Jayapura, Jubi – Hasil seleksi anggota Majelis Rakyat Papua (MRP), khususnya untuk utusan atau perwakilan agama terus menuai penolakan. Kali ini penolakan diutarakan aktivis perempuan Papua. Mereka menyatakan menolak hasil seleksi calon tetap dan calon terpilih anggota MRP periode 2023-2028, khusus kelompok kerja (Pokja) atau perwakilan agama, karena dianggap tidak mengakomodir semua lembaga keagamaan di Papua.
Aktivis Jaringan Kerja HAM Perempuan Papua (Jakar TIKI Papua), Doliana Yakadewa mengatakan proses seleksi calon anggota MRP kali ini, banyak kejanggalan, dan tidak benar-benar representatif kultur, khususnya Pokja Agama.
“MRP inikan lembaga kultur, lembaga yang mestinya menyuarakan menganai hak-hak dasar orang asli Papua, di bidang adat, perempuan dan agama. MRP ini dibentuk karena ada histori masa lalu mengenai Papua, tapi mengapa telihat banyak kejanggalan dalam proses seleksi periode kali ini. Tidak benar-benar representatif kultur, khususnya untuk Pokja Agama,” kata Doliana Yakadewa, Minggu (16/7/2023).
Ia mencontohkan, untuk 14 kursi lembaga keagamanaan justru sinode gereja-gereja yang baru muncul yang utusannya diloloskan seleksi. Sementara sinode gereja yang sudah 67 tahun di Tanah Papua, semisal Gereja Bethel Gereja Pentakosta (GBGP) Di Tanah Papua yang berdiri sejak 17 Oktober 1956, tidak ada perwakilannya yang lolos seleksi calon anggota MRP.
Katanya, dalam Pasal 23 Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Provinsi Papua, Nomor 14 Tahun 2016 tentang cara pemilihan anggota MRP, disebutkan beberapa syarat lembaga keagamaan di tingkat provinsi berhak mengajukan bakal calon anggota MRP mewakili agama.
Syarat itu, yakni melakukan kegiatan keagamaan paling kurang 50 tahun, berbadan hukum, memiliki kantor pusat atau sekretariat berkedudukan di Provinsi Papua. Memiliki jemaat yang tersebar paling kurang 50 persen dari jumlah kabupaten/kota di Provinsi Papua dan terdaftar di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Papua.
Kalau pun yang kini dipakai adalah Peraturan Daerah Provinsi atau Perdasus Nomor 5 Tahun 2023, yang berubah dalam aturan hanya pembagian kuota kursi, karena setelah pemekaran hanya ada dua wilayah adat di Provinsi Papua, yakni Tabi dan Saireri.
Sebab, tiga wilayah adat yaitu Anim Ha kini masuk Provinsi Papua Selatan, Lapago masuk Provinsi Papua Pegunungan dan Meepago di Provinsi Papua Tengah. Sedangkan persyaratannya tidak berubah tetap seperti yang ada dalam Perdasus Nomor 14 Tahun 2016. Namun ia mengkritik, sebab perubahan Perdasus rekrutmen anggota MRP dianggap tidak sesuai UU Otsus.
“Kalau situasi ini terjadi, kami khawatir akan banyak muncul sinode gereja-gereja baru ke depan demi kepentingan mendudukan perwakilannya di MRP. Ada gereja-gereja yang baru beberapa tahun muncul, tidak jelas sinodenya justru perwakilannya lolos seleksi MRP untuk Pokja Agama. Misalnya Gereja Baptis West Papua dan beberapa gereja lainnya. Kami ingatkan ini kepada Timsel. Jangan memasukkan nama-nama dari gereja baru,” ujarnya.
Doliana Yakadewa mengatakan, setiap lembaga keagamaan berhak mengajukan calon perwakilannya di MRP. Namun Panitia Seleksi bertugas melakukan apakah memenuhi syarat atau tidak.
“Jadi hasil seleksi calon anggota MRP, khusus Pokja Agama kami tolak dan meminta dibatalkan, karena ada gereja yang sudah lebih dari 67 tahun di Papua, tapi tidak ada perwakilannya. Misalnya GBGP. Kami minta pemerintah pusat mendengar apa yang menjadi masalah ini. Ini khusus untuk Pokja agama MRP, ” ucapnya.
Lanjutnya, karena melihat ketidakadilan dan kejanggalan dalam seleksi calon anggota MRP periode 2023-2028, pihaknya pun mendukung langkah GBGP yang akan menggugat hasil seleksi ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).
“Makanya kalau GBGP akan menggugat hasil seleksi calon anggota khusus Pokja Agama, kami dukung, agar siapapun yang terlibat bisa diproses hukum,” kata Doliana Yakadewa.
Pernyataan yang sama disampaikan aktivis perempuan Papua lainnya, Yemima Gamai.
“Kami menolak hasil seleksi anggota MRP, khusus Pokja agama. Jadi kami minta ditinjau ulang dan dibatalkan hasil seleksi itu,” kata Yemima Gamai.
Ia menilai, Panitia Pemilihan calon anggota MRP telah gagal melaksanakan amanat Perdasus sebagai acuan seleksi, khusus untuk Pokja Agama.
“Kami minta hasil seleksi calon anggota MRP, khusus Pokja Agama dibatalkan dan tidak dilantik dulu, karena ada utusan dari gereja yang tidak jelas. Misalnya Gereja Baptis West Papua, ini kapan berdirinya dan di mana kantornya,” ucapnya. (*)