Mimika. Kemudian, Bahasa Marind di Merauke, Byak di Biak Numfor, Hatam di Manokwari, Moi di Sorong, dan Dani di Jayawijaya.
Regulasi daerah
Revitalisasi terhadap bahasa Sobey dimulai sejak 2022. Balai Bahasa Papua bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sarmi dalam melestarikan bahasa yang mulai ditinggalkan para penuturnya tersebut.
“Revitalisasi bahasa daerah lebih terfokus pada pembelajaran dan pendampingan berkelanjutan daripada pendokumentasian. Saya berharap partispasi intensif seluruh pemangku kepentingan, dari perencanaan sampai pelaksanaan [revitalisasi],” kata Maturbongs.
Balai Bahasa Papua juga menggandeng DPR Kabupaten Sarmi dalam merevitalisasi bahasa asli setempat. Mereka sedang menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa, dan Sastra Daerah di Sarmi.
Regulasi itu akan menjadi payung hukum bagi perlindungan terhadap pelestarian 32 bahasa asli Sarmi. Pengajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah menjadi salah satu perihal yang diatur pada Perda Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa, dan Sastra Daerah di Sarmi.
“Bahasa daerah Sarmi akan menjadi muatan lokal di sekolah-sekolah agar tidak punah. Jumlah penuturnya tidak banyak, dan kebanyakan orang tua. Bila tidak dilakukan revitalisasi, bahasa tersebut benar-benar [akan] punah,” kata Maturbongs.
Wakil Ketua DPR Kabupaten Sarmi Markus Kopong mengatakan pendekatan holistis pada revitalisasi juga mengharuskan warga menggunakan bahasa ibu di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun pemerintahan. Menurutnya, itu untuk memproteksi bahasa lokal sebagai jati diri orang asli Sarmi.
“Ini sangat penting agar bahasa daerah tidak punah. Itu juga merupakan proteksi [terhadap pelestarian] jati diri orang asli Sarmi,” ujar Kopong.
Menurutnya, pemodernan bahasa daerah dapat dilakukan melalui pemerataan kosa kata, pemantapan, dan pembakuan sistem, serta mengupayakan peningkatan fungsi kebahasaannya. Upaya itu kemudian dilanjutkan dengan pembinaan dan perlindungan.
“Pembinaan untuk meningkatkan mutu penggunaan bahasa daerah melalui pemasyarakatan, dan pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. [Adapun] perlindungan sebagai upaya dalam menjaga, dan memelihara kelestarian bahasa melalui penelitian, pengembangan, pembinaan, serta pengajaran,” kata Kopong. (*)
Discussion about this post