Jayapura, Jubi – Kelompok kerja atau pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua Tengah – MRPT menyerukan agar wajib hukumnya pemerintah Provinsi Papua Tengah menempatkan orang asli Papua (OAP) pada posisi utama terutama dalam mengisi sejumlah jabatan atau pun lapangan pekerjaan di provinsi setempat.
Anggota Pokja Perempuan Maria Mote mengatakan, MRP sebagai lembaga representasi kultur orang asli Papua dengan berlandaskan penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan dan pemantapan kerukunan umat beragama sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otsus bagi Provinsi Papua.
Maria Mote mengatakan, untuk mengurangi angka pengangguran di Papua Tengah pihaknya sepakat akan mendorong pekerjakan OAP di bandara baru Nabire sebagai ibu kota provinsi Papua Tengah.
“Bandara baru Nabire sebagai ibukota provinsi Papua Tengah akan segera beroperasi, kami dari Pokja Perempuan sudah sepakat bahwa karyawan atau pegawai di bandara baru ini harus ditempati orang asli Papua,” kata Maria Mote kepada Jubi, Kamis, (9/11/2023) melalui selularnya.
Pihaknya kata dia, bakal mendorong ke Pemprov Papua Tengah dalam hal ini kepada Pj Gubernur Papua Tengah agar membuat kebijakan khusus dalam UU Otsus.
“Jadi kami akan fokus mendorong setiap lapangan kerja di Papua Tengah wajib prioritaskan OAP,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan Yulce Magai, anggota Pokja Perempuan MRPT, menurutnya agenda pertama adalah pihaknya berkolaborasi dengan Pemprov merangkul OAP.
“Anak-anak yang selesai sekolah ini banyak, mereka lagi nganggur. Nah dalam penempatan karyawan di bandara baru Nabire ini harus merangkul OAP,” kata Magai.
Ia juga mengatakan MRPT akan menggunakan kewenangan dalam undang-undang Otsus untuk mengutamakan OAP.
Mirna Binggoro Hanebora, satu di antara anggota MRPT Pokja Perempuan, mengatakan sebagai orang asli Nabire melihat bahwa bandara baru berada di Nabire akan berkembang pesat apalagi luas bandara yang cukup besar dan berada dalam wilayah adat, maka Pemprov dan Kementerian Perhubungan jelih melihat penempatan pegawai di bandara yang berlokasi di Karadiri distrik Wanggar, Nabire.
“Lalu itu pemerintah pernah sekolahkan anak-anak kami bagian bandara (perhubungan). Mereka yang sudah sekolah bandara beberapa waktu lalu harus ditempatkan dan didata kembali. Anak-anak Papua juga bisa bekerja,” katanya.
Valentina Kemong dan Anastasia Belau dari Pokja juga berujar hal yang sama soal perekrutan. Lapangan kerja harus diutamakan anak asli Papua, sebab mereka sudah selesai kuliah dan bisa bekerja.
“Mohon adik-adik kami banyak jadi utamakan anak asli Papua. Kalau tidak, untuk apa ada bandara besar sini,” katanya. (*)